Integritas Penyelenggara Pemilu

Yovinus
Chapter #48

48-Saran Kasubag Umum

Seperti kebiasaannya selama ini, pagi itu juga Adelio sudah ada di kantor pada pukul 6.30 pagi. Karena jam kantor masuknya pukul 7.00. Belum ada kawannya yang datang. Mereka biasanya pukul 9.00 pagi baru datang ke kantor. Bahkan ada yang masuk pada pukul 14.00 sore tetapi pulangnya pada pukul 09.00 malam.

“Sudah pulang dari Palu, Bapak?” tanya pak Tatang, kasubag umum mereka sambil melakukan absen elektronik setelah Adelio.

“Sudah, Bapak.”

“Kapan?”

“Tadi malam, Pak.”

“Pagi sekali Bapak datang, agak siang kan tidak apa-apa, Pak. Siapa tahu masih capek,” katanya sambil memainkan jari jemarinya.

Adelio suka sekali melihat caranya berbicara, karena sebagai seseorang yang berasal dari pulau Jawa asli, pak Tatang ini tata kramanya sangat bagus.

Semua kata-katanya diperhitungkan untuk tidak menyinggung orang lain, baik kosa kata yang di pilih maupun cara menyampaikannya. Mencerminkan identitas sebuah budaya yang sangat tinggi.

“Mana enak begitu, Bapak. Saya harus meng-SPJ-kan Uang Kehormatan yang saya terima,” jelas Adelio.

“Ini sebagai rasa terima kasih saya kepada Tuhan, diberikan rejeki menjadi komisioner KPU dengan uang kehormatan yang besar. Sehingga bisa menunjang hidup saya selama lima tahun. Sementara di luar sana banyak orang yang kesulitan makan.”

“Maaf, Bapak,” ujarnya dengan sangat hati-hati dan sopan. “Bukannya saya mengajari yang jelek. Saya hanya kasihan dengan Bapak,” serunya agak berbisik, karena beberapa anak honor sudah datang.

“Maksud, Bapak?” cerca Adelio agak penasaran juga.

“Uhm … Begini, Bapak!” katanya perlahan dengan agak berbisik, “absensi itukan bisa di atur di dalam laporan. Kawan-kawan Bapak itu laporannya absensinya selalu penuh semua itu, meskipun mereka datangnya sudah siang dan bahkan ada beberapa yang sering tidak masuk kantor.”

Adelio tercenung sebentar. “Oh, ya lah, Bapak. Terima kasih atas remindingnya,” tukas Adelio perlahan.

“Tapi saya sungguh tidak enak lho Pak,” lanjut Adelio. “Saya sangat berterima kasih atas perhatian Bapak kepada saya. Tapi saya tidak bisa membohongi hati nurani saya. Saya menyadari jika diri saya ini manusia yang sangat berdosa, Bapak. Jadi saya berusaha sedapat mungkin selalu mawas diri dan berkembang semakin baik setiap hari dalam hidup saya. Salah satunya dengan selalu masuk pagi dan absen dengan normal. Bukan absen dengan manipulasi,” jelas adelio agak panjang lebar.

“Tapi saya sungguh mohon maaf, ya Pak. Bukannya saya mengajari. Saya hanya kasihan melihat Bapak. Sungguh!” tukas Pak Tatang lagi dengan gaya Solo yang halus dan telapak tangan dirapatkan seperti orang meminta maaf.

“Tidak apa apa, Pak. Terima kasih ada perhatian dengan saya. Juga saya sadar jika kawan-kawan itu suka terlambat, tapi menurut hemat saya itu adalah tanggung jawab moral mereka masing-masing. Dan bukan kewenangan saya untuk menghakimi mereka,” kata Adelio penuh rasa haru atas perhatian pak Tatang.

“Baik, Bapak. Saya permisi dulu. Maaf,” ujar pak Tatang sambil dia berlalu ke dalam ruangannya.

 

Rupanya mereka diam-diam memperhatikan jam masuk kerja kami. Renung Adelio sambil memasuki ruang kerjanya.

 

Adelio membersihkan ruangannya dari debu dan sarang laba-laba. Sambil membayangkan Irabelle.

 

Kamu belum masuk kantor, Sayang? Aku rindu ingin melihat wajah cantikmu.

Lihat selengkapnya