Selasa malam Irabelle menemani Adelio sampai jam sembilan malam, setelah itu dia pindah ke kamarnya dan tidur. Sementara Adelio sampai pukul 11.00 malam masih membaca dan membuat catatan.
Pukul 10.00 sebenarnya dia meminium CTM, dengan harapan bisa segera tidur. Alarm di HP nya sudah distel aktif pada pukul 4 subuh. Dia sudah sepakat dengan Irabelle untuk berangkat duluan dan Irabelle menyusulnya besok pagi sekitar pukul 9 saja, karena dia akan berangkat pada pukul 5 subuh, agar tidak terlambat ujian. Lebih baik dia menunggu di sana.
Tetapi malangnya, sampai pukul 3 dini hari, Adelio tetap tidak bisa tidur. Akhirnya dia memasak air dengan teko listrik yang disediakan oleh hotel dan menyeduh kopinya saja, lalu meneruskan belajar. Begitu waktu menunjukan pukul 5 pagi, dia segera mandi, berpakaian dengan stelan celana biru tua dan baju putih. Dasi dan jasnya dimasukan saja ke dalam tas. Memesan taksi online dan berangkat ke kampus.
Di kampus masih belum ada orang yang datang, hanya pegawai kebersihannya saja yang tampaknya memang tidur di situ. Adelio melempar senyum ramah kepadanya.
“Pagi sekali, Pak?” sapanya ketika melihat Adelio tersenyum ramah.
“Mau ujian pukul 7 nanti, takut terlambat.”
“Ooh.”
Adelio segera menuju meja yang disiapkan untuk duduk-duduk mahasiswa di kampus. Meletakan perlengkapannya yang cukup berat, Lalu dia mengenakan dasi dan jasnya di situ. Kemudian membuka smartphone Androidnya. Mengetik pesan.
Selamat pagi Bapak dan Ibu dosen pembimbing dan penguji. Saya sadar akan kesibukan Bapak dan Ibu. Hanya sekedar mengingatkan, ujian Tesis saya pagi ini adalah pukul 07.00 WIB. Mohon maaf atas gangguan pesan WA saya ini.
Setelah itu gawainya dimasukan kembali ke dalam saku baju.
Seseorang membawa banyak barang-barang di dalam kantung plastik datang mendekati Adelio.
Pasti catering untuk ujian.
“Ruangan sidang 04 yang mana, Pak?” tanyanya.
“Di sana itu,” ujar Adelio sambil menunjukan arahnya. “Eh, omong-omong, untuk siapa?”
“Ini untuk empat orang, Pak. Satu untuk Friskila, satu untuk Firmansyah, satu untuk Adelio, dan satu untuk Hamid!” jelasnya.
“Oh. Untuk Adelio yang mana?” tanya Adelio.
Sekarang yang sedang ujian bersama dengan dirinya adalah Hamid Dharmadi dan Firmansyah, tetapi ruangannya berbeda saja. Sementara kawan-kawan mereka yang lainnya seperti Deny Saputra, Jono, Agnes, Ridlo, Sari dan lainnya sudah beberapa semester lebih dulu selesai dari mereka semuanya dan masa kuliah mereka itu normal saja.
“Yang ini, Pak!” katanya setelah memilah-milah kantong-kantong plastik itu. “Ini baru nasinya, Bapak. Minuman, buah-buahan dan kue-kue masih di mobil. Sebentar di ambilkan,” sambungnya lagi.
“Bisa tolong antarkan ke sana?” tanya Adelio lagi karena melihat jumlah barangnya lumayan banyak juga.
“Bisa Pak,” sahut orang yang membawanya itu tanpa ragu. Sungguh sebuah pelayanan yang memuaskan pelanggan memang.
“Ayo, kita sama-sama ke sana!” ajak Adelio lagi. Keduanya lalu berjalan beriringan. Sesampai di ruangan 04 itu, rupanya ruangan ujian itu sudah dibuka oleh petugasnya. Adelio kemudian segera mengambil bagiannya dan meletakannya di samping tumpukan barang-barangnya.
Smartphone Android di saku Adelio bergetar. Ada pesan WA masuk.
Saudara Adelio. Tolong kamu ingatkan pembimbing kedua untuk datang, ya. Saya tidak bisa hadir, karena ada kegiatan yang tidak bisa ditinggalkan. Pesan WA pembimbing pertamanya.
Oh my God, mati aku.