Rak ke-1
Ibu sudah duduk di singgasana memeriksa kesiapan aksi pinjam-meminjam dari koleksi buku yang beraneka ragam. Mulai dari yang ringan, komik hingga buku-buku berat dalam arti sebenarnya La Tahzan, Ensiklopedi Sunah-Syiah, Fadhail A’mal, biografi Ummar bin Khatab, dll. Semua tertata apik dalam rak yang telah terkategorisasi.
Ibu menghela napas memandang jalanan yang sudah mulai ramai berseliweran kendaraan roda dua dan beberapa pejalan kaki. Sebagian dari mereka menyempatkan melirik ke arah kami.
“Mari mampir sini!” seruku riang. Tapi mereka tetap melenggang tanpa kesan.
Baju warna oranye ternyata kurang menarik perhatian mereka. Bukankah oranye menandakan kehangatan. Itu berarti kami akan menyambut mereka dengan keramahan sahabat.
Apa seharusnya aku berwarna merah, biar lebih berenergi demi menarik mereka? Ah sudahlah, tampaknya Ibu menyukai warna oranye. Kau lihat, bahkan hari ini Ibu mengenakan baju oranye yang dipadu padan dengan kerudung hitam. Sebuah optimisme melayang elegan mengisi ruang.
Ibu beranjak menuju rak yang merupakan deretan buku-buku non fiksi motivasi. Membuka lembar demi lembar kertas berjilid, terkadang menuliskan sesuatu yang tak kupaham maksudnya.
Tiba-tiba seorang anak muda berambut gondrong tidak beraturan, bertubuh kecil masuk begitu saja dengan meninggalkan bunyi kelinting kasar. Bagian yang dia tuju langsung pada deret rak komik. Matanya terus melotot meneliti satu persatu mencari komik yang mungkin cocok di hati.
Menyerah dia segera menghampiri Ibu sembari bertanya “Mbak, komik Eyeshield 21 belum ada ya?”
"Iceshield?" ulang Ibu. "Es?"
"Mata, Bahasa Inggris," Pelanggan itu menuliskan sesuatu pada HP-nya, lalu memperlihatkan pada Ibu.
"Oh, eyes_eyeshield?" balas Ibu tersenyum geli.
"Yoi."
“Komik baru?”
“Itu komik yang ramai Mbak, jadi rebutan di mana-mana, selalu ngantri kalau mau pinjam. Beli Mbak, nanti saya pinjam di sini.”
“Ceritanya tentang apa?”
“American Football. Komik olahraga." ucapnya dengan mata yang sesekali melihat pada deret buku komik.
"Rugby?" perjelas Ibu.