Desain interior klasik kuno ala Eropa abad pertengahan, wangi semerbak kopi dari balik meja bar, lantunan musik klasik yang bercampur dengan suara gilingan dari biji kopi, dan.. bartender tampan yang sedang membuat kopi. Hibiki tersenyum sumringah sambil bernostalgia dengan segala unsur di sekelilingnya. Sudah lama ia tidak mengunjungi café Let It Be. Nanamiya pun tersenyum melihat gadis yang duduk di meja bar di depannya.
“Silahkan”, Nanamiya menyajikan coffe blend dengan cangkir kecil berwarna putih dengan ukiran biru muda di atasnya.
“Terima kasih.”
Hibiki mengangkat cangkir kecil itu, lalu menghirup aroma kopi yang sangat menenangkan dari sana. Setelah menyeruput kopi tersebut, ia merasakan sensasi rasa kopi yang agak tajam namun terasa sangat pas bercampur dengan unsur rasa lain di dalam mulutnya. Aftertaste* yang ditimbulkan pun adalah rasa manis yang cukup ringan, namun membuat penasaran dan menagih untuk kembali merasakannya.
“Bagaimana?” Nanamiya menopang wajahnya dengan tangan kanan di depan meja bar Hibiki.
“Ini.. sangat enak. Aku belum pernah merasakan kopi seperti ini! Membuatku ingin terus meminumnya lagi dan lagi..”
“Kopi itu.. benar-benar seperti dirimu, ‘kan?” Nanamiya tersenyum.
Jantungnya serasa berhenti berdetak mendengar kata-kata itu. Hibiki kembali teringat saat pertemuan pertamanya dengan Nanamiya di tempat ini pada musim panas tahun lalu.
‘..Kami tidak hanya membuat kopi, tetapi juga berbicara dengan setiap pelanggan yang datang dan menyajikan kopi yang sesuai dengan mereka. Lain kali, saat kau datang kembali dan merasa kopi yang kubuat lebih enak dari yang kau minum hari ini, berarti aku mulai mengenalmu lebih baik’
Ia mulai salah tingkah dan menundukkan kepalanya. Walaupun begitu, ia tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya kali ini. Senyum terus mengembang di wajahnya.
TING
Shohei memasuki café Let It Be dan berjalan menghampiri meja bar di samping Hibiki duduk. Ia menatap Nanamiya dan Hibiki secara bergantian dengan raut wajah serius. Kemudian ia membungkukkan badannya ke arah Nanamiya.
“Maaf tentang kata-kataku waktu itu”
“Angkatlah kepalamu”, balasnya.
Shohei pun mengangkat kepalanya dan menatapnya.
“Walaupun saat itu kata-katamu membuatku sakit hati, tapi entah sejak kapan aku sudah melupakan itu.” Nanamiya tersenyum lembut ke arah Shohei.
Setelah terdiam beberapa saat, akhirnya Shohei pamit, “Aku.. hanya ingin mengatakan hal itu padamu. Kalau begitu, aku pulang dulu.”
“Tunggu, aku juga minta maaf tadi tidak turun kereta di stasiun bersamamu padahal kau sudah repot-repot mengikutiku. Aku ada keperluan”, Nanamiya terkekeh kecil sambil menggaruk belakang kepalanya.
Shohei sejenak melirik ke arah Hibiki, kemudian tersenyum kecil sambil menganggukkan kepalanya, “Aku mengerti.”
Ia berjalan menuju pintu keluar. Namun, ia menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Nanamiya.
“Kau juga harus minta maaf pada Kojima-senpai, karena dia sudah menunggumu lebih lama.” Setelah itu, Shohei benar-benar berjalan keluar dari café.
“Oh iya, benar juga. Mako-chan mungkin tadi menungguku selesai kegiatan klub basket untuk pulang bersama”, Nanamiya mengingat-ingat.
Sementara itu, Hibiki terdiam sendiri dalam pikirannya setelah mendengar kata-kata Shohei. Sungguh dirinya adalah teman yang buruk. Mendorong Mako untuk lebih menunjukkan perasaanya pada Nanamiya, akhirnya malah ia sendiri yang menyatiki Mako. Rasa bahagia yang ia rasakan saat ini karena akhirnya bisa kembali berbicara dengan Nanamiya, tidak ada artinya jika membuat temannya sendiri tersakiti.
Dua orang pelanggan lainnya kemudian datang. Nanamiya segera menyambut dan menawarkan menu-menu kopinya.
*Aftertaste : rasa yang tertinggal di dalam mulut setelah meminum kopi
***
Mako melangkahkan kaki dari stasiun menuju rumahnya dengan perlahan, tanpa semangat. Di suasana malam hari seperti ini, jalanan menuju rumahnya sudah sepi pejalan kaki. Ia berjalan menuju persimpangan dan berbelok ke kiri. Lampu jalan di atas menyorotnya dengan cahaya kuning.
Tap Tap Tap.
Tap Tap Tap.
Mako mulai mendengar langkah kaki ringan yang berjalan di belakangnya.
Tap Tap Tap.
Tap Tap Tap.
Setelah melewati sorot lampu jalanan, ia menolehkan pandangannya ke belakang. Membetulkan kacamata sembari menyipitkan kedua matanya untuk fokus melihat. Namun, ia tidak melihat siapapun di sana. Orang iseng ataukah.. hantu? Entahlah apa itu, yang pasti suasana hatinya saat ini sedang tidak baik untuk meladeni.
Mako kembali melanjutkan perjalanannya. Kali ini dengan tempo yang lebih cepat. Setelah itu, ia tidak lagi mendengar langkah di belakang yang mengikutinya.