“Kei-kun, terima kasih untuk kopinya. Walaupun yang biasa membuatkan kopi untukku adalah ayahmu, tetapi kopimu juga sangat enak. Kalian benar-benar mirip. Rasanya sama seperti 20 tahun yang lalu, ketika pertama kali aku datang ke tempat ini”, seorang wanita tua berumur sekitar 70 tahun pamit kepada Nanamiya yang ada di meja bar. Kemudian ia tersenyum kepada seorang laki-laki yang lebih muda 10 tahun yang berdiri di sampingnya.
Nanamiya berlari kecil menghampiri mereka yang sudah berada di dekat pintu keluar. “Kau berlebihan, obaa-san*. Aku tidak sehebat ayahku” balasnya sambil tersenyum.
“Kami akan mampir lagi nanti. Sampai jumpa”
“Baik. Aku akan menunggu kedatangan kalian lagi. Jaga kesehatan kalian”
Setelah berpamitan, pasangan kakek dan nenek itu berjalan keluar. Sang wanita tua itu merangkul tangan kanan pria paruh baya di sampingnya dengan mesra.
“Lihatlah, bukankah dia sangat mirip dengan cucuku? Seandainya dia masih hidup, aku akan membawanya ke sini dan memperkenalkannya padamu..”
“Aku akan senang bertemu dengannya”
Mereka saling tersenyum satu sama lain, lalu berjalan seirama hingga sosoknya tidak terlihat lagi. Hibiki tersenyum melihat pemandangan yang baru saja ia saksikan. Sungguh menghangatkan hati. Saling menyayangi hingga tua, ia sangat mendambakan kehidupan yang penuh kasih sayang seperti itu. Kemudian ia melirik Nanamiya yang sedang berjalan kembali ke meja bar di depannya.
“Kau dan ayahmu benar-benar mengenal dengan baik setiap pelanggan di sini, ya”, komentar Hibiki sambil menyeruput Coffee Blend-nya hari ini. Satu lagi jawaban yang ia dapatkan mengapa Nanamiya bisa mengingat dengan baik nama-nama setiap perempuan yang berkumpul di dekatnya. Mungkin dia sudah terbiasa.
“Mereka adalah pelanggan tetap di sini sejak ayahku masih muda. Mereka bukanlah pasangan suami-istri. Aku mendengar dari ayah, bahwa sekitar 20 tahun yang lalu mereka bertemu di tempat ini. Nenek kehilangan suami, anak dan cucu laki-lakinya saat masih seumuranku karena kecelakaan, sementara kakek yang mendampinginya tadi adalah orang yang ‘tersisihkan’ oleh keluarga dan anak-anaknya. Mereka bertemu di tempat ini dan seperti yang kau lihat, mereka menjadi teman hidup. Di coffee shop ini banyak orang bertemu dan berpisah dengan kenangan pahit ataupun kebahagiaan. Dengan berbicara dan menyajikan kopi, kami berharap bisa menenangkan hati dan mengembalikan mood mereka. Itulah mengapa tempat ini diberi nama Let It Be”
Hibiki termenung. Nenek-kakek tadi bukanlah pasangan suami-istri, tetapi teman yang saling mengisi kekosongan hidup satu sama lain. Penjelasan dari Nanamiya telah membuka pikirannya menjadi lebih luas. Bagaimana di masa tua pun bisa kembali menemukan kebahagiaan dan semangat untuk melanjutkan hidup setelah beranjak dari masa lalu yang pahit. Coffee shop ini pasti telah menjadi saksi dari masih banyak cerita-cerita kecil yang menghangatkan hati lainnya yang terjadi di sini.
“Sungguh menarik. Aku sangat menyukai coffee shop ini.” Hibiki memejamkan matanya sejenak sambil tersenyum. Rasanya ia bisa merasakan kehangatan dari seluruh sudut tempat ini. Di sini jugalah dirinya bisa bertemu dan berbicara lebih banyak dengan Nanamiya.
“Eh.. Jadi kau hanya tertarik pada coffee shop ini, tidak pada bartendernya”, Nanamiya tersenyum kecil menggodanya.
Ini dia sifat playboy-nya kembali muncul. Wajah Hibiki memerah dalam sekejab. “Ka..Kau bicara apa, senpai?”
“Haha.. Aku bercanda..”
“Ehm.. senpai, maukah kau pergi denganku ke kuil setelah tahun baru? Ehm.. Maksudku bukan denganku, bersama dengan Nao dan teman-teman yang lain juga”
“Tentu saja.”
Di luar dugaan, Hibiki berhasil dengan mudah mengajak Nanamiya untuk pergi bersama saat liburan musim dingin nanti–ketika murid-murid perempuan lain tidak bisa menemuinya. Ia menundukkan wajahnya berusaha menyembunyikan senyum seperti orang gila yang tidak bisa ia tahan. Hatinya berdegup kencang hanya membayangkan apa yang akan terjadi nanti.
*Obaa-san : panggilan untuk wanita yang sudah berumur (nenek)
***
Kuil Meiji adalah salah satu kuil besar dan terkenal di daerah Shibuya yang tidak pernah sepi pengunjung. Pemandangan pohon-pohon evergreen yang menghiasi sepanjang jalan masuk dan sekeliling kuil memberikan efek yang menyegarkan untuk pikiran, seolah sejenak meninggalkan hiruk-pikuk kota Tokyo.
Pada hari kelima setelah tahun baru inilah Nao dkk akan bertemu dan melakukan hatsumode –sebuah tradisi mengunjungi kuil dan berdoa untuk peruntungan tahun baru—di kuil Meiji ini. Sebenarnya kebanyakan orang melakukan hatsumode pada hari pertama sampai hari ketiga setelah tahun baru. Meskipun begitu, pergi di tiga hari pertama ini juga bukanlah ide yang baik, karena seluruh halaman kuil akan benar-benar terisi oleh lautan manusia. Jutaan pengunjung akan berkumpul di sana dan berdesakan, perlu waktu berjam-jam mengantri untuk masuk ke dalam kuil. Selain itu, karena hari keempat juga bukanlah hari yang baik untuk mengunjungi kuil menurut tradisi, akhirnya mereka memutuskan untuk datang pada hari kelima.
Begitu pun ternyata pada hari kelima, suasana kuil ini masih cukup ramai pengunjung. Dengan keberhasilan Hibiki mengajak Nanamiya, dan berkat kedua orangtua yang memaksanya menemani Mako karena khawatir tersesat, Riku pun bergabung dengan rombongan ini menjadi 5 orang, termasuk Nao. Hampir semua perempuan yang terlihat di sana mengenakan kimono. Sementara laki-laki, ada yang memakai kimono dan ada yang memakai pakaian kasual biasa seperti Nanamiya dan Riku saat ini.
Di antara mereka, mungkin Nao-lah orang yang paling bersemangat saat ini, karena kuil Meiji ini dibangun sebagai bukti dedikasi masyarakat akan kekuasaan kaisar pada restorasi Meiji. Sejak mereka memasuki gerbang torii*, Nao tidak berhenti mengucapkan kata-kata penuh kekaguman pada setiap sudut kuil ini.
“Wah, inilah tempat yang dulu sering dikunjungi oleh Kaisar Meiji dan istrinya.. Hei, coba lihat barel-barel sake itu! Waah..” Nao berlari kecil mendekati ratusan barel sake yang dipajang di samping jalan menuju kuil. “Ah! Kojima-san, bukankah yang di sebelah sana itu barel wine?”