Invisible Love

Natsume Risa
Chapter #14

Cafe Let It Be

Cahaya-cahaya kecil bertaburan dalam penglihatannya. Mereka berkelap-kelip dan berubah warnanya, seperti bintang di langit. Apakah ia sedang terbang? Nao berusaha menggapai bintang tersebut dengan tangan kecilnya. Namun, tidak sampai. Jaraknya terlalu jauh.

Uhuk Uhuk.

Nao mengedipkan matanya, membukanya lebih lebar untuk melihat sekeliling. Sebuah jaket putih menyelimuti badannya. Ia sontak terbangun. Jadi, sejak tadi ia tidur bersandar pada Riku?

Nao melihat sekeliling, sudah tidak ada orang. Tetapi, ia melihat cahaya iluminasi yang sangat indah dari lampu-lampu kecil yang menghiasi pohon-pohon sakura di sekeliling mereka. Sangat cantik. Seperti berada di negeri dongeng.

Ia hendak membangunkan Riku dari tidurnya untuk menyaksikan iluminasi tersebut. Namun, niatnya terhenti saat melihat wajah laki-laki itu yang terlelap. Dirinya pasti sudah sangat merepotkan Riku hari ini, pikirnya. Nao terus menatap wajahnya.

Tidak lama kemudian, Riku mengganti posisi kepalanya. Ketika melihat bahu kirinya, ia langsung tersadar Nao sudah tidak ada di sampingnya. Melihatnya terjaga, Nao langsung melemparkan pandangannya ke arah lain sambil berdehem.

“Nagase-kun, lihatlah. Cahaya-cahaya iluminasi itu sangat cantik”

Riku menegakkan badannya yang bersandar pada pohon sakura di belakang. Mereka memandang cahaya iluminasi yang sangat indah menghiasi pohon-pohon sakura di sekitar mereka. Saat ini saja, waktu di sekitar mereka seperti berhenti.

“Maaf, aku tidak menyadarinya”, sahut Riku.

“Tentang apa?”

“Apa demammu sudah turun?” Riku menempatkan telapak tangannya pada dahi Nao untuk memeriksa suhu badannya. “Sepertinya sudah tidak apa-apa. Aku akan mengantarmu pulang”

“A.. Aku bisa pulang sendiri”, jawabnya dengan gugup sambil berdiri. Namun, walaupun demamnya sudah turun, Nao masih merasa badannya agak lemas. Kakinya mulai terhuyung.

Riku segera berdiri dan memegang lengannya, “Diamlah dan naik ke punggungku. Aku akan mengantarmu pulang.” Kali ini ia mengatakannya dengan tegas.

***

“Hibiki, hari ini apa kau ingin mencoba coffee blend buatanku yang terbaru? Kami baru saja kedatangan biji kopi yang sangat enak dari..”

“Maaf, hari ini aku tidak datang ke café Let It Be. Aku ada janji dengan temanku”, Hibiki begitu saja memutus perkataan Nanamiya.

“O.. Oh, begitu”, Nanamiya tersenyum kecut sambil menundukkan kepala menghadap loker sepatunya. Hibiki pun segera memasukkan sepatunya dalam loker dan terburu-buru meninggalkan lobi.

Hibiki mempercepat langkahnya keluar gerbang sekolah. Ia mengejar seseorang. Minggu lalu, ia tidak berhasil berbicara padanya, malah terpancing suasana nostalgia dengan adik kelas saat SMP. Kali ini ia harus bicara dengannya.

“Kojima-san!” panggilnya.

Mako membalikkan badannya menghadap Hibiki. “Ada apa?” Tanyanya sambil tersenyum.

“Saat aku berbicara tentang kopi, itu mengingatkanmu pada orang yang kau suka, yang berada di klub basket. Orang itu adalah Nanamiya-senpai, ‘kan?”

“Bukan”, dengan senyum yang masih menghiasi bibirnya, Mako membalikkan badannya. Ia kembali berjalan. Hibiki berlari mengejar, lalu berhenti tepat di depannya.

“Kau pasti masih menyimpan dengan baik kancing seragam milikinya.”

Mako menghentikan langkahnya.

“Nanamiya-senpai yang mengatakannya padaku. Dia mungkin tidak tau apa artinya, tapi kau tidak mungkin meminta kancing seragamnya tanpa alasan, ‘kan?”

“Lalu, setelah mengetahui semuanya, apa yang akan kau lakukan?” Kini Mako menatap Hibiki dengan serius.

“Harusnya aku yang bertanya padamu, apa yang akan kau lakukan dengan perasaanmu itu? Kau tidak mungkin terus memendamnya. Bukankah lebih baik kau mengungkapkan perasaanmu padanya?”

Hibiki tersenyum kemudian berjalan lebih dulu meninggalkan Mako. Sejak itu, ia tidak lagi mengunjungi café Let It Be.

***

Suasana pagi di lingkungan SMA Taitou terlihat seperti biasanya. Beberapa murid berjalan kaki, ada juga yang naik sepeda.

Setelah beristirahat selama 1 hari penuh, akhirnya kondisi Nao cukup sehat untuk kembali masuk sekolah. Ia melangkahkan kakinya dengan irama yang pelan dan santai menuju gerbang sekolah. Dalam pikirannya kembali muncul memori hari Minggu kemarin saat dirinya dan Riku pergi bersama ke Istana Kekaisaran Tokyo. Ia tidak menyangka bahwa hari itu demamnya akan semakin memburuk karena terlalu memaksakan diri untuk menepati janjinya pergi bersama Riku. Seharusnya ia beristirahat dengan baik di rumah. Namun, entah mengapa rasanya ia sendiri pun sedikit menantikan hari itu.

Nao kembali teringat adegan saat dirinya tertidur karena kelelahan di pundak Riku, lalu menyaksikan cahaya iluminasi yang sangat indah bersama di bawah pohon sakura. Bahkan, akhirnya malam itu Riku benar-benar menggendong Nao di punggungnya sampai rumah. Walaupun tidak ada pilihan lain untuk berpegangan, itu adalah pertama kalinya ia memeluk punggung laki-laki selain ayahnya. Hal itu sangat memalukan! pikir Nao. Ia menutup mata dengan kedua tangannya lalu berlari sekuat tenaga.

Tiba-tiba sebuah tangan memegang kepala Nao, membuat langkahnya terhenti.

“Selamat pagi, senpai. Kau tidak boleh berlari dengan mata tertutup”

Nao membuka matanya dan terkejut ketika melihat tepat di depan matanya ada tiang listrik yang hanya berjarak beberapa sentimeter lagi. Ia pasti akan menabrak tiang listrik ini jika terus berlari.

Lihat selengkapnya