Konspirasi Asa

Idzni Anissyahri
Chapter #1

INTENSI | s a t u

Alunan musik jazz mengalun dengan merdunya di sebuah kamar. Seorang gadis sedang duduk di kursi belajar kamar itu, mengamati sebuah buku catatan kecil yang berada di meja. Sejak kecil, ia memang menyukai genre musik jazz, sangat mendukung kegiatannya, terutama di saat ia sedang mencoba membuka pemikiran untuk mengubah dunia.

Mengubah dunia. Mungkin, kedengarannya  sangat mustahil. Tapi percayalah, bahwa ia sangat ingin sekali untuk mengubahnya dan membawanya ke peradaban baru tanpa mengikutsertakan kebodohan. Menegakkan keadilan dan keselarasan manusia tanpa memandang tingkat sosial.

Ia kembali membaca buku catatan yang berisi tentang perencanaan dunia itu. Mulai menulis dengan memikirkan permasalahan yang sekarang terjadi di dunia ini.

Abaya Elaksi Lakshya, nama gadis itu. Sesuai dengan arti namanya, gadis itu adalah wanita pemberani dalam mencapai tujuan, dengan sorot mata tajam yang ia miliki. Usianya baru menginjak enam belas tahun. Sangat muda jika memimpikan untuk mengubah dunia. Tetapi, bukankah semakin muda itu semakin bagus? Masih banyak waktu tersisa. Dan yang harus ia lakukan pertama kali adalah mengubah orang yang ada di sekitarnya.

"Kamu panggil aku?"

Pintu kamar terbuka, menampilkan sosok cantik yang seumuran dengan Abaya. Abaya mengangguk seraya tersenyum. Ia menarik gadis yang baru datang tadi, untuk segera duduk di atas tempat tidur.

Abaya membuka buku catatan yang berisi perencanaan dunia tadi, lalu memperlihatkan kepada sahabatnya, Minara Rajita. "Gimana?" tanyanya.

Wajah Mina mulai serius, membaca kata demi kata yang tertulis di buku itu. Setelahnya, dia menatap Abaya dengan lekat. "Ini sangat berisiko, Aya. Belum tentu apa yang kamu tulis ini bakal terwujud," ucapnya.

Abaya sangat mengerti itu. Bukan langkah yang mudah saat kita ingin mengubah dunia. Butuh pendirian yang kuat dan keberanian.

"Tapi, bisa dicoba, kan? Aku yakin, dengan permulaan orang kecil seperti kita, yang lain juga bakal ikutan." Abaya mencoba untuk meyakinkannya.

Mina mengangguk pelan. "Oke. Bakal kita coba," putusnya.

"Gimana sama keluarga kamu? Apa kamu juga mau mengubah lingkungan keluarga?" lanjutnya. 

Abaya menunduk. Mungkin Mina lupa dengan keadaan Abaya yang sekarang. Abaya tidak memiliki orang tua. Mereka meninggalkannya di panti asuhan. Tepat diusia delapan tahun, ia diadopsi. Tetapi, lagi, ia ditinggalkan kembali dan hanya dititipkan rumah dua kamar ini. Untuk keuangan, mereka masih mengirimkannya uang saku setiap bulannya.

"Eh, bukan itu maksudku." Mina meralat ucapannya tadi, menyadari perubahan wajah Abaya yang sendu. "Maksudku, kali aja kamu mau kasih tau rencana ini. Pasti mereka bangga sama pemikiran kamu."

Abaya menggeleng. "Kami sudah jarang komunikasi. Kalo iya, itu pun cuma menanyakan kabar setiap bulan, berbarengan dengan kasih tahu uang yang sudah dikirim."

Mina menatapnya sendu. Mengelus pundak Abaya dengan perlahan. "Udah, jangan sedih. Kan, aku ada di sini. Kamu juga punya ibu aku. Kami akan selalu menjaga kamu." Ia selalu menganggap Abaya sebagai saudarinya. Mereka sudah bersama sejak Abaya diadopsi. Rasa sayang sudah tertanam sejak saat itu, dan semakin erat sampai sekarang. Tidak ada yang mampu menggoyahkan persahabatan mereka.

Abaya tersentuh mendengar pernyataan Mina. Minara adalah orang yang baik. Begitu juga dengan keluarganya. Mereka selalu ada di saat Abaya sedih maupun senang. Terutama Ibu Mina, yang selalu berada paling depan saat orang lain berani mengganggu hidup Abaya.

"Oh, iya. Langkah pertama di sekolah, kan? Aku denger dari adik kelas, kalo di sekolah kita itu masih banyak yang menyalahgunakan tingkat senior. Mereka gila hormat. Kita gak diperbolehkan buat menatap kakak kelas. Bahkan, kalo ada yang gak mau nundukkan kepala ke senior, mereka bakal kena bully. Mungkin kedengarannya kayak drama. Sekarang jarang ada yang kayak gitu, mungkin orang juga gak bakal percaya kalo kita ceritain. Tapi, memang itu kenyataan yang terjadi di sekolah kita," jelas Mina.

Abaya mengangguk. Sekolahnya memang terkenal seperti itu. Para guru tidak terlalu memperhatikan keadaan siswanya. Mungkin karena, sekolahnya adalah sekolah buangan. Kasus pacaran di luar batas juga sedang merajalela. Ini sering terjadi, karena banyaknya jam pelajaran yang kosong.

"Gimana caranya? Pasti bakal susah banget." Mina menghela napas, seolah menyerah dengan keadaan yang akan mereka lakukan nanti.

"Aku anggota OSIS, kamu juga. Kita harus berusaha menarik perhatian, supaya kita terpilih sebagai ketua dan wakil ketua OSIS," usul Abaya.

Mina terlihat mencerna perkataan Abaya. "Ketua? Wakil ketua? Tapi, gimana? Kamu itu dianggap misterius sama orang-orang, Ya. Mereka juga gak pernah berani menatap kamu, karena kamu punya sorot mata tajam yang mengintimidasi. Gimana bisa kita jadi ketua dan wakil ketua, sedangkan pemilihan pemimpin baru, bakal dilaksanakan dua bulan lagi?"

Itu benar. Akan sangat susah jika Abaya menjadi pemimpin. Mereka semua sangat tidak suka dengannya. Ia tidak pernah menampilkan senyum manis kepada orang-orang, bahkan ia malah terang-terangan menatap mereka dengan sorot mata tajam yang dimiliki.

"Kalo kamu? Semuanya pada suka sama kamu, kan? Kamu banyak dikagumi dan juga terkenal di tiga tingkat. Gimana kalo kamu aja?"

Mina tampak menimang-nimang ucapan Abaya. Ya, benar. Dia adalah orang yang terkenal di sekolah. Tetapi, mungkin dia akan lebih memikirkan hal ini, karena dia sangat susah dalam hal memimpin.

"Aku bakal bantu kamu, buat jadi sosok yang tegas. Waktunya juga masih banyak, sangat cukup," ucap Abaya.

Tanpa pikir panjang, Mina menyetujuinya. Dia sangat percaya pada Abaya, dan akan melakukan hal itu untuk membantu sahabatnya dalam mengubah dunia yang ia inginkan.

"Mina! Aya!"

Lihat selengkapnya