Iqro

Xie Nur
Chapter #22

Gio

Rak Ke-22

Anak itu hanya diam ketika ibunya membentak-bentak. Tidak ada kesalahan besar yang dia lakukan, hanya bermain guling-gulingan di atas karpet ruang baca. Hal itu rupanya membuat sang ibu tidak suka. Dia ingin si anak duduk manis membaca buku yang telah disandingkan untuknya.

“Dik sini!” panggil Ibu saat rentetan kata makian terus menghujamnya.

Anak itu menggeleng.

“Biarin aja Mbak.” kata Ibu muda yang menarik itu.

Perlu aku garis bawahi, menarik di sini tidak berarti cantik. Lebih pada polesan di wajah yang tebal. Baiklah, mungkin tepatnya ibu muda ini pandai melukis wajah hingga menciptakan garis-garis yang cantik. Belum lagi pakaiannya meski mengenakan kerudung, namun lekuk tubuh masih terekpos ke mana-mana. Aku yakin, kaum adam pasti suka melihat penampakan yang menggoda macam ini. Itulah yang aku katakan dengan menarik.

Dan ibu muda ini merupakan anggota baru Iqro. Nomor anggotanya 300.

“Tante punya cokelat lho.” Ibu mencoba merayu anak kecil yang bila besar bisa menjadi seorang pemuda yang tampan.

Anak itu menatap mamanya yang tak acuh. Akhirnya Ibu mendekat lalu menyodorkan sebungkus cokelat yang diterima dengan gerak ragu-ragu. Sesekali melihat pada mamanya.

“Bilang apa?” Gelegar suara mamanya terdengar lagi.

“Makasih,” ucap anak laki-laki berwajah bersih, pelan. Dia langsung membuka kertas pembungkusnya. Menikmati cokelat dengan cara mengulumnya. Ibu masih bersimpuh tak jauh dari tempat si bocah, seakan ikut merasai manisnya cokelat di antara bias pahit.

Ibu mendesah tertahan, berdiri menuju rak buku anak-anak memilihkan satu buku yang mungkin akan menarik perhatian si bocah. Tentu setelah menganalisis bahwa anak itu tidak suka jenis buku yang telah dipilihkan oleh mamanya.

“Mau menonton ikan paus?” tanya Ibu yang sudah mendekati bocah berumur empat tahun itu. Sebuah CD bergambar ikan paus terkibas di tangan Ibu.

Matanya kembali mengarah ke mamanya meminta persetujuan. Sambutan tidak ramah sekali lagi menusuknya.

“Sudah sana! Daripada mengganggu.” usir si Mama dengan mata berkilat kesal.

Ibu menggiring bocah bernama Gio menuju mejanya. Tanpa banyak kata dia duduk manis di samping Ibu, menunggu CD memutar video kartun paus. Animasi yang menceritakan kehidupan hewan mamalia tersebut. Mulai dari makanan kegemaran, hobi nongol ke permukaan untuk mengambil napas dan kesenangannya menyemprotkan air ke udara.

Gio tampak senang melihat paus biru berenang di lautan bersama lumba-lumba yang berlompatan dengan suka cita. Dia bahkan sesekali berceloteh tentang keinginannya untuk melihat ikan paus dan lumba-lumba secara langsung.

Satu film selesai tepat saat mamanya beranjak dari duduk khusyuk berteman novel Mira W. Dalam waktu satu jam, mama Gio berhasil menandaskan satu buah novel. Terus terang aku takjub dengan kecepatan bacanya. Sepanjang pengamatanku setiap halaman tidak ada yang terlompat. Mungkin karena benar-benar suka hingga tak sedikit pun mata beranjak dari lembar buku.

Rasanya aku bisa mengerti kenapa dia marah-marah pada anaknya. Dia ingin fokus membaca buku tanpa terpecah. Untung Ibu memahami itu dan segera membawa kabur Gio sebelum mamanya tambah murka.

“Ayo, pulang!” katanya tanpa basa-basi sambil menyodorkan uang dua ribuan.

Lihat selengkapnya