Introvert

rimachmed
Chapter #1

01 Bukan Ketertarikan Biasa

Anya Felda. Kata semua orang dia adalah gadis yang aneh. Itu karena dia tidak banyak bergaul. Setiap jam istirahat, dia hanya di kelasnya, menghabiskan bekal makanan yang dia buat sendiri. Ya, dia tidak punya orang tua. Banyak sekali rumor yang beredar soal ini. Katanya, kedua orang tuanya sudah mati. Ada yang bilang satu dari orang tuanya mati dan yang satu lagi kabur meninggalkannya sendirian. Setiap pagi untuk berangkat sekolah, dia selalu tampak naik sepeda ontel.

Bagiku dia hanya gadis pendiam. Dia kikuk dan tidak suka keramaian. Bukan berarti dia tidak bisa bicara. Karena tidak satu kelas dengannya, aku yakin dia pasti punya suara yang bagus saat presentasi. Biasanya orang yang pendiam, saat mengatakan sesuatu, itu pasti adalah sesuatu yang luar biasa karena tampaknya dia hanya akan mengatakan semua hal yang penting. Tapi saat aku bilang begitu ke Radit, dia malah tertawa.

"Bukan hanya tidak bisa bicara, dia menjengkelkan, dia bahkan tidak pernah menyapa satupun teman dari kelasnya sendiri. Bagiku dia orang yang paling parah di dunia ini," begitu katanya.

Aku tidak percaya Radit begitu saja, aku bahkan tidak pernah memercayainya sama seperti saat dia bilang Salina, anak kelas dua belas IPS, murid paling populer di sekolah, mengajaknya berkenalan duluan saat acara perayaan festival sekolah. Percayalah, walau mereka terjebak hanya berdua di sekolah ini, Salina juga tidak akan melihatnya. Tapi aku tidak mengatakannya begitu pada Radit, walau penuh kepercayaan diri, dia juga sangat sensitif. Hal itu mungkin juga karena empat saudara perempuan yang dia punya. Dia bahkan pernah, saat SMP, membawa pembalut kakaknya karena dia tidak tahu apa itu. Banyak hal memalukan yang bisa dia lakukan, tapi aku tetap menjadi sahabatnya. Kita selalu satu sekolah, satu kelas, semenjak TK. Aku bertaruh, tidak ada persahabatan yang lebih erat dari persahabatan kami. Karena jika dihitung, selama hidupku ini, waktu yang paling banyak kuhabiskan adalah dengannya. Menggelikan bukan?

Soal Anya, bagi semua orang dia adalah orang yang mengerikan. Bagiku, dia hanya orang yang payah memulai pembicaraan. Sesekali aku pernah mencuri pandang ke arahnya. Sejujurnya aku mulai memerhatikannya sejak festival bahasa yang diadakan sekolah. Setiap kelas harus mengirimkan perwakilan untuk membacakan sebuah karangan.

Aku bahkan tidak pernah tertarik mendatangi aula dan melihat beberapa anak rajin menunjukan kemampuannya. Festival bahasa adalah acara sekolah yang paling membosankan. Semua guru bahasa yang menjengkelkan ada di sana. Beberapa murid lebih senang menghabiskan jam kosong itu dengan bermain di kelas. Tapi saat itu aku tidak bisa tidak pergi ke aula. Aku tahu aku memang suka sekali mengerjai salah satu temanku dan membuatnya agar berada di dalam masalah dan kami bisa dapat bahan tertawaan. Kali itu mereka jadi bersatu padu dan mengirimkan namaku ke festival bahasa. Suatu hari namaku sudah ada di atas selebaran kertas di mading bersama anak-anak rajin yang lain. Itu seperti lelucon terhebat sepanjang masa yang pernah mereka buat.

"Tidak masalah, kali ini aku yang bakal buat karangannya," kata salah seorang teman yang siapapun tidak akan berani memberikan tanggung jawab serius padanya kecuali seseorang itu memang sudah gila.

"Tidak perlu, aku akan buat sendiri."

Saat aku bilang acara ini membosankan, memang membosankan. Kamu hanya duduk diam mendengarkan puisi-puisi yang sulit dimengerti dari orang-orang yang mencoba berlagak pintar dengan menggunakan kata-kata yang susah.

Aku bahkan bertemu guru yang mengajarku bahasa indonesia di kelas. Dia menatapku dengan luar biasa tak percaya.

"Satria, jangan bilang kamu yang mewakili kelasmu."

Aku hanya nyegir aneh dan menggaruk tengkukku. Guru itu mengambil napas secara berlebihan.

"Kamu duduk diam dan tidak bicara apa-apa sudah merupakan seni untuk ibu," itu terdengar seperti penghinaan paling besar bagi siapapun saat festival bahasa.

Ada beberapa murid duduk dan menonton. Beberapa murid yang lain yang merupakan perwakilan kelas sedang mendalami karangan yang mereka buat masing-masing.

Aku sendiri tidak membuat karangan apa-apa. Semua yang akan kukatakan di atas sana nanti, murni merupakan kreativatas spontan dari kepalaku.

Saat itu aku belum mengenal Anya. Aku bahkan tidak tahu ada seorang sepertinya di sekolah ini.

Dia menaiki panggung. Rambut lurus sebahunya menutupi sebagian wajahnya karena dia menunduk saat menapaki panggung. Saat kemudian dia berada di tengah panggung, mendongak ke arah mikrofon aku bisa melihat wajahnya. Dia punya wajah yang menawan. Wajahnya bulat, bibirnya tipis, hidungnya juga bulat. Aku seperti baru saja melihat sesosok thinker bell yang dipajang adik perempuanku di kamarnya. Dan aku pikir seharusnya sejak saat itu hatiku dibuat berdebar.

Dia mengangkat kertas di tangannya dan membacanya sekilas kemudian menatap semua orang. Aku suka bagaimana cara dia menatap, tatapannya datar bercampur kegugupan. Aku bertanya-tanya apa teman-temannya juga melakukan hal keji itu padanya dengan mendaftarkannya secara tidak adil di festival bahasa.

"Makhluk sosial," katanya dengan jeda yang kemudian cukup lama.

"Saat aku terbangun

Langit berada di atasku

Cakrawalanya menjadi selimutku sepanjang malam

Kumakan daging burung dan perasan air tomat untuk sarapan

Aku berjalan ke sana ke mari mengikuti suara angin

Aku tidak melihat siapapun

Selama puluhan tahun

Hanya tanah kering dan dingin yang menyengat sehabis hujan

Lihat selengkapnya