Intrik

Eko Hartono
Chapter #1

Chapter 1: Pekerjaan Baru

Pagi yang cerah.

Secerah wajah Dina yang melangkah ringan keluar dari rumah. Hangatnya sinar matahari menerpa rambutnya yang panjang tergerai. Berkilauan laksana intan mutiara. Sementara angin berhembus sepoi, membelai kulitnya yang kuning langsat. Perawakan Dina tidak terlalu tinggi, tapi juga tidak pendek. Tubuhnya sedang dengan lekuk tubuh yang cukup seksi. Ditunjang oleh wajah ayunya yang khas orang Jawa, Dina cukup menarik dalam pandangan kaum Adam.

Tapi Dina bukan tipe gadis yang suka memamerkan keseksian tubuhnya. Ia sangat menjaga penampilannya, tetap terlihat anggun dan feminin meski hanya dengan gaun sederhana. Baginya, tampil menarik tidak harus dengan baju mewah dan mahal. Karena yang menarik pada diri seorang perempuan bukan karena busana, tapi lebih kepada attitude alias kepribadian. Busana sebagus apa pun kalau yang memakai perilakunya tidak baik apalah gunanya.

“Eleh, eleh… pagi-pagi sudah rapi. Mau ke mana, Neng?” Tanya Pak Subur, pedagang bubur ayam yang mangkal depan rumah saat Dina melintas.

 “Mau berangkat kerja, Pak,” jawab Dina ramah.

 “Wah, sudah dapat pekerjaan ya, Neng?”

“Ya, Pak! Alhamdulillah. Ini hari pertama saya masuk kerja. Doakan semoga semuanya lancar ya, Pak.”

“Tentu, Neng. Buat neng Dina sih, bapak nggak lupa mendoakan yang terbaik. Neng orangnya tekun dan disiplin. Saya yakin karir neng Dina bakal cemerlang. Perusahaan nggak rugi mengangkat neng sebagai pegawai. Saya doakan semoga Neng Dina bisa jadi orang sukses dan rejekinya lancar!”

 “Amiin! Terima kasih doanya, Pak!”

“Tapi nanti kalau sudah jadi orang top dan sukses jangan lupa sama orang kecil seperti saya ya, Neng?”

“Insya Allah tidak, Pak! Saya pasti akan selalu ingat sama Pak Subur. Soalnya kehadiran Pak Subur sangat berarti buat saya. Kalau tidak ada Pak Subur, wah, kita yang di rumah pada nggak bisa sarapan!”

“Ah, neng ini bisa saja bercanda?” Pak Subur jadi tertawa geli.

Tapi Dina tidak sekadar bercanda. Kehadiran gerobak bubur ayam Pak Subur yang saban pagi mangkal depan rumah memang sangat berarti. Sejak ibunya jatuh sakit, Dina agak kesulitan memasak pagi hari. Dia mesti mengurus ibunya yang sudah cukup tua dan sakit-sakitan. Sementara di rumah itu hanya dirinya dan ibunya yang tinggal. Kedua kakaknya yang lain sudah berumah tangga dan rumahnya cukup berjauhan.

Biar tidak repot, mereka berlangganan bubur ayam buatan Pak Subur untuk sarapan. Harganya yang relatif murah cukup terjangkau. Lagi pula bubur ayam Pak Subur sangat enak, bergizi, dan cukup mengenyangkan. Dina biasa memasak untuk menu makan siang dan sore kalau sudah agak siangan. Itu pun mesti menunggu tukang sayur keliling lewat. Dina jarang belanja ke pasar atau warung, karena dia tidak bisa meninggalkan ibunya lama-lama.

Lihat selengkapnya