Setelah istirahat makan siang, pertandingan basket antar kelas sebanyak 6 babak sudah berlangsung selama 2 jam 12 menit –termasuk jeda istirahat selama 10 menit di setiap pergantian babak. Setiap kelas memiliki kesempatan 1 babak dengan waktu 12 menit untuk menentukan pemenang yang maju ke babak final. Dan kelas yang dengan tangguh bertahan sampai ke babak final adalah kelas 2-B, yang merupakan kelas asal dari Nanamiya. Walaupun begitu, baik Nanamiya maupun anggota tim basket lainnya tidak berniat mengalah. Mendekati detik-detik akhir pertandingan babak final, tim basket mulai melancarkan serangan-serangan agresif untuk mencetak poin.
“Jadi sejak awal tadi kalian tidak bermain dengan sungguh-sungguh? Pantas aku merasa, apa kekuatan tim basket kebanggaan SMA Taitou selemah ini? Ternyata kalian baru mulai serius setelah setengah babak berlalu”, kata salah satu pemain dari kelas 2-B yang saat ini sedang menghadang dribble dari Nanamiya.
“Jika dari awal sudah bermain dengan serius, tidak akan jadi tontonan yang menarik”, balas Nanamiya sambil melemparkan senyum menyeringai.
“Sial, aku meremehkanmu..”
Pemain itu mulai kesal dan berusaha merebut bola. Namun, dengan jarak kemampuan mereka yang terbilang cukup berbeda, Nanamiya dengan mudah dapat berkelit dan menghindar. Bahkan sempat-sempatnya dia men-dribble dengan gaya sok keren, yang membuat murid-murid perempuan heboh meneriakkan namanya. Pemain tadi semakin kesal dibuatnya. Ia merasa hampir saja berhasil merebut bola itu. Namun, Nanamiya melakukan spin move –gerakan menghindar dengan cara berputar—dan dunk. Ia berhasil menambah poin terakhir sebelum peluit panjang ditiup. Sorak penonton memeriahkan skor kemenangan 14-10 untuk tim basket.
“Aku suka semangatmu dalam bermain basket, tapi emosi membuat gerakanmu jadi gegabah dan mudah terbaca. Jangan pernah bermain dengan emosi. Aku menunggumu di klub basket.”
Nanamiya tersenyum kepada pemain tadi dan menawarkannya bergabung dengan klub basket secara tidak langsung. Kemudian ia berjalan menghampiri anggota lainnya dan tentu saja.. para penggemar perempuannya yang sudah berkumpul di tepi lapangan.
Nao yang menonton pertandingan itu sejak awal, baru menyadari kemampuan para anggota klub basket ternyata tidak bercanda. Dengan pemain yang jenius seperti Nanamiya, bahkan mungkin mereka bisa memenangkan kompetisi basket tingkat daerah. Mungkin saja, ‘kan?
“Walaupun playboy, tapi Nanamiya-senpai ternyata sehebat itu dalam bermain basket. Kau pasti sudah menyadarinya, ‘kan, Hichan?”
Nao yang tidak mendapatkan jawaban apapun dari Hibiki yang berdiri di sampingnya pun memanggil namanya berulang kali.
“Eh? Ah, iya, benar sekali”, jawab Hibiki asal menebak.
“Apa yang kau lihat?”
“Tidak ada. Ayo, kau harus bersiap-siap. Lomba selanjutnya adalah lari estafet antar klub, ‘kan?”
Hibiki mendorong tubuh Nao menuju area lapangan yang sudah disiapkan khusus untuk track lari estafet antar klub. Namun, sekilas Nao melirik kembali ke arah pandangan Hibiki saat melamunkan sesuatu tadi. Ia melihat sosok Nanamiya di sana yang sedang tertawa lebar dikelilingi murid-murid perempuan.
***
DOR!
Lomba lari estafet antar klub sudah dimulai. Karena di sekolah ini memiliki total 20 klub yang aktif, maka lomba dibagi menjadi 4 sesi berdasarkan kategori, dengan jumlah 5 klub yang berpartisipasi pada setiap sesi. Kategori klub olahraga, seperti basket, sepakbola, tenis, kendo, dan voli berlari dalam 1 sesi pada sesi terakhir. Sementara klub non olahraga lainnya berlari pada sesi-sesi sebelumnya.
Saat ini adalah sesi lomba untuk klub igo, klub karuta, klub robot, klub meramal, dan klub jurnalis. Pelari pertama berputar di tempat sebanyak 7 kali dengan tongkat baseball, lalu berlari. Mereka membawa benda dan kostum yang menunjukkan ciri khas klub masing-masing, seperti klub igo dengan papan igo, klub karuta dengan mengenakan hakama dan membawa kartu, klub robot dengan robot dan face art menyerupai robot, serta klub meramal dengan mengenakan jubah khas penyihir dan tongkat. Sementara klub jurnalis mengenakan seragam sekolah lengkap–sama seperti klub igo dan klub robot—dengan nametag bertuliskan ‘PRESS’.
Ketua yang berlari sambil membawa dynamic microphone ala reporter, kini sudah menyerahkan tongkat estafet kepada Mako. Klub jurnalis berada di posisi pertama untuk putaran pertama. Pada putaran kedua, pelari tidak membawa benda klub, melainkan berlari sambil membawa bola pingpong dengan ladle. Mako berlari dengan keseimbangan yang mantap sambil memegang ladle di tangan kirinya. Namun, karena cukup sulit berlari sambil mempertahankan keseimbangan, kecepatan berlari Mako mulai menurun. Klub jurnalis turun di posisi kedua setelah klub karuta.
“Semangat, Kojima-san!!”
Nao dan Ryusei yang berada di samping garis start, sambil menunggu giliran berlari, terus memberikan dukungan untuk Mako. Sementara itu, di belakang mereka lewat 2 murid laki-laki yang sedang asyik berbicara.
“Hei, apa kau lihat kuma saat lomba tarik tambang tadi? Dengan keberadaannya, tidak ada yang bisa mengalahkan kelas 2-A. Ekspresinya sangat hebat, aku pikir dia memang cocok dipanggil ‘kuma*’, haha..”
“Benar, aku setuju denganmu. Berkat dia, kelas kita bisa menjadi juara, haha..”
Pasti mereka menyinggung tentang Saki. Nao berbalik menatap mereka. Pembicaraan mereka memang terdengar seperti pujian, tetapi rasanya…
“Oi!” Sahut Ryusei memanggil mereka dengan tatapan serius.
“Oh, Takahashi. Sebentar lagi giliranmu, ya?” Tanya salah satu dari mereka tanpa rasa bersalah. Tentu saja mereka saling mengenal, mereka berasal dari kelas yang sama.
“Tolong jangan panggil dia seperti itu.”
Mereka terdiam sejenak, “Kau ini kenapa apa, sih? Haha..” Lalu kemudian berjalan kembali dengan santai, tanpa memerdulikan perkataan Ryusei.
Nao kini menatap Ryusei. Klik.