Sebagai orang yang selalu haus dengan pendidikan, maka Adelio pun tidak lupa melanjutkan pendidikannya. Dia meneruskan kuliahnya dengan mengambil S2, sehingga harapannya begitu selesai dari KPU maka dia pun bisa dengan leluasa mencari atau membuat kerja untuk dirinya sendiri.
Adelio sudah dari jam 8.00 WIB pagi tadi menunggu dosen pembimbingnya. Sekarang pukul 16.00 WIB, belum juga keluar dari ruangan yang terakhir ini. Adelio baru melihatnya setelah berkeliling ruangan yang jumlahnya ratusan di ruang kuliah S1 FKIP Universitas Tanjungpura itu.
Artinya secara keseluruhan sudah 7 jam dia berkutat di kampus menunggu dosen pembimbingnya di sini. Dikirimi pesan WA tidak dibalas. Di telpon tidak diangkat. Begitu teruslah selama tiga minggu ini.
Tapi Adelio tetap berusaha bersabar. Dia tidak boleh terpengaruh emosi. Karena ini adalah masa kritisnya. Jika semester ini tidak selesai, maka gagallah dia. Padahal dia sudah membuang waktu, tenaga, dan biaya yang begitu banyak untuk mengambil gelar masternya ini.
Di luar sana sering dia mendengar ada mahasiswa yang membunuh dosennya, ada juga yang sampai gantung diri. Tetapi bagi Adelio, hal-hal itu adalah gila, pendek sabar, dan egois yang dilakukan baik oleh dosennya maupun mahasiswanya. Padahal baik dosen maupun mahasiswa itu adalah orang-orang yang intelektual. Kok bisa berpendek pikir dan pendek sabar seperti itu.
Sebenarnya Adelio sudah seminar tentang judul dan topik yang di kajinya itu semester lalu dan judul itu sudah di terima. Tapi perkembangan penyusunan tesisnya lamban sekali karena kesibukannya di KPU, selain itu juga karena dia mendapatkan dosen pembimbing yang sangat sibuk.
Yang satunya kerjanya keliling dunia saja, sebentar ke Singapura, sebentar di Thailand, sebentar di Philipina, sebentar di Abu Dhabi, sebentar di London, sebentar di Australia.
Sementara yang satunya sangat hemat bicara, di kirimi pesan WA, hanya di baca saja tetapi tidak dibalas. Beberapa kali di telpon, tidak pernah diangkat. Keduanya sama sama lamban progressnya.
Tetapi syukurlah, sekarang kesibukannya tidak banyak. Dia bebas sekarang. Yang membuat Adelio bebas sekarang adalah karena dia dan kawan-kawannya sudah purna tugas di KPU. Kalau kemarin, selalu sibuk sehingga betul-betul tidak punya waktu untuk menyelesaikan tesisnya.
Adelio ingat, betapa beberapa puluh kali dia naik sepeda motor menempuh jarak sejauh 400 kilometer untuk mengikuti kuliah S2 nya ini. Menembus panas, hujan, angin dan badai serta petir yang sangat menakutkan. Belum rasa lelah dan dan ngantuk dalam menantang bahaya dijalanan. Di tambah lagi kondisi jalan yang berlobang, berbatu, licin dan tidak aman.
Jadi dia betul-betul harus menyabarkan dirinya menghadapi dosen pembimbingnya yang sejenis mahluk yang tidak terlalu perduli ini. Mereka tidak tahu kesulitannya, karena mereka hidup dikota, sehingga tidak pernah ada kesulitan seperti yang dialami oleh Adelio dalam kamus hidup mereka.
Aku harus sabar. Sabar. Sabar. Sabar. Yang penting selesai. Selesai. Selesai. Jangan sampai sia-sia. Jangan sampai sia-sia.
Itulah yang selalu didengungkan secara berulang-ulang oleh Adelio di dalam hatinya, sehingga dia selalu mampu bersabar menghadapi segala keadaan dan tantangan dalam menyelesaikan studinya.
Pukul 16. 45’
Adelio melihat dosen pembimbing utamanya itu baru keluar dari ruangan perkuliahan. Dia lihat beberapa mahasiswa langsung menerobos dan mengekori ibu itu ke dalam ruangan dosen.
Padahal Adelio tahu pasti jika mereka baru datang siangnya, sementara Adelio sejak dari pagi menunggu di kampus. Tapi begitulah manusia, jangankan orang yang tidak terdidik, mahasiswa S2 yang boleh dikatakan sudah well educated saja tingkah polahnya masih seperti ini. Tidak patuh dengan aturan antri, maunya dia sendiri yang harus duluan.
Adelio menyusul paling belakang, bagaimana pun dia harus menjaga kehormatan dan privacy ibu dosen yang bersangkutan. Pasti dia sudah lelah memberikan perkuliahan dari pagi. Yang penting tadi dia sudah tersenyum dengan Adelio, artinya dia tahu akan kehadirannya.
Masalah-masalah yang membuat kesal berusaha diminimalisirnya dengan cara memakluminya saja. Inilah Indonseia, negeri +62 yang masih belum maju dan disiplin, bahkan untuk persoalan antri saja belum bisa dipahami.
Setelah semua mahasiswa tadi selesai berurusan dengan Ibu Dosen, Adelio memberi kode dari jauh dengan menunjuk dadanya. Ibu dosen itu melambaikan tangannya menyuruh datang.
“Good afternoon, Madame.”
“Good afternoon. How is everything?”
“Sorry, Ma’am. I know that you are tired, but I have to proceed to the closed exam immediately.”
“It’s Okay. So, where is your thesis?”
“Here it is!” ujar Adelio sambil menyerahkan tesisnya yang sudah direvisi dan tesis yang di corat-coret oleh pembimbingnya ini beberapa bulan yang lalu.
Setelah membuka dan membolak-balik tesisnya itu, dosen pembimbingnya ini menanda tangani persetujuannya. Setelah itu Adelio mencari dosen pembimbing keduanya yang khusus menangani masalah tata cara penulisan tesisnya.
Di dosen pembimbing kedua ini, ada beberapa catatan revisi, seperti tata cara penulisan table dan teknis penomorannya serta konsistensi penomoran bab dan sub-babnya. Tetapi tetap ditanda-tanganinya, dengan catatan saran perbaikan itu harus segera dilakukan.
Setelah semuanya kelar, Adelio pulang ke hotel tempatnya menginap dan sebelumnya membeli ayam goreng dada kesukaannya bersama daun ubi kuah rendang. Untuk Irabelle di beli dada ayam goreng dan cah kangkung.
Mereka berdua menginap di hotel 95, tetapi berbeda kamar. Karena keduanya belum menikah. Sesampai di hotel, mereka berdua makan. Setelah bercengkerama sebentar, Irabelle kembali ke kamarnya.