Rak ke-37
Awalnya aku sungguh tidak suka Ibu menikah. Seperti yang pernah kukatakan aku khawatir perhatian Ibu akan berkurang terhadapku. Semua prasangka buruk terbantahkan oleh kenyataan yang hadir memberi rona lain.
Sekarang aku senang melihat Ibu berbahagia. Aura ceria lebih terasa. Tidak sepi meremukkan tulang. Memang ruang perpus jadi lebih sempit dari sebelumnya. Ada tambahan buku-buku untuk dijual dari suami Ibu. Tapi itu justru menambah semarak arena membaca orang-orang yang haus pengetahuan.
Aku juga senang Ibu dan suaminya merencanakan sesuatu yang indah-indah tentang diriku kelak. Membuatnya lebih besar dan terkenal melampaui toko buku yang kini tengah menguasai dunia perbukuan di jagad pertiwi. Sepertinya aku telah melambung ke angkasa lalu terbang bersama burung-burung mengejar matahari terbenam.
Mereka benar-benar menimang aku dengan cinta yang penuh tak berkurang malahan senantiasa bertambah. Tidak salah Ibu memilih Om Rijal yang santun dan budiman. Dia seorang yang lembut hati selalu berhasil membuat Ibu tersanjung berkali-kali. Aku rasa Ibu sudah mulai kena demam asmara yang membara.
Lihat diriku sekarang! Menjadi semakin cantik dengan perubahan letak rak-rak buku yang berbanjar seperti orang baris-berbaris. Ruang baca meski menjadi sempit namun tetap terasa nyaman.
Akhirnya kemeriahan Perpustakaan Iqro semakin gempita ketika Ibu melahirkan seorang bayi mungil yang lucu. Aku tidak boleh cemburu, bagaimanapun dia anak Ibu yang sesungguhnya, anak yang lahir langsung dari rahimnya. Sementara aku, tentu saja aku ini adalah anaknya yang lahir berkat hubungan cinta yang besar terhadap buku.
Ya, karena aku adalah Perpustakaan Iqro itu. Perpustakaan Iqro yang kini bertransformasi menjadi toko buku dengan perpustakaan umum tanpa uang sewa. Penyatuan ini sungguh banyak membawa keberkahan bagi semua.
***
Iqro...