Aku mendata beberapa ekskul di sekolah. Setelah bertanya sana sini ternyata sekolahku punya ekskul yang cukup melimpah. Beberapa yang menarik perhatianku adalah ekskul jurnalis, ekskul fotografi, dan ekskul voli. Saat memilih ke tiga ekskul itu, aku membayangkan Anya. Dia mungkin tidak suka mengekpresikan dirinya melalui banyak aktivitas sosial. Ke tiga ekskul tersebut membuat seseorang mengekspresikan diri dengan cara berbeda.
Aku pernah ikut ekskul jurnalis waktu kelas sepuluh, tapi berhenti di tengah jalan. Ekskul voli rasanya banyak dilakukan oleh anak perempuan, sedangkan fotografi aku tidak tahu apa-apa. Aku menghubungi ketua ekskul tersebut dan meminta untuk bergabung lebih dulu, kemudian menanyakan kapan perkumpulan selanjutnya.
Saat aku hendak menghubungi Anya. Aku bertanya-tanya, apa ini berlebihan? Tapi aku lagi-lagi memaksakan diriku dan bergerak melalui naluriku. Ini akan menjadi pilihan yang terbaik.
Awalnya aku bertanya pada Anya apa ekskul yang dia ikuti di sekolah. Seperti tebakanku, dia bilang tidak ada.
'Besok sepulang sekolah kamu ada waktu?' Kirimku kemudian.
Tak lama Anya langsung menjawab 'ada, mau ke mana?'
'Ikut saja. Jangan lupa bawa baju olahraga ya' jawabku tanpa menjelaskan lebih jauh.
Ini mungkin adalah langkah ke dua yang bisa aku lakukan, membuat Anya sibuk di sekolah dan bergaul dengan lebih banyak orang. Setelah mengikuti ke tiga ekskul tersebut, aku yakin dia bisa memilih setidaknya satu yang cukup membuatnya nyaman.
Keesokannya, sebelum jam pulang sekolah, aku sibuk melakukan banyak hal. Di jam istirahat aku menyalin beberapa catatan yang tidak sempat kucatat. Radit membelikan sesuatu dari kantin dan aku makan di kelas. Selain itu aku banyak mengobrol dengan anak-anak sampai lupa waktu.
Saat jam pulang sekolah akhirnya datang, Anya lebih dulu mengirimkan pesan padaku. 'Mau bertemu di mana?' Begitu katanya.
Aku cepat-cepat membalas, 'tunggu di koridor depan kelas saja, aku ke sana. Oh ya, ganti baju olahraga dulu ya.'
Saat aku sampai setelah mengganti seragamku dengan baju santai dan celana olahraga, aku melihat Anya dalam balutan baju olahraganya. Seumur hidup aku baru melihatnya pakai baju itu dua kali. Sebelumnya, karena tidak sengaja melihatnya saat kelasnya sedang jam pelajaran olahraga. Yang kedua, ya sekarang ini. Bagaimana mungkin baju itu bisa tampak jauh lebih bagus di tubuhnya dari pada di semua tubuh yang juga memakainya?
"Sudah siap?" Tanyaku.
"Mau ke mana?" Keningnya berkerut, dia memasang tampang bertanya-tanya yang lucu. Aku tersenyum kemudian menarik tangannya.
"Ayo, hari ini kita senang-senang," kemudian kami mulai berjalan ke lapangan yang ada di belakang sekolah.
Anak-anak voli yang aku tahu sudah berkumpul di sana, totalnya ada sebelas orang yang hadir. Dua di antara adalah laki-laki. Seingatku sekolah ini punya dua tim voli, tim putera dan tim puteri. Mungkin hari ini tidak banyak yang datang. Yang aku ingat lagi, ekskul voli memang didominasi perempuan karena jumlahnya yang besar.
Saat aku membawa Anya ke sana, dia masih saja menatapku dengan tatapan bertanya-tanya. Salah seorang kemarin yang kuhubungi menghampiriku saat aku pertama kali bertatap muka dengannya. Aku bilang hai tanpa suara dengan satu tangan terbuka ke atas.
"Padahal sudah pertengahan semester, ada-ada saja, Sat," katanya pertama kali. Aku tak perlu dekat dengan semua orang, cukup dekat itu sudah cukup. Ketua ekskul voli adalah laki-laki ini, Hadi, anak kelas 11 IPA-5. Tak diragukan lagi kemampuannya main voli, dia beberapa kali ikut kejuaraan antar sekolah. Tubuhnya bahkan tinggi, seperti anak-anak di ekskul basket. Badannya tak perlu diragukan lagi, atletis. Anak-anak sepertinya memang serius kalau sudah berurusan dengan hobby.
"Namanya juga mencoba menemukan kesenangan, Di. Ini, aku bawa teman juga yang tertarik mau coba."
Anya yang dari tadi diam saja mulai menatapku dengan tatapan horror (aku bahkan tidak berani menatapnya selama itu) kemudian dia menatap ke arah Hadi yang melemparkan seulas senyum sopan padanya.