Latihan hari ini diakhiri dengan kekalahan telak dari tim kelas 1 dan 2. Semua pemain beristirahat di pinggir lapangan. Memang tidak semudah itu mengalahkan tim kelas 3. Ternyata inilah kekuatan peringkat 3 Winter Cup tahun lalu. Mereka tidak bisa membayangkan betapa kuatnya tim basket sekolah yang berdiri di puncak Winter Cup. Jangankan untuk berpikir ke sana, berlatih tanding dengan sesama tim dari sekolah sendiri saja hasilnya cukup menyedihkan. Sebenarnya apa yang salah?
“Hibiki”, panggil Nanamimya menghampirinya sambil mengelap keringat di keningnya dengan handuk kecil yang melingkar di lehernya. “Apa yang membuatmu memutuskan untuk bergabung di klub ini?”
“Eh?” Hibiki menatapnya. Ada apa dengan pertanyaan yang tiba-tiba ini?
“Apa kau menyukai basket?”
“Ehm.. I, Iya.” Kedua bola matanya memutar ke arah lain. Pada awalnya, niat sebenarnya bukanlah niat yang tulus dan patut dibanggakan. Melihat banyaknya murid-murid pria tampan yang berkumpul di klub basket membuat dorongan lebih kepada Hibiki untuk bergabung. Walaupun akhirnya bisa dekat dengan Nanamiya pada kesempatan lain, di tempat lain pula, tetapi nyatanya ia hanya ‘terbiasa’ melakukan pekerjaan sebagai manajer ini sejak SMP. Karena itu, ia mengganti niat yang setengah-setengah tersebut dengan bekerja lebih keras sebagai manajer.
“Oh..“ Nanamiya mengangguk. “Kalau begitu, kapan kau akan memanggilku dengan nama depanku? Aku sudah memanggilmu ‘Hibiki’, ‘kan?”
“Eh?” Hibiki kembali menatapnya. Lalu apa hubungan pertanyaan ini dengan pertanyaan sebelumnya? Nanamiya memang memanggil semua perempuan dengan nama depannya. Tapi, balas memanggilnya dengan nama depan sama sekali tidak pernah terpikirkan olehnya. Kei.. Tidak, terlalu sulit! Pipinya mulai memerah.
Tidak lama kemudian, mereka mendengar langkah kaki Nao mendekat. Rasanya ia memakan waktu yang cukup lama hingga latihan selesai untuk hanya pergi ke ruang klub melihat kostum baru tim basket.
“Maaf, aku agak lama. Sepertinya Nagase-kun demam sejak kemarin, aku sudah menyuruhnya beristirahat di ruang klub”, kata Nao.
“Ternyata begitu.. Pantas performanya sejak kemarin menurun..” Hibiki menunjukkan wajah yang cukup kecewa karena kehilangan satu pemain andalannya untuk melanjutkan latihan besok.
“Memaksakan diri, ya..? Kalau aku menjadi dirinya, pasti melakukan hal yang sama.” Nanamiya menanggapi.
“Tapi memaksakan diri itu tidak baik”, balas Nao.
“Habisnya apa boleh buat, ‘kan.. Kalau kau menyukai basket pasti akan mengerti perasaannya. Perasaan suka itu menyenangkan, tapi di saat yang sama juga bisa menyakiti diri sendiri. Iya, ‘kan?”
Kedua manajer perempuan tersebut kini terdiam menatap Nanamiya yang tersenyum.
***
Malam hari setelah semua latihan selesai, Shohei berjalan ke arah lapangan basket dengan sebotol minuman ion di tangan kanannya sambil mencari sesuatu, lebih tepatnya seseorang. Minuman ini bukanlah untuknya, melainkan untuk perempuan yang berhasil ia temukan dalam pandangannya kini yang masih berlatih melempar bola ke ring.
DUGH
Lagi-lagi meleset. Betapa susahnya memasukkan bola ke dalam ring. Kepalanya tertunduk sambil menangkap pantulan bola basket dengan kedua tangan mungilnya.
“Sedikit lagi! Ayo, berjuanglah!” teriak Shohei dari belakang Nao.
“Kagami-kun?” Betapa terkejutnya Nao melihat adik kelasnya tersebut. “Mengapa kau ada di sini?”
“Pertanyaan yang sama untukmu. Sejak kemarin aku tidak menemukanmu di gedung sekolah saat latihan selesai, jadi aku berpikir untuk mencarimu di sekitar sini. Ini, ambilah”, katanya sambil memberikan botol minuman ion-nya. Senyumnya tampak bersinar memantulkan cahaya dari lampu-lampu penerangan di sekitar lapangan, senada dengan pantulan cahaya dari rambut pirangnya yang terang.
“Te.. Terima kasih.” Nao pun menerima minuman tersebut dan meneguknya. “Wah.. segarnya..”
Shohei pun tertawa kecil.
“Apa yang kau tertawakan?” tanya gadis di sampingnya dengan ekspresi bingung.
“Rasanya terbalik, ya, haha.. Jadi seperti ini rasanya membawakan minuman, dan mendukung dari tepi lapangan? Senpai, apa kau mau mengangkatku menjadi manajer? Aku akan mendukungmu dengan sepenuh hati!”
“Jangan bercanda.. apa kau sedang meledekku? Melempar bola saja aku tidak bisa..”
“Oh, kalau begitu aku akan menjadi pelatihmu. Bagaimana?”
“Benarkah?”
Shohei menganggukkan kepala sambil memebusungkan dadanya dengan bangga. “Aku akan mengumpan bola padamu, bersiaplah.”
“Siap, coach!” Nao mengangkat tangan kanannya menuju pelipis, membentuk pose hormat dengan semangat.
Keduanya pun mulai berlatih. Shohei menangkap bola dan mengumpan balik ke arah Nao, sementara Nao melakukan shooting. Sesekali Shohei membenarkan postur Nao saat melempar bola.
Setelah berlatih dengan serius sekitar hampir setengah jam, akhirnya Nao berhasil memasukkan bola ke dalam ring untuk pertama kalinya.
“Kagami-kun, kau lihat itu? Aku berhasil!” serunya melompat-lompat girang.
“Selamat! Kebetulan yang baik!” sahutnya sambil tepuk tangan.
“Benar juga.. Itu hanya kebetulan yang baik..” Nao kembali murung.
“Teruslah berlatih supaya lemparanmu memiliki akurasi yang tepat.”
“Siap, coach!” lagi-lagi Nao membentuk pose hormat.
“Lalu, apa alasanmu berlatih basket sendirian seperti ini?”