Raja rasanya tidak mampu menyembunyikan senyumannya lagi hari ini. Sepulang dia dari toko buku dan bertemu dengan Riana, senyuman ini langsung terbit. Bahkan dia yang biasanya susah untuk tersenyum saat di sapa oleh adik asuhnya, sekarang berbeda. Bahkan mereka sampai dibuat tercengang dengan senyuman Raja yang sangat mahal itu.
Marini sangat kaget dengan senyuman anak bungsunya itu, tidak biasanya dia akan tersenyum seperti ini saat masuk rumah. Biasanya dia akan tertawa bersama Fika. Tapi Fika sedang tidak ada di rumah dinasnya, sedang berjalan-jalan dengan Revan.
"Ono opo toh Le? teko-teko wes mesem-mesem?" (Ada apa sih Nak? datang-datang udah senyum-senyum?)
Raja tertawa mendengar pertanyaan Ibunya itu, dia memeluk Ibunya erat, menumpahkan segala rindunya pada wanita paruh baya ini. Dia mengambil hape yang ada di saku celananya, menscroll galeri untuk mencari foto seseorang.
"Namanya Ri, baru ketemu sih Bu tadi, gimana?." Raja menunjukkan foto Riana, saat dia memintanya membungkus kado tadi.
Marini memandang foto gadis itu dengan seksama, dia bahkan kaget sekali. Baru pertama kalinya, dia menunjukkan foto seorang gadis, dan memintanya pendapat. Jadi inilah jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tadi. Dan gadis manis ini yang telah membuat putra bungsunya itu mampu mengeluarkan senyuman.
Rasanya dia ingin menangis saja, melihat putra bungsunya yang bercerita tentang gadis manis dengan senyuman yang menawan, yang mampu membuat hati putra bungsunya itu menghangat. Dalam hati, dia berdoa pada Tuhan, agar disegerakan meminang gadis manis itu. Marini membelai kepala Raja dengan lembut, saat Raja memandangnya untuk meminta pendapat tentang gadis manis itu.
"Gimana Bu? Ibu cocok ndak? kalau iya, aku akan menemuinya lagi," dan Marini hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Iyo Le, Ibu setuju banget karo cah ayu iki. Ndang toh Le, Ibu wes pengen duwe mantu!" (Iya Nak, Ibu setuju banget sama anak cantik ini. Segerakan Nak, Ibu sudah ingin punya menantu!")
"Nyuwun pandungoe Ibu kaliyan Bapak. Supados lancar sak kabehe nggeh Bu!" Marini mengangguk. (Minta doa Ibu dan Bapak. Supaya lancar semuanya ya Bu!)
Raja masuk ke kamarnya, dia membodohkan dirinya sendiri. Kenapa dia harus lupa untuk meminta nomor Riana. Kan jadinya dia tidak bisa untuk menghubungi Riana disaat seperti ini. Mungkin besok dia harus kembali ke toko buku lagi. Tak apalah, dia harus benar-benar memantapkan hatinya.
Raja menuju lemari kecil, niat hati ingin mencari novel yang ingin dia baca kelanjutannya, tetapi dia harus terpaku dengan foto seorang perempuan yang pernah mengisi hatinya 6 tahun yang lalu, dan cintanya yang harus terpaksa pupus sebelum berkembang.
Raja menghela napas berat, dia lupa bahwa foto ini ada disana, beserta kepingan masa lalu yang pernah membuatnya sakit. Dan akan selalu dia ingat, bahwa dia tidak mencintai Raja, dia mencintai orang lain.