“Wah, Bapak ini ingatannya memang masih kuat, ya?” sanjung Adelio lagi.
Orangtua itu tersenyum sendiri.
Dia semakin lupa diri.
“Cuma ada hal yang perlu diperhatikan Bapak,” ujar Adelio sengaja memberikan jeda pada penjelasannya.
“Jaman itukan, surat suara itu memang menumpuk, karena pemilihnya banyak. Sehingga kalau menunggu besok semua, tentu akan buru-buru.”
“Ya, Betul. Itu betul sekali Nak,” tukasnya membenarkan Adelio.
“Nah, sekarang aturannya kan sudah berubah Bapak,” lanjut Adelio sengaja memberikan penekanan.
“Iyakah, Nak?”
“Betul, Bapak. Yang pertama, karena jumlah pemilih di setiap TPS sekarang sudah lebih sedikit, sehingga menanda tangani surat suara itu tidak akan terlalu menyita waktu.”
“Ooohh.”
“Yang kedua, sekarang kotak surat suara memang tidak boleh dibuka sebelum hari H nya. Itu pun kalau di buka terlebih dahulu harus mengikuti beberapa acara seremonial sesuai aturan yang baru,” kata Adelio mengakhiri penjelasannya.
“Oh, kalau begitu saya paham sekarang. Inilah mereka ini, tidak kasik tahu saya …,” gumamnya entah menyalahkan siapa.
“Tidak apa-apa, Bapak. Kami tahu ini hanya sebuah kesalah-pahaman saja. Makanya kami sudah membawa penggantinya,” tukas Adelio.
“Tuh,” tutur Adelio sambil menunjukan sebuah tempat surat suara pengganti yang telah mereka bawa.
“Oh yalah, silakan diganti saja!” tukasnya dengan nada yang sudah jauh lebih adem.
“Saya benar-benar kagum dengan Bapak. Sudah umur segini, masih aktif saja menjadi penyelenggara. Jarang-jarang orang mampu, Bapak. Bapak harus bersyukur, di umur segini masih sangat sehat,” ujar Adelio lagi menyanjungnya, sehingga membuat hidungnya bisa dilewati pesawat terbang saking bangganya.
“Itulah, Nak!” sahutnya dengan nada bangga. “Eh, mana kopi dan kue nih. Kok ndak dihidangkan dari tadi?” tukasnya sambil memandang kepada orang-orang di rumahnya.
Orang rumahnya pun segera bergerak untuk menghidangkan kopi dan kue-kue. Padahal tadi jelas Adelio melihat semua wajah mereka pada tegang semuanya.
Suasana pun akhirnya cair. Mereka makan kue dan minum kopi sambil tertawa-tawa. Sekarang semuanya berinteraksi dalam keadaan penuh persahabatan.
Adelio meminta ketua PPS Tanjung Tuak untuk segera menghitung kembali surat suara yang di buka itu, membuat catatannya, lalu dimasukan ke dalam bungkusan plastik untuk dibawa pulang dan dimusnahkan nantinya. Lalu dibuatkan berita acara serah terima dan dokumentasinya.
Setelah itu Adelio pun meminta ketua dan anggota PPS-nya untuk memasukan surat suara yang mereka bawa. Lalu kotak suara itupun disegel kembali dan digembok.
“Nah, kotak suara ini saya percaya pada Bapak. Bapak sebenarnya orang jujur. Jadi ini nanti di buka pada hari H saja, Ya Pak?”