“Kau tidak apa-apa, Hi-chan?” Nao mulai mengkhawatirkan kondisi Hibiki yang semakin pucat dengan tetesan keringat yang seharusnya tidak keluar, karena saat ini mereka sedang berada di dalam ruangan ber-AC.
Acara goukon* berjalan dengan sangat meriah sejak tadi. Beberapa dari mereka dengan sukacita berkaraoke –walaupun entah suaranya terdengar enak ataupun aneh, tidak ada yang peduli- yang penting bersenang-senang. Sementara sejak tadi, sahabatnya itu hanya diam dan berbicara seperlunya ketika ditanya. Walaupun Nao juga melakukan hal yang sama, tetapi ia yakin ada yang aneh dengan kondisi Hibiki saat ini.
“Aku tidak apa-apa.” Hibiki tersenyum sambil meneguk coffee blend miliknya. Kemudian ia bangkit dari sofa, “aku ke toilet sebentar.”
Nao meneguk orange juice-nya. Setelah Hibiki meninggalkan ruangan, ia kehilangan satu-satunya teman bicara dalam ruangan itu. Matanya kembali menelusuri orang-orang yang ada di sana. Semuanya sedang asyik mengobrol dan bersenang-senang, kecuali Riku.
Tadinya Nao beranggapan buruk pada Riku, tetapi kemudian ia menyadari bahwa sejak tadi, Riku pun hanya asyik bemain game online di smartphone sambil sesekali tangannya mengambil potato stick dari meja. Ia juga hanya berbicara sedikit dengan Nanamiya. Bahkan, jangan-jangan ia tidak menyadari bahwa Nao ada di sana, lagipula ia tidak secara pribadi mengenalnya. Mungkinkah Riku hanya terpaksa mengikuti goukon ini seperti dirinya? Tanpa sadar, Nao terus menatap Riku.
“Apa ada sesuatu di wajahku?” tanya Riku dingin tanpa menolehkan pandangan dari smartphone-nya. Siapapun juga pasti tersadar jika ditatap dengan penuh kecurigaan secara terus-menerus oleh orang lain, seperti yang Nao lakukan saat ini.
“Ah, tidak. Potato stick itu kelihatannya enak”
Bukannya berhasil terbebas dari tuduhan, justru Nao terlihat semakin mencurigakan dengan ‘gurauan’ potato stick-nya. Bodoh sekali, pikir Nao. Riku kini menatapnya dengan tajam.
“Oh, kau ingin potato stick juga? Aku akan memesannya untukmu”
Seorang laki-laki –yang juga anggota goukon- duduk di samping Nao dan membuka buku menu.
Nao pun terkejut dan dengan spontan berkata, “Tidak usah. Aku.. ehm..” Ia benar-benar tidak mempunyai pengetahuan tentang bagaimana menolak laki-laki di saat seperti ini.
“Sepertinya kau sangat gugup. Apa kau baru pertama kali ikut goukon?”
“Iya..”
“Benarkah? Aku juga. Jangan-jangan kita berjodoh. Bagaimana kalau kita berpacaran?”
“Tidak mungkin”
“Ehh.. cepat sekali kau menolakku.. Kalau begitu bagaimana kalau kita bertukar ID Line*? Apa nama ID-mu?”
Laki-laki itu lantas mengeluarkan smartphone dari sakunya. Nao benar-benar kehabisan akal ketika laki-laki itu masih saja terus mendekatinya dengan senyum yang lebar setelah ia tolak mentah-mentah.
“Ehm.. Aku ke toilet dulu!”
Nao segera pergi meninggalkan ruangan itu. Seperti dugaannya, goukon memang berbahaya. Ia tidak ingin berada dalam waktu lama di tempat itu sendirian. Seharusnya, sejak tadi ia ikut dengan Hibiki ke toilet.
*goukon : kencan buta yang diikuti oleh pria dan wanita dalam jumlah yang sama, dan tidak saling mengenal
*Line : nama aplikasi yang banyak digunakan di Jepang untuk komunikasi
***
Nanamiya keluar dari toilet laki-laki sambil mengelap kedua tangannya dengan tisu, lalu membuangnya ke tempat sampah tepat di samping pintu toilet. Ia mengecek smartphone-nya sejenak sambil menyandarkan punggungnya di koridor. Setelah membaca sebuah chat yang cukup menggelitik pikirannya, ia memutuskan untuk menelepon orang yang berada di seberang obrolan sana.
“Halo. Sudah kubilang aku ada acara hari ini dengan teman-temanku. Aku akan ke sana setelah selesai.”
“Tapi di sini mulai ramai. Aku kewalahan jika hanya sendirian”, terdengar suara laki-laki dewasa yang menjadi lawan bicaranya di telepon.
“Baiklah. Aku segera ke sana”
Nanamiya menutup teleponnya. Nampaknya ia harus segera kembali ke ruang karaoke untuk berpamitan dengan semuanya.
KRIIT