Integritas Penyelenggara Pemilu

Yovinus
Chapter #13

13-Membeli Mobil 4 x 4

“Ya sudahlah, Mam. Masalah itu tidak perlu di kenang lagi. Sewaktu kita pacaran juga Mama sudah tidak perawan lagi kok. Yang penting sekarang hidup kita sudah berkecukupan. Kita sama-sama bertobat,” tukas suaminya dengan tenang.

Tetapi dalam hatinya sambil membayangkan jika beberapa minggu yang lalu dia beberapa kali membuat beberapa anak SMA mengerang nikmat di kamar hotel ketika mengikuti beberapa kegiatan di Jakarta.

“Ya deh Pa,” sahut isterinya sambil teringat berondong yang selalu membuatnya dirinya berteriak-teriak puas ketika suaminya sedang tugas ke luar daerah.

Hal itu terjadi, karena biasanya pasangan itu kurang lebih kelakuannya. Sangat jarang ada yang baik sama baik, tetapi lebih banyak jahat dengan baik atau jahat sama jahat.

“Eh, kelebihan empat puluh juta ini untuk apa, Pa?” tanya isterinya heran melihat suaminya membuat cek 1,8 miliar dan 40 juta rupiah.

“Oh, itu untuk THR para pemimpin umat, Mam.”

“Memangnya ada kewajiban memberikan mereka THR, Pa?”

“Ndak sih. Itu inisiatif saya saja. Mereka kan perlu juga menikmati hari raya dengan tidak kekurangan kue.”

“Ooh. Tapi untuk para pemimpin umat lain, tidak ada Pa?”

“Itu kan bukan urusan kita, Mam. Lagi pula para pemimpin umat lain kan tidak punya anak isteri, Mam.” Sahut suaminya sambil tertawa.

Kedua suami isteri itu tertawa-tawa. Bahkan mereka mentertawakan segala hal yang mereka perbincangkan. Hidup keduanya serba berkecukupan. Di tabungan ada uang 800-an miliar rupiah. Dari sebelum mereka menikah, suaminya sudah banyak duit. Bahkan ketika masuk untuk menjadi pegawai negeri, kata suaminya dia dulunya harus merogoh kocek sekitar 400-an juta pada waktu itu.

Sebelum suaminya menjadi pegawai negeri, Alvaro dulu adalah berprofesi sebagai Humas di sebuah perusahaan kayu untuk plywood. Ketika itu, masih ramai-ramainya pekerjaan kelompok tani perkayuan. Kebetulan perusahaan tempat Alvaro bekerja juga mengambil peluang ini. Ada ratusan kelompok tani dengan areal ribuan hektar di sekitar perusahaan mereka yang menjadi binaan mereka.

Pada waktu itu, setiap kelompok tani itu harus melakukan Timber Cruising agar kayu di lahannya itu bisa di kelola oleh perusahaan. Tetapi biaya Cruisingnya ini sangat mahal untuk para pemilik kelompok tani itu, karena melibatkan orang dari kementerian kehutanan. Karena untuk satu satu areal saja, perlu dana lebih 8 jutaan rupiah pada waktu itu.

Nah, di sinilah kecerdasan dan naluri bisnis Alvaro berfungsi dengan baik. Dia menawarkan bantuan dana Cruising ini kepada para pemilik kelompok tani itu, dengan syarat dia mendapatkan Fee sebesar 20 ribu rupiah untuk satu meter kubik kayu produksi. Padahal itu sebenarnya uang perusahaan, bukan uang pribadi dirinya.

Karena tidak punya duit, para kelompok tani itu tidak punya pilihan lain. Karena memang di kelola oleh perusahaan, maka para pemilik kelompok tani itu tidak bisa menipu Alvaro. Setiap ada hasil produksi maka selalu di kontrol keta oleh Alvaro, apa lagi proses produksinya memakai kendaraan perusahaan tempatnya bekerja. Sehingga dari bisnis ini saja Alvaro mampu mengisi pundi-pundi uangnya sampai melebihi 20 miliar rupiah.

Kebetulan tempatnya menabung itu adalah di bank Mandiri, di mana mantan pacarnya ini bekerja di sana. Karena seringnya Alvaro ke bank Mandiri, maka hubungan mereka semakin akrab. Sehingga akhirnya mereka menikah dan isterinya mengundurkan diri dari bank Mandiri dan sekarang menjadi seorang ibu rumah tangga biasa, yang berbisnis Tupper Ware sambil mengurusi buah hati mereka.

Lihat selengkapnya