Integritas Penyelenggara Pemilu

Yovinus
Chapter #37

37-Persiapan Rapat Pleno Penghitungan Suara

Adelio menutup pintu ruangannya, menghidupkan AC Changhong 1 PK buatan Tiongkok yang sudah berusia 8 tahun di ruangannya. Lampu sempat berkedip sebentar karena kuatnya sentakan listriknya ketika baru dihidupkan. Suara awalnya seperti mesin Genset, bergetar. Berderak seperti lokomotif mau berjalan. Beberapa menit kemudian barulah agak tenang dan tidak terlalu bersisik.

Sebenarnya Adelio di satu sisi tidak terlalu menyukai produk-produk buatan China, bukan karena rasis, tetapi karena kualitasnya yang membuatnya sering kecewa. Tetapi mengapa orang-orang sering membelinya? Ya, karena harganya sangat murah.

Lalu ketika di SPJ-kan, harganya akan sama seperti buatan Korea Selatan, Jepang, Eropa, atau USA. Sehingga tukang beli akan dapat banyak keuntungan. Tapi di sisi lain, dia juga sangat suka dengan produk Cina, karena dengan harga murahnya produk Cina, maka terpaksa membuat produk dari negara lain juga harus turun harga.

Entahlah sepuluh tahun yang akan datang. Apakah bisa seperti produk Jepang, yang awalnya produknya juga dilecehkan karena tidak berkualitas? Tetapi kini akhirnya jadi pesaing yang sangat diperhitungkan di tingkat internasional bagi negara-negara lain yang sudah maju.

Pemikiran Adelio, yang penting jika Cina sudah mampu membuat produk yang bisa bersaing dengan negara lain di kancah internasional dalam hal kualitas, maka harganya janganlah terlalu mahal.

Sebenarnya Adelio sangat memimpikan Indonesia juga bisa maju seperti Jepang, Taiwan, Eropa atau bahkan Amerika Serikat. Tapi dalam waktu dekat ini sepertinya sangat sulit, karena saat ini rakyatnya masih lebih suka nonton drama Korea, ikut demo tanpa memahami inti permasalahannya, membenci orang yang tidak sepaham dengan dia dan menjadi kaum rebahan dengan bermain gawai sambil tiduran berjam-jam daripada bekerja keras untuk meningkatkan kapasitasnya dan membuat penemuan baru.

Setelah setengah jam, barulah terasa ruangan yang berukuran 5 x 4 meter itu terasa dingin. Tetapi udara terasa tidak segar, karena AC itu berteknologi lama yang tidak punya pembersih udara, hanya murni pendingin udara saja.

Adelio merasa saku bajunya bergetar. Ada pesan masuk. Adelio mengambil HP nya dan membukanya. Pesan SMS.

Bunyi pesannya. Saya tahu, kamu itu orangnya Mulawarman. Aku sudah melaporkanmu ke DKPP.

Adelio mengerutkan keningnya. Dia kenal dengan Mulawarman saja baru setelah di KPU. Sebelumnya tidak pernah ada kontak. Tetapi Adelio tidak terlalu memperdulikan pesan-pesan sampah seperti itu, karena dia merasa dirinya tidak pernah melakukan tindakan yang bertentangan dengan regulasi.

Adelio pernah beberapa kali mencatat nomor nomor seperti itu, lalu mencoba menelponnya kembali. Ternyata tidak aktif. Susah melacaknya, karena menggunakan program SMS. Jika dia menggunakan pesan WA sih, bisa. Bahkan kita bisa melacak lokasinya dengan GPS.

Bermacam-macam SMS yang diterima oleh Adelio semenjak dia masuk sebagai anggota KPU. Isinya tentang banyak hal; seperti ancaman pembunuhan terhadap dirinya, ancaman dilaporkan ke DKPP, hinaan terhadap dirinya sebagai orang miskin yang numpang hidup di daerah orang, perkataan yang menyerangnya bahwa dia bukan penduduk asli di kabupaten Rotan ini, dan banyak lagi isi pesan yang membuatnya berkerut dahi ketika membacanya. Hampir semua berisi tidak jauh-jauh dari ancaman, hinaan, tuduhan tanpa dasar, ejekan, dan menakut-nakuti.

Yang Adelio herankan itu adalah, sebenarnya dia merasa tidak pernah mempunyai musuh. Lalu siapa yang selalu mengirimkannya pesan seperti itu dan hampir setiap hari? Dia bekerja sesuai aturan.

Lihat selengkapnya