Integritas Penyelenggara Pemilu

Yovinus
Chapter #18

18-Murkanya Madava Kenan

Telpon whattsapp Adelio terus bergetar, sehingga membuat mejanya seperti berdenyut. Cepat-cepat dia melirik nya …

 

Nomor asing. Dari siapa ya?

 

Dengan buru-buru Adelio segera memungut Ponselnya dan menjawab.

“Hallo?”

“Ya, hallo. Dengan pak ketua, kah ini?”

“Ya. Saya sendiri.”

“Coba Bapak periksa nama saya di daftar calon yang akan ditempelkan di depan TPS itu. Ada kesalahan, Pak. Antara nama dan poto itu lain itu Pak,” terdengar suara yang dalam dan berat dari seberang sana.

Sepertinya sedang menahan kemarahan besar.

“Maaf, Bapak. Bapak calegkah?”

“Ya. Siapa lagi yang menelpon KPU kalau bukan peserta Pemilu…”

“Ya, Pak. Sory. Boleh tahu nama Bapak?”

“Dengar baik-baik. Nama saya adalah Dr. Drs. Madava Kenan, SH., M. Si." sergah sebuah suara dengan nada tinggi dari seberang. "Apa jelas?”

“Ya, Pak. Siap”

“Nah, nama dan poto saya tidak sinkron di daftar caleg yang akan ditempelkan di depan TPS itu, jelas?”

“Jelas, Bapak. Baik. Sebentar kami cek dulu ya. Mohon telponnya boleh dimatikan dulu, nanti kami telpon balik,” saran Adelio ramah.

“Tidak. Sekarang saja di periksa. Saya tunggu. HP ini tidak saya matikan,” terdengar suara keras dari seberang sana, suara orang yang sedang marah besar. "Saya lagi marah ini, tahu?"

“Baik, Bapak. Tunggu sebentar kalau begitu.”

“Ya. Cepat sedikit! Jangan letoy kayak bancik!”

Adelio meletakan HP nya diatas meja secara perlahan, lalu menuju rak dan mengambil beberapa arsip cetakan nama dan poto caleg yang kemarin diserahkan kepadanya. Dia menelusuri daftar itu dan mencari nama penelpon tadi dan memang ada kesalahan. Antara namanya dan potonya. Sepertinya tertukar.

 

Padahal kemarin sudah diperiksa secara seksama sebelum naik cetak.

 

Segera dia mengambil HPnya.

“Hallo, Bapak?”

“Ya, Hallo? Bagaimana?”

“Betul, Pak. Ada kesalahan.”

“Nah, kan. Jadi apa kerja kalian di situ. Makan gaji buta saja kalian. Makan taik saja kalian itu,” teriaknya marah.

Bawaannya emosional sekali, sepertinya darah tinggi nya lagi kumat kayaknya.

“Sabar Bapak. Akan segera kami perbaiki.”

“Sabar subur sabar subur. Pokoknya dengar ya. Saya mau gambar saya itu segera diperbaiki. Titik. Kamu dengar, Babi. Kalau tidak, saya bunuh kamu,” ancamnya keras.

Gawat, kalau perkumpulan babi se-kabupaten demo, baru tahu dia, kata Adelio dalam hatinya sambil senyum sendiri.

“Ya, Bapak. Jangan khawatir. Segera kami tindak lanjuti,” sahut Adelio tetap menjawab dengan sabar dan santun menghadapi kontestan yang sedang naik spaning seperti ini.

“Baik. Tapi ingat, jangan coba-coba menipu saya ya,” katanya dengan nada yang masih tinggi. Lalu telponnya sudah dimatikan dan dihempas tanpa basa-basi.

Lihat selengkapnya