Pandemi Covid-19 yang pertama kali berjangkit di China, menyebar dengan cepat ke seluruh dunia.
Dari kota Wuhan ibu kota provinsi Hubei, China, sudah menyebar ke India, Italia, Amerika Serikat, Iran, Arab Saudi dan termasuk juga ke Indonesia. Negeri +62 yang awalnya terkenal kebal karena belum ada laporan warganya yang terkena infeksi, akhirnya rontok juga.
Sebagai warga dunia dan khususnya +62, Adelio dan Irabelle terpengaruh juga dengan merebaknya virus ini. Sehingga mereka menerapkan semua protokol kesehatan dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Sudah beberapa kali Adelio gagal di wisuda. Pertama karena persoalan masa studi. Dia harus menunggu klarifikasi dari pusat, apakah masih bisa ikut wisuda atau tidak pada periode berikutnya.
Kedua masalah akreditasi kampus yang belum kelar. Karena masa berlaku akreditasi itu adalah hanya untuk lima tahun, sekarang masa itu sudah lewat satu bulan tetapi tim dari pusat belum ada yang on site visiting.
Yang ketiga ini hampir juga tidak diwisuda karena persoalan pandemi Covid-19, karena penyebaran virus ini semakin marak di Indonesia dan sudah memprihatinkan, meskipun khusus wilayah mereka belum ada satu pun yang terdeteksi sebagai orang yang terinfeksi.
Persoalan studi ini yang memang agak rumit, karena sekarang masa cuti studi itu tidak di potong tetapi tetap dihitung sebagai masa studi. Padahal sewaktu di S1 dulu, masa cuti itu tidak dihitung sebagai masa studi dan UKT juga tidak dibayar.
Sekarang aturannya lain, masa cuti tetap dihitung sebagai masa studi hanya tidak membayar UKT saja. Bahkan konon katanya baru-baru ini sudah ada wacana untuk kedepannya, yaitu pada masa cuti pun tetap membayar UKT hanya saja tidak mengambil mata kuliah.
Akhirnya Rektor Universitas mengambil suatu kebijakan, wisuda boleh tetap dilaksanakan tetapi dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat dalam menghadapi pandemi virus Corona, dengan alasan belum ada orang terjangkit penyakit itu di Kalimantan Barat.
Dengan persyaratan yang boleh menghadiri wisuda untuk satu orang wisudawan itu hanya satu orang saja, terserah itu siapa. Tetapi dengan tetap ketat melaksanakan protokol kesehatan, seperti memakai masker, jaga jarak, selalu cuci tangan dan membawa sanitizer.
Pelaksanaan wisuda memang cukup melelahkan. Ada dua acara besar selama empat hari berturut-turut. Yang pertama itu acara yang dilaksanakan oleh Fakultas, yaitu Yudisium yang di dahului dengan gladi bersih sehari sebelumnya di Hotel Kapuas Palace.
Yang kedua, adalah acara wisuda di Auditotium Untan, juga sehari sebelumnya didahului dengan gladi bersih juga. Irabelle tidak ikut pada saat gladi bersih, baik sewaktu di fakultas maupun di Auditorium. Dia hanya ikut ketika acara resmi Yudisum dan Wisuda saja.
Tidak ada acara yang baru selama pelaksanaan wisuda, semuanya seremonial seperti biasa. Hanya ada dua peristiwa saja yang menjadi catatan selama wisuda, yaitu ada seorang mahasiswi bernama Theresa Wardhany, asal Singkawang, anak FKIP yang mengambil dua jurusan sekaligus, yaitu S1 bahasa Inggris dan S1 bahasa Mandarin.
Dia bisa menyelesaikan kuliahnya di kedua jurusan itu hanya berselang waktu satu semester saja dan di kedua jurusan itu dia menorehkan IPK 4.00. Ujiannya pun berhasil ditorehkan dengan peringkat Cum Laude.
Yang kedua adalah ada seorang mahasiswi Jurusan Bimbingan Konseling di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, bernama Marselina Julita yang meninggal dunia sebelum sempat mengikuti wisuda. Sehingga yang mewakili menerima ijasah sarjananya adalah Ibunya.
“Selamat, ya Sayangku. Sekarang Abang sudah resmi bergelar Magister,” ujar Irabelle sambil menjabat tangan suaminya. Adelio membalas jabatan tangan isterinya dan meremasnya mesra.
“Sekarang ini gelar Magister itu bukan ada apa-apanya, sayangku,” desis Adelio perlahan. “Orang bergelar Magister sudah ada di mana-mana.”
“Saya melihat gelar Magister yang Abang raih itu sangatlah berbeda. Itu adalah hasil sebuah kerja keras. Saya melihat Abang dua minggu sekali turun menggunakan sepeda motor menempuh jarak 400-an kilometer hanya untuk pergi kuliah. Saya juga melihat betapa seriusnya Abang mempersiapkan diri sewaktu ujian akhir pada waktu itu, bahkan Abang tidak tidur pada malam hari menjelang ujian besoknya.”
“Terima kasih atas apresiasinya, isteriku.”
“Memang banyak yang bergelar Magister bahkan Doktor sekalipun, tetapi yang saya lihat itu tanpa ada dengar mereka kuliah tiba-tiba sudah petantang petenteng dengan gelarnya S2 atau S3-nya.”
“Sudahlah, isteriku. Itu urusan mereka sendiri, ayo kita berkemas,” bisik Adelio, karena sepertinya ada orang yang menguping pembicaraan mereka.
Adelio lalu mengajak Irabelle ke arah tepi Auditorium yang agak sepi. Membuka toga dan semua perangkatnya. Tertinggal baju putih berlengan panjang saja. Toga dan topi serta pernak-perniknya dimasukan kedalam tas yang dibawa Irabelle.
“Lapar?” tanya Adelio sambil menatap isterinya.