Invisible Love

Natsume Risa
Chapter #2

Klub Jurnalis

Hibiki dan Nao melangkahkan kaki mereka menaiki tangga, keluar menuju atap sekolah di lantai paling atas. Area terbuka di atap sekolah yang biasanya merupakan area ‘dilarang masuk’, hari ini dibuka bagi seluruh murid untuk beristirahat dan menikmati pemandangan sekitarnya. Walaupun terik matahari langsung terasa menyengat kulit, tempat ini merupakan satu-satunya tempat dimana tidak ada aktifitas promosi klub apapun. Ini adalah tempat terbaik untuk ‘melarikan diri’. Rupanya banyak murid yang mempunyai pemikiran yang sama, sehingga tempat ini cukup ramai oleh murid-murid kelas 1.

Mereka berdua beristirahat di salah satu bangku panjang yang membelakangi pagar balkon besi dengan tinggi sekitar 2 meter. Nao menghela napas panjang, “Ahh.. sungguh melelahkan..”

“Jadi apa kau sudah memutuskan untuk masuk klub mana?”, tanya Hibiki tidak lama kemudian.

“…banyak klub-klub aneh. Aku belum bisa memutuskannya. Yang pasti, aku tidak akan masuk klub meramal”, jawab Nao tegas.

“Hahaha.. tapi bukankah kakak kelas tadi akan membantumu?”

“Aku yakin itu pasti hanya bagian dari trik untuk menghasut murid perempuan yang lemah supaya masuk ke klub mereka”

“Hmm.. benar juga..”

“Tapi.. bagaimana kalau ramalan itu menjadi kenyataan? Menyedihkan sekali.. Bagaimana ini, Hi-chan?”, Nao mulai panik oleh pikirannya sendiri. Bayangan kehidupan SMA yang ia idamkan hancur seketika oleh ramalan yang tidak jelas kebenarannya

Klik! Klik!

Sebuah kamera dari samping kanan mengarah pada Nao dan Hibiki yang sedang duduk. Mereka terkejut dan segera menutupi wajah dengan tangan.

“Ah! Maaf, seenaknya mengambil foto tanpa ijin. Aku Takahashi Ryusei, dari klub jurnalis. Aku sedang memotret kegiatan murid-murid baru saat hari pertama sekolah”, seorang murid laki-laki tanpa jas almamater dan lengan kemeja yang digulung sampai siku menghampiri mereka dengan kamera yang menggantung di lehernya. Tubuhnya yang terbilang tinggi untuk seseorang yang bukan berasal dari klub olahraga itu lantas membungkuk dengan dalam dan sopan. Nao dan Hibiki sontak berdiri. Mereka merasa tidak enak karena membuat kakak kelas membungkuk dengan dalam.

“Oh, tidak apa-apa”, jawab Nao.

“Ryusei-kun, sudah berapa kali kubilang, sebelum mengambil foto, kau harus minta ijin dulu”, seorang murid perempuan berbadan gemuk dengan poni menyamping dan rambut lurus dikuncir dua di bawah telinga, menghampiri mereka. “Maaf, ya”, katanya lagi sambil menunduk.

“Tidak apa-apa, benar-benar tidak apa-apa”

“Sebenarnya kami menerima banyak protes dari murid-murid yang fotonya diambil tanpa ijin seperti yang dilakukannya tadi, karena itu kami seringkali kesulitan dan mendapat penolakan untuk menulis artikel wawancara dari murid-murid narasumber yang menganggap kami seperti paparazzi.”

“Tapi aku sama sekali tidak berniat seperti itu. Aku hanya ingin pesan dalam foto yang kuambil tentang apa yang sedang terjadi secara alami, bisa tersampaikan dengan baik, tanpa dibuat-buat”, terang Ryusei dengan tegas menepis tuduhan itu. Sorot matanya yang lurus dan serius saat berbicara, membuat Nao berpikir bahwa alasan itu bukanlah alasan yang sengaja dibuat untuk berkelit dari kesalahan. Hanya saja, pemikirannya sedikit berbeda dari orang lain. Hal ini membuat Nao menjadi tertarik.

“Sepertinya kau suka memotret”, tebak Nao.

“Sangat suka. Tetapi, bukan seperti memotret model atau semacamnya, aku lebih suka yang natural. Sama seperti tujuan dari setiap artikel yang dibuat untuk menyampaikan suatu pesan. Bagiku, menyampaikan sebuah pesan dalam foto yang bisa dimengerti banyak orang adalah sebuah tantangan.”

Rambut agak keriting dengan belahan samping, memperlihatkan dahi dan lekukan alis yang tebal dan tegas. Raut wajahnya dan senyum yang berseri-seri terlihat jelas ketika membahas hal yang sangat ia sukai. Tanpa sadar, Nao pun ikut tersenyum. Matanya tidak lepas dari sosok laki-laki yang kini ada di hadapannya. 

“Oh iya, apa kalian sudah punya klub? Kami masih membuka pendaftaran”, perempuan gemuk tadi mencari sesuatu dalam tas kecil yang sejak tadi terselempang di badannya. “Ah, maaf, sepertinya brosurnya tertinggal di ruangan klub. Jika kalian tertarik, aku akan...”

Lihat selengkapnya