KLIK KLIK KLIK
Suara jepretan kamera Ryusei terdengar berkali-kali, berusaha menangkap gambar terbaik dari para pemain di lapangan. Sesekali ia mengecek hasil jepretannya untuk memastikan, kemudian berjalan ke sisi lainnya untuk mendapatkan berbagai gambar dari angle yang berbeda.
Pada latihan pertama sore hari ini, 2 tim yang terdiri dari masing-masing 5 anggota secara acak dari kelas 1 dan 2 berlatih tanding. Bunyi langkah sepatu olahraga yang mereka kenakan bergesekkan dengan aspal di lapangan, serta bunyi pantulan bola basket yang tak ada hentinya, seperti saling bersahutan.
“Hino-san, jangan hanya berfokus pada bola! Kau juga harus memperhatikan gerakan lawan sehingga tidak mudah terkecoh!”
Seruan dari Hibiki sesekali terdengar dari sisi lapangan. Ia mencatat semua kelemahan pemain yang harus diperbaiki dalam catatan manajernya. Sama seperti yang saat ini dilakukan oleh Nao. Namun, ia tidak secara langsung menyampaikannya seperti Hibiki. Ia hanya menuliskan apa yang ia lihat sebagai sebuah kelemahan dalam catatannya sembari menghafal nama-nama anggota di sana.
Kagami Shohei, terlalu bersemangat untuk shooting. Poin ini bagus, tetapi kelemahannya adalah mengoper bola dan kerjasama tim. Sekali mendapatkan bola, ia tidak akan memberikannya pada siapapun–sekalipun timnya sendiri—sampai berhasil memasukkannya ke ring. Situasi ini akan menjadi kurang beruntung jika ia dalam kondisi terdesak.
Berikutnya, Nagase Riku, performa fisik yang stabil dan cerdik membaca gerakan lawan. Selama ini ia melakukan shooting dengan cara lay-up, seharusnya ini adalah hal yang menjadi ahlinya. Tetapi..
Bukankah aneh jika lemparannya barusan hanya membentur ring? Selain itu, ia terlalu banyak mengeluarkan keringat. Kedua mata Nao terus memerhatikannya. Berkali-kali ia mengelap keringat di dahinya dengan punggung tangan.
3 menit lagi latih tanding ini selesai. Kedua tim semakin agresif merebut bola dan melakukan shooting. Ryusei berjalan santai mendekati Nao sambil mengecek hasil jepretannya, kemudian berdiri di sampingnya.
“Suasananya agak berbeda dengan tahun kemarin, ya. Setelah kelas tiga pensiun, mereka berlomba-lomba menunjukkan kemampuan yang terbaik supaya terpilih menjadi tim inti untuk bertanding kali ini. Antusiasme mereka membuat kita pun ikut bersemangat…”, komentar Ryusei seraya mengarahkan kembali kameranya ke lapangan. “…ya, ‘kan, Shizuhara-san?”
Namun, kegiatan memotretnya terhenti setelah tersadar Nao hanya terpaku diam menatap lapangan tanpa menyadari kedatangannya. “Shizuhara-san?” panggilnya kembali untuk yang kedua kalinya. Namun, masih tidak mendapatkan jawaban.
Badan Riku seperti kehilangan keseimbangan dan tidak sengaja bertabrakan dengan pemain lainnya. Tampaknya, ia mulai kehilangan fokus. Ia memejamkan mata dan menggelengkan kepalanya. Apakah ia sudah kelelahan?
Namun, pada menit berikutnya, Riku mendapatkan bola. Kali ini, Shohei menghadang Riku untuk merebut bola. Teknik pertahanan yang cukup bagus dari Shohei, sehingga membutuhkan waktu lebih lama untuk Riku akhirnya bisa melewatinya. 1, 2 langkah, lalu melompat. Namun, secara tiba-tiba Shohei pun melompat di sampingnya. Dengan postur badan yang tinggi, begitu juga lompatannya, dalam sekejab dapat menepis bola Riku dengan mudah.
PIIIP
Peluit panjang akhirnya terdengar dari sisi lapangan. Semua pemain pun membubarkan diri menuju meja panjang untuk mengambil handuk dan botol air minum. Mereka duduk beristirahat di sisi lapangan.
Setelah mengelap keringat yang mengalir deras di keningnya, Riku cukup banyak meneguk minumnya. Lutut serta lengan kirinya menjadi topangan ketika ia menundukkan kepalanya kemudian, dengan napas yang terengah-engah. Ia terlihat sangat kelelahan. Padahal sampai beberapa saat yang lalu, fisiknya cukup stabil. Bahkan, Shohei yang seharusnya lebih terlihat lelah karena terus-menerus melakukan shooting pun saat ini masih bisa berjalan sempoyongan ke arah Nao.
“Senpai, apa kau melihatnya barusan? Aku keren, ‘kan?” Di tengah napas yang masih sangat terengah-engah, Shohei berusaha tersenyum. Namun, pandangan Nao masih saja memperhatikan keanehan performa Riku yang mendadak menurun. Beberapa kerutan menghiasi ruang di antara kedua alis matanya.
Lambaian tangan Shohei di depan wajahnya seketika menyadarkan Nao kembali ke situasi saat ini. Ia segera melirik pemuda bertubuh tinggi yang berdiri di sampingnya.
“O.. oh iya, maaf, Kagami-kun. Sebentar, aku ambilkan air dan handuk”, sahut Nao seraya membalikkan badannya.
DUGH
“Aduh..” kepalanya menabrak bahu Ryusei yang berdiri di sisi kirinya. Nao sama sekali tidak menyadari keberadaannya di sana. “Ma.. maaf.”
“Senpai, coba lihat aku.”
Nao pun melihatnya. Laki-laki itu tersenyum sambil memperlihatkan botol air minum dan handuk yang melingkar di lehernya.
“Oh, benar juga..” Nao sedikit terkekeh. “Kalau begitu aku akan berdiskusi dengan Hi-chan untuk evaluasi.” Akhirnya ia pun berlari ke arah Hibiki dan semua pemain lainnya berkumpul.
“Cih.. Bahkan di saat aku sudah berusaha terlihat keren, pandangannya masih saja tidak lepas dari laki-laki itu”, gumam Shohei mengumpat. Namun, tentu saja hal itu terdengar oleh Ryusei yang kini menatapnya. “Apa?” Shohei balik menatapnya dengan sinis.
“Ti.. tidak.”
Mood-nya menjadi buruk. Shohei pun melangkahkan kakinya dengan malas untuk kembali berkumpul dengan pemain lainnya, meninggalkan Ryusei yang masih terheran menatapnya.
***
“..jadi berdasarkan latihan pertama hari ini, kita akan mulai menentukan pemain yang berpotensi menjadi tim inti sesuai dengan posisinya. Karena itu, ada beberapa pemain yang akan bertukar posisi dengan pemain lainnya. Hino-san, silahkan bertukar posisi dengan Masaki-san. Saat ini, pemain yang dapat menembak dari area 3 point dengan tingkat akurasi yang baik adalah Hino-san.” tegas Hibiki di tengah evaluasi awal, diikuti jawaban setuju dari keduanya.
Walaupun sedikit menegangkan, setiap evaluasi ini akan sedikit demi sedikit membentuk tim inti yang terpilih untuk pertandingan. Sejak awal evaluasi beberapa saat yang lalu, semua pemain tampak serius mendengarkan Hibiki.
“Lalu, sebenarnya aku berharap banyak kepada Riku-san. Bisakah kau tingkatkan lagi performamu dalam bermain?”
Riku mengangguk perlahan, “Baik.”
“Terakhir, untuk Shohei-san.. aku masih bingung menempatkan posisinya karena kau selalu saja seenaknya sendiri. Apa kau lebih suka berada di depan untuk menembak?”
“Ya!” jawab Shohei semangat.
“Tidak.” Suara Nao memecah diskusi tersebut. Semua pemain sontak melihat ke arahnya. “Aku pikir lebih baik dia berada di tengah.”
“Kau bercanda? Dia bahkan tidak bisa mengumpan bola dengan benar”, sindir pemain kelas 2 lainnya. Tentu saja bukan dalam arti Shohei benar-benat tidak bisa mengumpan bola, hanya saja ia sedikit egois karena tidak mau mengumpan bola kepada rekannya yang lain.
“Dia akan belajar mengumpan dan menerima bola dengan baik. Benar, kan?” balas Nao menegaskan kepada Shohei.
“Tapi.. aku ingin menem..”
“Bermain basket, bukan hanya tentang menembak. Dalam basket, kau tidak hanya bermain sendirian, tapi memiliki rekan dalam tim. Percayalah kepada mereka. Kemampuan bertahanmu cukup baik dan kita bisa memanfaatkan tubuhmu yang tinggi untuk menggagalkan shooting lawan, seperti yang kau lakukan tadi. Bukankah ini akan menjadi keuntungan bagi tim kita?”
“Benar juga. Saat detik-detik terakhir tadi, ia berhasil menggagalkan shooting dari Riku-san dengan lompatannya yang tinggi”, Hibiki membenarkan.
“Benar juga. Wah, kau hebat juga, ya..”