Tanpa terasa kelelakian Adelio mengeras dengan sendirinya. Irabelle pun bisa merasakannya, tetapi dia malah mempererat pelukannya dan membalas pelukan Adelio dengan lebih erat lagi.
Situasi sepi. Gelap. Dingin. Tidak ada kendaraan lewat. Hanya terdengar suara burung hantu yang tadi sempat membuat Irabelle ketakutan.
Irabelle mendesah. “Bang.”
“Ya, Sayang.”
“Jangan pernah tinggalkan aku ya. Aku pernah disakiti dan dikecewakan laki-laki!”
“Percayalah padaku,” desis Adelio di dekat telinganya.
Suasana yang dingin, pelukan yang ketat, suasana yang gelap gulita dan jauh dari hiruk pikuk kota, membuat keduanya merasa nyaman.
“Abang?’
“Ya?
“Apakah Abang tidak kepingin?” desis Irabelle perlahan.
“Maksudmu sayang?”
“Ini…” bisik Irabelle sambil menekan tubuhnya.
Adelio tercekat. Sebagai lelaki normal, tentu saja dia mau. Tapi itu zinah.
“Jangan!”
“Mengapa?”
“Kita belum menikah.”
“Tapi aku pasrah. Kalau abang kepingin, lakukanlah.”
“Kita menikah dulu.”
Ternyata dia memang lain dari yang lainnya
“Tapi aku sudah janda, Abang. Sudah biasa dengan hal begitu.”
“Kita tahan sayang, ya tunggu saat kita telah menikah?”
“Benar Abang mampu menahannya?”
“Sampai detik ini Abang tidak pernah berhubungan secara biologis dengan lawan jenis sayang. Abang selalu menjaga diri.”
Lelaki yang langka. Bakalan dapat perjaka nih
“Ajarkan aku menahan diri, sayang.”