Iqro

Xie Nur
Chapter #36

Diary Merah Ibu

Rak Ke-36

20 November 2001

Hari ulang tahunku yang ke-10.

Hari ini Ibu memberiku buku diari cantik. Sebuah buku diari berkunci memiliki sampul merah jambu dengan gambar bunga mawar merah merekah di tengahnya. Aku senang sekali. Aku jadi ingin terus menulisi lembaran buku yang membias warna pink.

Aku rasa ini akan jadi buku rahasiaku. Buku yang akan menoreh setiap kisah hidupku.

Oh ya, aku akan mulai bercerita tentang ayahku. Ayahku bernama Topan. Aku tidak tahu arti kata itu secara pasti. Tapi yang aku tahu, topan itu jenis angin yang mengerikan. Angin besar yang bisa meniup apa saja yang ada di depan. Ayah mirip angin topan itu, segala keinginan Ayah harus segera Ibu turuti. Kalau tidak amukan hebat akan melanda Ibu dan aku.

Tadinya ayah seorang yang lembut baik hati dan sering mengajakku main. Sejak Ayah di PHK dari pabrik tempat dia bekerja, Ayah berubah. Ayah benar-benar menjelma angin topan seperti namanya.

Ibuku cantik bernama Maemunah.

Ibu meski galak, tapi aku tahu semua bentuk kedisiplinannya demi aku. Cerewet sekali pokoknya. Kadang aku kesal terus mendapat arahan darinya. Apa yang aku kerjakan sering kurang pas di hatinya. Meski demikian dia selalu siap membantu setiap kesulitan yang aku hadapi. Misal mengerjakan PR, membantu membuat keterampilan dari Bu Guru, selalu rutin menyiapkan bekal makanan ringan untuk aku bawa ke sekolah.

Meski sering dikasari ayah, ibu selalu bersabar dan selalu tersenyum padaku, dengan mengatakan; tidak apa-apa.

Anggota keluarga berikut. Mbah Uti.

Dia ini pembela setiaku. Saat Ibu marah-marah, Mbah Uti selalu datang gantian memarahi Ibu. Aku sayang sekali sama Mbah Uti. Hal yang paling tidak aku suka dari Mbah Uti adalah saat beliau sudah mulai mendongeng tentang masa lalu. Membuat mengantuk saja. Bisa betah satu jam, dua jam beliau bercerita tak ada hentinya. Apa tidak capek Mbah?

Itu tadi gambaran keluarga kecilku. Ada Ayah, Ibu dan Mbah Uti.

Emm, kadang aku ingin sekali punya adik. Tapi Ibu tidak juga memberiku seorang adik. Ya sudahlah, lagi pula Vivi temanku selalu mengeluh tentang adiknya yang bandel. Adiknya yang selalu dibela Ibu. Adiknya yang suka mencorat-coret buku pelajarannya.

Cukup sekian dulu ya, besok kita sambung lagi ceritanya.

 

1 Desember 2001

Diariku....

Hari ini Ibu berangkat kerja ke Arab. Antara sedih dan senang. Sedih karena tidak ada yang akan menyiapkan bekal ke sekolah, sedih karena tidak akan ada lagi yang menciumku sebelum tidur. Sedih tidak ada yang mengikat rambutku ekor kuda. Sedih pokoknya.

Tapi aku juga senang. Kata Ibu jika dia pergi ke Arab, aku bisa punya sepeda seperti Rana, bisa punya boneka barbie seperti Septi dan bisa berlangganan majalah anak-anak seminggu sekali.

Ibu memelukku lama sebelum bus membawanya menuju kota. Aku ingin menangis tapi Ibu melarangku menangis. Akhirnya aku menangis dipelukan Mbah Uti.

Sejak Ibu pergi rumah menjadi sepi.

 

20 November 2004

Diariku....

Hari ulang tahunku ke-13.

Tiga tahun sudah Ibu bekerja di Arab sebagai TKW. Tiga tahun pula aku menulis buku diari pemberian Ibu meski tidak setiap hari aku menulis.

Awalnya aku pikir buku diari Ibu akan habis dalam satu tahun, kenyataannya aku tidak terlalu rutin menulis. Aku menulis diari jika aku ingin menulis saja. Atau saat perayaan ulang tahun buku diari ini yang bersamaan dengan hari ultahku.

Lihat selengkapnya