INVEST PEJUANG KANKER

Nurusifah Fauziah
Chapter #3

DIY

Mei 2016

Selepas adzan Isya berkumandang Ibu Kirana sudah bersiap di atas sajadah. Ia melaksanakan kewajibannya itu sebagai seorang muslimah yang tunduk pada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam sujud terakhir, ia tak henti berdoa untuk anak-anak dan keluarganya. Begitulah seorang Ibu, bahkan ia lupa berdoa untuk dirinya sendiri.

Selepas sholat, Ibu Kirana merapihkan kembali mukenahnya itu. Dengan penuh syukur, ia menatap ke jendela menanti suami tercintanya kembali. Pak Umar bekerja sebagai Staff Bank Swasta daerah Jakarta. Usia mereka tak lagi muda. Pendapatan suaminya itu, tak ia gunakan untuk kepentingan pribadinya. Yang Ibu Kirana utamakan hanya untuk keperluan sekolah anak-anaknya itu. Agar anak-anaknya dapat mewujudkan impiannya.

Pukul 8 malam setelah penantian Ibu Kirana, sepeda motor suaminya mulai terdengar mendekat. Ia segera menyiapkan segelas teh hangat untuk suaminya itu. Ada kekhawatiran yang dirasakan sang ibu. Melihat anak-anaknya mulai sibuk sendiri dengan dunianya. Membuat ia kadang berpikir keras bagaimana cara agar mereka tak diasingkan dengan sebuah teknologi ponsel yang dapat merusak keharmonisan keluarga.

"Mah? Ada apa?" tanya Pak Umar melihat raut wajah istrinya itu penuh cemas.

"Mereka sibuk sendiri sekarang, Pak. Mamah takut kalau mereka jadi gak rukun," jawab Ibu Kirana dengan suara yang sedikit serak.

"Tenang saja, Mah. Ki, By, Sa, Ke! Ke sini sekarang ya!" teriak Pak Umar menanggil anak-anaknya agar mendekat ke ruang keluarga. Namun, tak ada suara yang menyahut.

"Bapak punya hadiah. Yang gak turun gak diajak loh!" teriak Pak Umar berusaha lagi agar anak-anaknya itu turun dari lantai atas.

Benar saja mereka bergegas turun dan menghampiri kedua orang tuanya yang tengah duduk di sofa depan televisi.

"Kalian pada ngapain sih dipanggil orang tua sekali kok gak langsung datang? Giliran Bapak bilang ada hadiah saja langsung deh lari. Memangnya di ponsel ada apa?" gusar Pak Umar menatap anak-anaknya itu namun tetap dalam nada yang biasa.

"Maaf ya, Pak." kata si bontot mendekap ayahnya itu.

"Suntuk gak di rumah?" tanya Pak Umar menatap anak-anaknya.

"Yaaa kadang begitu, Pak. Makanya biar gak bosen jadi main ponsel," ujar Lisa memberi alasan.

Lihat selengkapnya