Mereka sudah diberitahu sewaktu sidang terakhir di Mahkamah Konstitusi, bahwa keputusan MK akan keluar seminggu lagi. Rombongan dari KPU Rotan beserta sekretariat yang menginap di hotel Oasis malam itu berkumpul di ruangan tempat bendahara. Mereka makan bersama untuk merayakan kemenangan mereka atas tuntutan Caleg terhadap Pumungutan Suara ulang di Tamenung.
Selesai makan, mereka berdiskusi apa yang akan dilakukan selama harus menunggu seminggu lagi, untuk mendengarkan keputusan final mahkamah Konstitusi terhadap PHPU antar kubu Jarot Winarno - Pusa Bantu melawan Sabda Waja - Bintang Samudra.
“Wah, seminggu itu lama. Bagaimana kalau kita manfaatkan waktu itu untuk liburan dulu?” ajak Davina, salah seorang anggota KPU yang memang paling rajin jalan dan berbelanja.
“Ide brilian, tuh!” celetuk Baskoro sangat setuju, anggota KPU lainnya yang juga hobby jalan-jalan.
Akhirnya suara mereka riuh rendah setuju. Hanya sekretaris dan Adelio saja yang sepertinya tidak bergairah.
“Kemana kita berlibur kalau begitu?” tanya Jefri sangat antusias.
Ada yang menawarkan Taman Nasional Kelimutu, karena ingin melihat danau tiga warnanya. Ada juga yang mau Labuhan Bajo, karena ingin melihat dan berwisata ke pulau Komodo. Sementara Davina mengusulkan mereka berlibur ke Raja Ampat saja, karena ingin melihat batu kelamin yang berada di Teluk Mayalibi.
“Jauh. Lagi pula biayanya mahal. Kita berangkat nih rombongan,” seru Bendahara. “Kalau mau melihat kelamin itu, di sini juga banyak. Tak perlu jauh-jauh,” ujarnya yang di susul tertawa para lekaki.
“Adouw!” seru bendahara mereka terloncat karena perutnya dicubit sangat keras oleh Davina.
“Lalu kemanalah kita?” ujar Merlina gundah. Karena dialah yang belum pernah berlibur jauh.
“Kita liburan ke Bali saja, yok!” usul Dilan. “tempatnya dekat dan biayanya terjangkau. Tidak ada biaya untuk pesawat, naik bis juga okay.”
“Eh, omong-omong. Kita ini bicarakan liburan dan liburan, tapi ada duitnya, nggak?” celetuk Riana diantara kegembiraan kawan-kawannya.
“Itu urusan bendahara, ya ndak, Boss?” tukas Andra sambil mengerling ke arah Bendahara.
“Kalau hanya ke Bali sih, ada duitnya!” jelas Asmanto, bendahara mereka.
“Pesawat?” tanya Davina meyakinkan.
“Ya jelas pesawat, dong. Siapa mau jalan kaki.” Seloroh Asmanto sambil tertawa.
“Iih, dari tadi ngolok terus sih!” seru Davina geram sambil mencubit pinggang Asmanto, tapi luput karena yang bersangkutan sudah meloncat menghindar.
Akhirnya semua setuju untuk berangkat ke Bali saja.
“Saya tidak usah dimasukan, ya To!” tukas Adelio.
“Eh, ngapa, Pak Ketua?” tanya Asmanto agak bingung.
“Saya terlalu capek. Kalian saja yang berangkat, tidak apa-apakan?” ujar Adelio. “Bawalah anak anak ini, hampir semuanya belum pernah ke Bali, kan?”
“Saya juga, Ya To. Ndak ikut!” tukas sekretaris mengatakan tidak ikut berlibur ke Bali.
“Wah, mana kami enak pak sekretaris. Kalau Bapak tidak ikut!” ujar mereka ramai-ramai.
“Kalian berliburlah! Tidak usah merasa tidak enak segala. Saya itu sudah sering ke bali, biar giliran kalian lagilah yang jalan-jalan ke sana,” ujar pak Sekretaris menjelaskan.
Akhirnya mereka bisa menerima jika Adelio dan pak sekretaris tidak bisa bersama mereka. Sehingga Asmanto bisa memesan tiket mereka malam itu juga.
Malam itu bendahara sibuk membooking tiket pulang pergi untuk mereka via Traveloka. Berangkatnya besok dan pulang satu hari sebelum pengumuman Mahkamah Konstitusi. Hanya Adelio dan sekretaris saja yang tidak berangkat.
“Mengapa tidak mau ikut, pak Ketua?” tanya sekretaris ketika keduanya sudah keluar dari ruangan bendahara.
“Manalah enak, Bapak. Belum ada keputusan dari Mahkamah Konstitusi tentang siapa yang menang ataupun kalah antar kedua pasangan itu nantinya. Masa kita lalu senang-senang berlibur,” jawab Adelio menjelaskannya agak panjang lebar.