“Bro. Bro. Brother Adytia… Bangun. Pesawat kita terbang pertama tuh,” Seru Adelio membangunkan kawannya yang masih tidur dengan cara memanggilnya perlahan.
Kawannya menggeliat. Membuka matanya dan memandang Adelio. “Pukul berapa ini, Bro?”
“Sudah pukul 04.46”
“Aaahhh ... Masih subuh Bro,” sahutnya lalu meneruskan baringnya sambil menarik selimutnya.
“Eh Kawan. Kita penerbangan pagi yang pertama, tuh. Nanti terlambat,” desis Adelio lagi mengingatkan kawannya.
“Aduh. Kok jadi malas benar rasanya ya,” kata kawannya sambil menggeliatkan tubuhnya.
“Ndak kah kawan ini sudah jatuh cinta dengan gadis Bali. Jadi malas pulang ke Kalimantan,” goda Adelio.
“Ngaco.” Teriak kawannya. Sementara pikiran kawannya ini melayang ke seorang gadis yang kemarin sempat tukaran nomor Handphone dengannya. Kawan Adelio ini orangnya berkulit hitam, tetapi bertubuh cukup tinggi dan sebenarnya wajahnya ganteng. Jadi jika ada gadis yang tertarik padanya, itu adalah hal yang wajar.
“Nah, melamunkan. Pasti ada tuh…,” seloroh Adelio lagi.
“Kamu pun pasti adakan? Ku lihat brother kemarin sibuk berbincang dengan seorang gadis yang tinggi semampai. Sudahlah, ngaku saja. Kita kan sama laki-laki. Sudah biasa barang begitu,” balas kawannya membela diri.
Adelio hanya tersenyum. Baginya itu kemarin hanya berbasa basi dan beramah tamah dengan pemilik rumah. Tidak lebih. Dan dia tidak setuju kalau semua laki-laki itu begitu. Jangan mengepaskan bajumu pada orang lain, gumamnya dalam hati.
“Aku sudah mandi nih. Kawan mandi, ndak?” tanya Adelio lagi ketika melihat kawannya tidak ada gerakan untuk segera mandi.
“Ndak, aah. Dingin,” sahutnya sambil menggigilkan tubuhnya. “Brrruuuu...”
“Artinya kamu akan mandi besok pagi di Rotan,” tukas Adelio.
“Lho. Kok bisa?”
“Ya. Kita dari sini kan langsung terbang ke Kalimantan, hanya transit sebentar di Soerkarno-Hatta Jakarta. Dari situ langsung terbang ke Pontianak. Kita tidak tahu bagaimana di dalam perjalanan. Belum diperhitungkan lagi dengan delaynya pesawat. Yang pasti sesampainya di Pontianak, malamnya kita langsung naik bis ke kabupaten. Nah, kan artinya mandinya besok paginya di kabupaten.”
“Oh ya. Ya. Okay deh, aku mandi dulu,” serunya bderubah pikiran sambil menuju ke kamar mandi. Kelihatan dia khawatir juga jika harus mandi besok paginya.
Adelio hanya tersenyum-senyum saja. Memang banyak dia melihat kawan-kawannya yang selalu mengatakan dingin dan selalu bermalas-malasan ketika berada di hotel.
Satu jam sebelum keberangkatan pesawat, keduanya sudah tiba di Bandara I Gusti Ngurah Rai. Setelah memasuki lantai dasar dan melaporkan diri serta diperiksa tiket dan boarding pass-nya, keduanya naik lagi ke lantai dua. Karena ruang tunggu departure domestiknya ada di sana.
Jarak udara Denpasar ke Jakarta adalah sekitar 1.000 km. Jarak sejauh itu mereka tempuh dengan penerbangan pesawat GIA, membutuhkan waktu sekitar 1.45 menit. Namun karena perbedaan waktu antara Bali yang termasuk ke Indonesia bagian Tengah dan ke Jakarta yang termasuk Indonesia bagian Barat, maka waktunya berubah dengan selisih satu jam.
Jika seharusnya mereka akan tiba di Cengkareng pada pukul 8.45 sesuai waktu Bali, maka ternyata mereka sampai pikul 9.45, karena selisih waktu satu jam itu.
***
Waktu sudah menunjukan pukul 13.20 siang. Adelio merasa sangat lapar. Tetapi dia tidak berani makan di bandara ini, karena harga barang makanan di sini adalah harga Bandara. Sesuatu yang menurut Adelio adalah pemerasan.
Mereka sudah check in pagi tadi dan sekarang sedang menunggu kedatangan pesawat yang akan membawa mereka ke Pontianak. Karena sewaktu memesan tiket via Traveloka kemarin pesawat Garuda penuh, maka mereka memilih transit menggunakan armada yang lainnya. Memang armada ini terkenal dengan delaynya.