Introvert

rimachmed
Chapter #6

Dia Merencanakan Sesuatu #6

Sudah dua jam aku ada di atas kasur, tidak bisa tidur. Aku mengutak-atik ponsel, berselancar di sosial media seperti orang gila. Padahal aku jelas sadar bahwa semua pemborosan waktu ini tak ada gunanya. Aku hendak mamatikannya kemudian aku mengingat sesuatu. Aku mengetik 'feld4_' di kolom pencarian dan muncul. Masih tetap sama seperti terakhir kali aku lihat di HP Randi. Ada empat postingan. Aku mulai membuka satu per satu foto di sana dan menelaahnya.

Akun ini jelas milik Anya, tak mungkin Randi membuka milik orang asing yang juga memiliki nama belakang yang sama dengan Anya. Followers-nya hanya 30 orang dan tampaknya tak ada anak dari sekolah. Di postingan pertama adalah gambar potret sebagian wajahnya dengan filter yang gelap dan tidak jelas. Dia memotret satu sisi wajahnya sambil menghadap ke bawah, rambutnya jatuh dan tampak di atasnya langit-langit rumah.

Kemudian di postingan selanjutnya adalah foto satu kakinya. Ada gambar kecil seperti tato di tungkai kaki itu. Tampak seperti tato tiga ekor burung. Cukup kecil tapi kontras dengan warna kulitnya yang cerah. Apa Anya memiliki tato? Apa mungkin foto aneh ini di ambil dari orang lain?

Di postingan ke tiga, itu tampak seperti sebuah kafe. Aku tidak tahu kafe apa, dia memotret terlalu naik sehingga tak menampakkan banyak meja dan kursinya, selain tembok-tembok dan meja bartendernya. Lagi-lagi filter gelap dan tidak jelas dipasang di potret itu.

Kemudian gambar terakhir, aku tidak yakin gambar apa itu. Gambar tangan yang menghadang ke depan kamera kemudian di sela-sela jari tangan itu tampak ada dua orang yang sedang bersama. Aku memperhatikan lagi dengan seksama. Tunggu, apa itu gambar laki-laki dan perempuan. Mereka seperti sedang berciuman. Aku sampai memperbesar gambarnya dan malah tidak sengaja memberikan love pada gambar itu. Sial, buru-buru kuhapus love itu dan keluar dari akunnya. Matilah aku jika sampai Anya sadar aku juga membongkar isi instagramnya. Dia benar-benar akan berpikir bahwa aku sedang menguntitnya.

Semua isi postingannya jelas saja aneh, persis seperti pemiliknya. Dia bahkan memberikan filter gelap yang sama pada semua foto seakan foto-foto itu menyimpan misteri atau hanya perasaanku saja?

Di sekolah, anak-anak tampak sibuk menyalin PR yang harus dikumpulkan setelah jam istirahat nanti. Radit ikut berada di dalam kerumunan dan setelah berhasil menarik salah satu buku tugas entah milik siapa, dia kembali ke bangkunya, tepat di sampingku.

"Jangan bilang kamu sudah mengerjakan," katanya melihatku cukup santai hari itu.

"Kamu pikir aku semalas dirimu?"

"Sialan kau."

Dia pun mulai menyalin dengan sekuat tenaga. Tulisannya nyaris sulit dibaca. Aku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Seharusnya mereka meninggalkan kebiasaan buruk kelas sepuluh. Aku juga pernah jadi anak bandel, tapi aku tak mau terus-terusan seperti itu.

Seorang anak di kelasku memanggilku. Dia tampak baru datang dari luar kelas. "Sat, kamu di panggil Bu Rahmi ke ruang guru," katanya.

"Sekarang?" Tanyaku dan dia mengangguk.

Radit menatapku curiga, "kamu berniat mengkhianati persahabatan kita, kan? Sejak kapan kamu jadi anak kesayangan guru-guru?"

Aku menoyor kepalanya, "ini bahkan baru pertama kali. Palingan mau nitip sesuatu," kataku yang dibalas Radit dengan dengusan tak percaya.

Aku bahkan tak sebegitu antusias dipanggil ke sana. Seumur hidupku aku tak ingin menarik perhatian guru-guru. Sesekali aku memang bergabung dengan anak-anak pembuat ulah dan sesekali dengan mereka yang rajin. Tapi jika di pikir-pikir aku tak pernah berusaha mencolok.

Ibu Rahmi sedang di mejanya dan berkutat dengan isi laptopnya. Saat aku cukup dekat dia tersenyum lebar padaku. Kemudian diserahkannya satu selebaran.

Lihat selengkapnya