"Besok lagi deh nulisnya, jengah gue." Sabit bicara sambil menumpuk piring bekas makannya dengan piring kosong Wirama.
"Jengah napa?" Sementara lelaki itu bersiap membereskan lauk dan sambal untuk disimpan di food storage susun sebelum meja dirinya lap.
"Lagi masanya jengah walau udah dapet ide mau nulis apa, Tiram. Penulis emang gitu."
"Maksudnya, kamu malu sama tulisan kamu sendiri, sama idenya, atau gimana?"
"Hah?"
"Jengah artinya malu, Mbeb." Serdawa setelahnya, Wirama berlalu ke dapur.
"Apa iya?"
Sabit jadi harus mengecek KBBI lagi dari ponselnya. Sial, benar kata Wirama. Bahkan ia mengabaikan suara gas dari mulut itu barusan, kalau sadar pasti Sabit cepat-cepat protes sebab tidak suka.
~''~
"Punya duit gak?"
Kaki Sabit masih menapak di teras, belum juga merasakan sejuknya ubin dalam rumah, dan perempuan ini tahu-tahu menghalangi lubang pintu bergaya bak juragan ikan jambrong.
"Nggak ada." Sabit lanjut melepas kaus kakinya, lantas diselip ke sepasang sepatu yang sudah ia taruh di rak. "Paling cuma buat isi bensin besok."
"Berarti kamu punya."
"Kalo Cokoko nggak ada bensin, aku nggak bisa kerja." Mulai menegakkan kepala guna menatap lawan bicara, Sabit tidak gentar meski Korona lebih tua.
"Yona butuh beli seragam tangan panjang buat Jumat, yang lama udah kuning."
"Piona bukan tanggung jawab aku, Kak."
Melihat kakaknya menurunkan kedua tangan yang tadinya di pinggang, badan jadi sedikit menyamping ... ada celah! Sabit segera memijak kaki ke dalam rumah.
"Yona keponakan kamu. Kamu nggak inget waktu dulu Kakak antar jemput, jajanin kamu? Beliin barang yang kamu mau. Kamu lupa? Ya bantu lah sedikit, kamu itungan."
Dengan masuk ke dalam dan berhenti berada di hadapan Korona sebetulnya cara Sabit berhati-hati untuk tidak menimbulkan keributan. Namun, itungan?
Jenis fitnah apa itu? Korona selalu bisa memantik emosi Sabit, memang.
"Aku juga antar jemput Piona sejak dia masuk taman kanak-kanak." Sabit bicara tanpa memutar tubuh, enggan menatap Korona yang pasti tidak berkespresi salah atas kata-katanya.
"Apa yang Kakak kasih ke aku waktu aku kecil ... semacam investasi, ya? Aku nggak pernah mikir kalau aku antar jemput Piona sekarang, terus nanti Piona bakal ngelakuin hal sama ke anak aku."
"Bukan gitu, ya bantu—"