Integritas Penyelenggara Pemilu

Yovinus
Chapter #54

54-Konsekuensi Di Pecat Sebagai Ketua

Setelah kedua orang anggota di pecat maka sesuai mekanisme, digantilah para anggota KPU pecatan itu dengan memilih salah dua dari sisa lima orang berikutnya. Hal itu dilakukan dengan melihat daftar lima orang dari daftar tunggu berikutnya dalam kelompok sepuluh besar sewaktu tes kemarin.

Tetapi lucunya, tiba-tiba datang tanggapan masyarakat bahwa empat dari lima orang itu ternyata pernah menjadi anggota partai politik dan belum lewat lima tahun masanya. Sementara sesuai aturan hal ini tidak dibolehkan.

Hanya tersisa satu saja yang tidak bermasalah, tetapi dia tidak mau lagi menjadi anggota KPU karena sudah menjadi direktur sebuah perusahaan swasta yang bonafid dengan gaji jauh lebih besar serta fasilitas yang terjamin. Selain itu juga, dia bisa mengatur agar semua kebutuhan perusahaan itu disuplai melalui toko miliknya. Jadi penghasilannya bisa berpuluh-puluh kali lebih besar dari gaji resminya.

Sehingga terpaksa KPU Provinsi merekrut kembali dengan menelusuri para anggota yang masuk dalam peringkat 20 besar. Dua minggu kemudian semuanya sudah selesai dan dua orang anggota baru akan segera dilantik.

Mereka semua dipanggil ke Provinsi untuk menghadiri pelantikan kedua anggota baru ini. Lucunya, salah seorang anggota yang baru ini lulus karena ada rekomendasi dari lembaga pengawas korupsi di kabupaten.

Acara pelantikannya terlaksana dengan keadaan sederhana. Berlangsung hanya beberapa jam saja. Setelah itu saling bersalaman dan kemudian mereka semua diundang untuk makan oleh dua anggota KPU yang baru Itu di sebuah restoran Sea Food di jalan Gajahmada.

 

***

 

“Silakan duduk, Bapak!” ujar ketua KPU Provinsi ketika Adelio sudah memasuki ruangannya.

“Kapan pulang ke kabupaten?”

“Malam ini, Bapak. Tadi saya sudah booking tiket bis.”

Ketua KPU memandang Adelio dengan penuh perhatian. Rasanya tidak mungkinlah Adelio ini sebagai orang yang tidak benar. Itu terlihat dari tata kramanya yang tinggi, perkataannya yang lemah lembut serta wajahnya yang sangat tenang. Tadi saja dia belum duduk sebelum di persilakan.

 

Tapi, entahlah. Dalam hati orang siapa yang tahu.

 

“Apakah kamu bisa menerima keputusan DKPP itu?” tanyanya memastikan.

“Tidak masalah, Bapak. Saya terima.”

“Apakah benar kamu bersalah sesuai tuduhan itu dan sesuai keputusan oleh DKPP?’

“Maaf, bapak. Apakah saya perlu menjawab itu?”

“Sebenarnya tidak perlu. Tetapi terus terang saja, saya pribadi tidak yakin kamu melakukan kesalahan itu. Hingga hal ini antar kita berdua saja. Sungguh, off the record,” ujarnya perlahan untuk meyakinkan Adelio akan kerahasiaan percakapan mereka.

Lihat selengkapnya