Iqro

Xie Nur
Chapter #33

Penat nan Nikmat

Rak Ke-33

Ibu memasang pamflet berisi acara membaca gratis di Perpustakaan Iqro selama seminggu dari tanggal 17 - 23 April. Pada hari terakhir yang merupakan puncak acara, Ibu mengadakan bedah buku yang pengaturan waktunya per empat jam. Terbagi menjadi tiga macam buku. Buku komik pagi hari, novel siang selepas Duhur, dan buku non fiksi malam hari sekitar pukul tujuh.

Aku sangat antusias menanti hari-hari tersebut. Ada yang tahu kenapa Ibu tiba-tiba menggelar acara membaca buku gratis? Iya, betul! Tanggal 23 April merupakan hari buku sedunia. Jika ada lagi yang bertanya kok 23 April? Jawabannya karena pada tanggal itu buku yang seperti sekarang pertama kali dibuat, entah kebetulan atau memang sengaja tanggal tersebut juga merupakan hari ulang tahun dan kematian William Shakespeare dan beberapa penulis terkenal yang karyanya abadi.

Kalau bulan April lahir hari buku internasional, satu bulan lagi tepatnya tanggal 17 Mei menjadi hari buku nasional. Sepengetahuanku pencanangan tersebut diambil dari momentum peresmian Perpustakaan Nasional, 17 Mei 1980 lalu. Yang menakjubkan ide hari buku nasional datang dari masyarakat pecinta buku. Tujuannya jelas untuk memacu minat baca di negara kita, juga guna melestarikan budaya baca. Meski kenyataan sekarang ini kebiasaan baca buku text sudah semakin berkurang seiring gencarnya gencatan telepon pintar yang bisa menampilkan aneka info secara cepat.

Sebenarnya aku cukup prihatin, menurut survei sebuah perguruan tinggi di Amerika Serikat budaya baca di Indonesia menduduki ranking 60 dari 61 negara yang disurvei. Indonesia hanya setingkat lebih baik dari Botswana, sebuah negera miskin di Afrika. Dan lima besar dengan minat baca tinggi menempatkan Finlandia, Norwegia, Islandia, Denmark dan Swedia.

Hal tersebut sebanding dengan data statistik UNESCO, yang menyebutkan bahwa indeks minat baca penduduk Indonesia baru mencapai 0,001. Parah sekali kan, itu artinya dari seribu orang Indonesia hanya satu orang yang membaca buku.

Yang lebih menyedihkan adalah negeri tercinta kita ini mengalami ‘tragedi nol buku’. Taufiq Ismail pernah membandingkan budaya baca kalangan pelajar di beberapa negara. Siswa Jerman terbukti aktif membaca sekitar 32 judul buku selama belajar di SMA. Om Taufiq jadi tercengang, dari sekian banyak siswa di negeranya terkalkulasi menjadi nol alias kosong.

Tidak salah jika pada hari buku, Ibu menyelenggarakan baca gratis di perpustakaannya. Dengan harapan orang-orang akan tertarik datang untuk membaca. Uang seharusnya bukan lagi menjadi alasan klasik yang mengalahkan kepentingan perut. Uang bukan hambatan. Besok gratis kawan. Harusnya yang datang membludak. Kita lihat saja nanti. Aku sungguh tidak sabar menunggu hari esok.

Tirai pun terbuka, garis sinar matahari menyergap langsung masuk ruangan. Tidak ada antrian di depan perpustakaan sebagaimana jika ada pembagian kaos atau makanan gratis. Tetap saja lengang sementara jalanan riuh sungguh dengan lalu lalang. Ada satu dua melirik pamflet yang tertempel depan kaca, sekilas saja. Kaki tetap mengayun pada tujuan semula.

Padahal Ibu sudah membuat pamflet itu sedemikian mencolok agar mata yang tertumbuk padanya tertarik bersedia membaca, menyungging senyum lalu berjanji akan datang pada hari yang telah ditetapkan. Itu akhirnya hanya menjadi harapan aku dan Ibu.

Satu jam penantian berbuah langkah ringan Kak Egi dan Ega. Baru kali ini aku melihat keduanya datang bersamaan. Kehadiran yang menakjubkan, Ibu langsung menyambut riang.

“Silakan membaca sepuasnya. Tanggal 23 jangan lupa datang untuk membahas buku yang kalian baca.”

“Siap!” Kak Egi tampak bersemangat.

“Tapi semua komik sudah hampir kita baca, tidak ada yang baru, Mbak?” sahut Kak Ega.

“Yang baru sudah kalian baca, kan. Katanya sudah tidak sabar ingin tahu kelanjutannya.”

“Iya sih,” ringis Kak Ega sudah duduk depan Ibu. Sementara Kak Egi mulai merayapi komik yang mungkin terlewat olehnya.

Tak lama kemudian datang Hani, Si Gadis Sepeda Merah yang sudah kembali dari pertukaran pelajar. Dia sangat antusias dengan program baru Ibu. Memang ini merupakan tahun kelima Perpustakaan Iqro meramaikan kancah persewaan buku. Untuk selanjutkan aku dan Ibu pasti akan terus melakukan ritual baca gratis ini. Tentu saja dalam rangka memasyarakatkan buku, menumbuhkan kecintaan orang-orang pada lembaran kertas yang bertuliskan aneka kata-kata.

Lihat selengkapnya