Adelio sedang membersihkan meja kerjanya pada pagi hari itu, ketika telpon WhattsApp nya bergetar. Nomor tidak dikenal. Adelio tetap mengangkatnya.
“Ya, Hallo.”
“Hallo. Apakah dengan Bapak Adelio, ketua KPU Kabupaten Rotan?” terdengar suara seorang wanita di seberang sana.
“Ya, Ibu. Saya sendiri. Apa yang bisa dibantu, Ibu?”
“Ini Bapak. Saya salah seorang caleg dari partai Kalang Kabut. Saya ada nitip uang lima juta rupiah untuk Bapak. Saya titip ke anak buah Bapak di kantor, karena kebetulan dia itu adalah tetangga saya. Untuk anggota yang lainnya sudah saya berikan, hanya untuk Bapak yang belum.”
“Wah, maaf Ibu. Itu tidak boleh.”
“Begini Bapak. Itu sengaja saya titip untuk uang pulsa Bapak. Agar Bapak menjaga suara untuk saya, jangan sampai berubah. Kalau nominal itu masih kurang, saya masih bisa tambah lagi.”
“Begini Ibu. Masalah suara pemilih untuk Ibu, itu kewajiban kami untuk menjaganya agar tidak ada yang berubah. Itu sudah tugas kami. Kami sudah digaji oleh negara untuk mengerjakannya. Jadi Ibu tidak perlu memberikan kami uang seperti itu. Nanti uangnya saya minta suruhan Bu itu kembalikan saja ya,” tukas Adelio mencoba menjelaskannya.
Lalu HP nya langsung dimatikan.
Bahaya seperti ini caranya. Kalau semua main uang, bagaimana integritas para anggota KPU dan kemurnian hasil Pemilu?
Pagi itu saja, ada belasan orang yang menelpon Adelio mengatakan jika dia dititipkan uang untuk mengamankan suara mereka. Ada yang tiga juta, ada yang lima juta, bahkan ada beberapa orang yang sepuluhan juta. Tapi semuanya diberi penjelasan olehnya bahwa mereka tidak perlu menitipkan uang. Karena mengamankan suara mereka adalah kewajiban KPU. Itu sudah menjadi tugas mereka.
“Tok.Tok.Tok,” terdengar ketukan perlahan di pintu.
“Masuk.”
Seseorang dengan wajah tidak asing masuk ke ruangan Adelio.
“Silakan duduk Munir,” kata Adelio. “Ada apa? Kok wajahnya serius sekali?” tanya Adelio ketika melihat wajah salah satu anak honor itu seperti takut-takut.
“Pak, ada titipan untuk Bapak, dari ibu caleg partai Kalang Kabut. Kebetulan dia tetangga saya.”
Adelio tersenyum ramah. “Munir,” katanya sambil tersenyum penuh kesabaran. “Kamu kembalikan saja uang itu, ya. Jelaskan kepada Ibu caleg dari partai kalang Kabut itu, dia tidak perlu menitipkan uang seperti itu. Anggota KPU itu harus berintegritas. Masalah suara itu memang sudah tanggung jawab kami untuk mengamankannya. Kami di gaji Negara untuk itu,” tukas Adelio tegas dan penuh keyakinan.
Sok suci, kamu saja yang begitu. Yang lainnya, itu mah, kurang.
“Baik, Pak.”
Setelah Munir keluar, sampai siang harinya beberapa staf berturut-turut dan bergantian masuk ke ruangannya seperti Jaka, Tariyadi, Kusmanto, Agusto, Nuraini, Alexandra, Terenani dan yang lainnya. Semuanya menyerahkan titipan para caleg,
“Pak, ini ada titipan 10 juta dari caleg partai Kakaen. Dia minta tolong untuk mengamankan suaranya nanti,” bisik Jaka.
“Pak, ini ada titipan uang pulsa 5 juta dari caleg partai Katebelece. Dia minta tolong untuk mengamankan suaranya nanti,” kata Tariyadi.
“Pak, ini ada titipan 6 juta dari caleg partai Radikali. Dia minta tolong untuk mengamankan suaranya nanti,” kata Kusmanto.