Iri

AAA
Chapter #3

Daila Si Kakak

.

.: oOo :.

Sang kakak, itulah diriku. Kegagalan membuatku mengerti perasaan kesepian adikku.

.: oOo :.

.

Aku mengerutkan dahiku kesal menatap adik semata wayangku yang sedang mengganggu waktu istirahatku. Tidak tahukah aku sedang lelah. Lelah fisik dan mental. Aku pun meneriakkan namanya karena sudah terlalu kesal karena terganggu. Hingga dapat kulihat wajahnya yang terkejut. Dia pergi keluar dari kamar dengan wajah terkejutnya. Aku tidak peduli lagi. Biarkan saja mama marah karena suaraku yang terlewat kencang. Yang pasti, saat ini aku sedang muak sekali.

“Fira jangan ganggu kakakmu! Ini waktu senja, kenapa kalian ribut?”

Dapat kudengar dengan jelas omelan mama. Diam-diam aku tersenyum. Mendengar mama mengomeli adik perempuanku karena kesalahannya merupakan kepuasan tersendiri untukku. Aku menghembuskan napas kecil. Akhirnya diriku bisa bersantai tanpa gangguan.

Ini semua memang salah dua anak itu. Melina dan Elis. Dua anak di kelasku yang berhasil menyulut emosiku. Mereka memang pantas mendapat piala penghargaan dua gadis paling menyebalkan yang pernah kukenal. Mengingat yang mereka lakukan membuatku semakin emosi. Lebih baik aku kembali berkirim pesan dengan kekasihku.

Me_

Hei, bee. Sudah sholat belum?

MayBee💕_

Belum, baru sampai rumah. Ada apa? Pasti ada yang mengganggumu.

Aku tersenyum senang melihat balasan kekasihku. Dia selalu saja tahu apa yang tengah kurasakan. Seperti dia punya kekuatan super yang legendaris itu, telepati. Dia sangat berbeda dari laki-laki kebanyakan. Sifat overprotektivnya membuatku merasa aman di dekatnya. Meski terkadang sedikit menyebalkan.

Me_

Kamu kok tau sih? Itu, si Melina sama Elis. Mereka lagi-lagi seenaknya. Mereka bahkan membuatku hampir tidak kebagian kelompok saat pembagian proyek tugas wawancara. Mereka menyebalkan! Begitu juga adik perempuanku, dia selalu saja menggangguku! Hari ini sepertinya hari yang sangat buruk untukku!

Aku menunggu balasan kekasihku dengan berguling-guling di atas kasur. Mulai menggembungkan pipi karena beberapa menit telah berlalu. Sepertinya dia sedang menulis sesuatu yang panjang. Aku memilih untuk menunggunya dengan sabar sambil memejamkan mata. Hingga bunyi getaran gawai putihku terdengar. Dengan semangat, aku melihat gawaiku yang masih menyala.

MayBee💕_

Aduuuh, mereka menyebalkan ya kog kamu jadi kesel? Ngapain lagi adek kamu?

Aku tersenyum puas. Mulai mengetik untuk membalas pesannya. Kekasihku selalu ada saat aku merasa buruk sekali. Dia bahkan dengan sabar bertanya mengenai masalahku. Pengertian. Kata itulah yang dapat menggambarkan tentangnya.

Me_

Mereka menyebalkan banget! Begitu juga adikku! Lagi-lagi dia menggangguku!

Aku mengaktifkan mode kunci pada gawaiku. Bisa gawat jika orang tuaku melihat pesanku dengan kekasihku. Kenapa? Mereka melarang semua anaknya untuk tidak berpacaran. Entah untuk apa? Yang pasti aku tidak mau menuruti yang satu itu. Aku kan sudah besar. Sudah tahu mana yang baik dan buruk untukku.

Aku beranjak pergi ke kamar mandi dengan malas. Ingin menuntaskan keinginan buang air. Namun, saat aku sudah berada di belakang, melintasi ruang belajar, aku mendengar isak tangis seseorang. Seketika buluku meremang. Semoga saja itu bukan entitas yang nongol. Oh, ternyata memang bukan.

Itu adikku! Sepertinya dia tidak menyadari aura keberdaanku. Bahunya bergetar. Dia terlihat mati-matian menahan isak tangsinya. Aku menghela napas. Sebegitu cengengnya adikku. Dengan cuek aku melangkah ke kamar mandi dan menutup pintu, sengaja menimbulkan suara gaduh.

Peduli setan! Dengan menangis dia pikir aku peduli padanya begitu? Dia adik paling menyebalkan yang pernah kupunya. Eh, tapi kenapa ya? hatiku rasanya tidak enak. Perasaan apa ini? Padahal aku kesal sekali dengannya. Tapi kenapa perasaan iba juga hinggap?

Suara isak tangis itu tak terdengar lagi. Aku keluar dari kamar mandi. Kudapati dia tengah menghadapkan wajahnya berlawanan arah dari pintu. Sambil memeluk guling kesayangannya. Kepalanya ditaruh di samping laptopnya yang menyala. Suara serial anime terdengar jelas dari laptopnya.

Aku tidak tahu, sepertinya ada seseorang yang memberiku dorongan untuk melangkah mendekat ke arah adikku yang tergeletak lelah itu. Langkah kakiku terdengar. Aku tidak peduli lagi. Aku ingin memuasakan rasa tak enak dan penasaranku.

“Fir, kamu nangis ya? Kenapa?” Mulutku dengan polosnya bertanya. Adik perempuanku yang ditanya itu menggelengkan kepalanya sambil menjawabku dengan pelan dan parau. Dia berdehem keras agar suaranya jelas. Aku pun mengangkat kedua bahu, melenggang pergi dari sana. Ya, ini hanyalah formalitas.

.~oOo~.

Seorang gadis remaja tengah menutupi mulutnya yang terbuka karena mengantuk. Dia tampak mengerjakan tugasnya dengan santai. Waktu menunjukkan waktu setengah jam sebelum bel. Kebiasaannya selalu mengerjakan tugas rumah di sekolah. Menurutnya, sekolah memanglah rumah kedua.

Dia adalah gadis remaja biasa. Remaja yang masih labil, ababil, dan terkadang juga malas untuk mengerjakan tugas sekolahnya. Ya, dia remaja seperti pada umumnya. Nilainya pun juga tidak terlalu baik. Bahkan cenderung hampir mendekati buruk. Terkadang itulah yang membuatnya berandai-andai jika dia tidak belajar, dia bisa mendapat nilai bagus. Ya, seperti seorang tokoh dalam serial anime kesukaan adik perempuannya.

Tidak ada hal yang membuat dirinya mencolok. Wajahnya biasa, namun berkulit putih dan memiliki mata sipit. Sebenarnya dia termasuk cantik. Namun, entah kenapa dia tidak famous dan terkenal. Mungkin karena dia terlalu pendiam. Bahkan beberapa anak di kelasnya tidak menyukainya. Entah karena apa?

Daila, gadis remaja itu berhenti dari aktivitasnya. Sepertinya dia merasakan kepulan asap keluar dari kepalanya. Otaknya tidak dapat diajak untuk berkompromi mengerjakan tugas. Dia pun menyerah untuk mengerjakan tugas sulit miliknya itu. Menunggu sobat karibnya sambil memainkan gawai miliknya.

Begitulah keseharian Daila. Dia pergi ke sekolah, mengerjakan tugas, bercengkerama dengan sahabat-sahabatnya, dan saat bel berbunyi, dia beranjak pulang. Tapi hari ini berbeda dengan hari-hari biasanya. Jika hari biasanya, sepulang sekolah dia langsung pulang ke rumah, hari ini dia ada janji dengan kekasihnya.

Hati Daila berbunga saat membayangkan skenario indah dengan sang kekasih. Berkencan selalu membuat semua pasangan senang bukan? Membayangkan memakan pangsit kesukaan Daila bersama ataukah menonton film. Jalan-jalan di mal atau pergi ke alun-alun kota.

Kegiatan belajar di sekolah berakhir. Daila akhirnya menghabiskan waktunya dengan sang kekasih. Pulang dengan diantar hingga gapura kampungnya. Tak akan berani jika mengantarkan hingga depan rumah. Sang mama pasti curiga padanya.

Daila melambai manis pada sang kekasih. Hanya dengan sang kekasihnyalah dia dapat menunjukkan sisi kekanakan dan manisnya. Ya, sebenarnya Daila memiliki sifat yang kekanakan. Namun saat dia berada di rumah, kondisi di sana yang membuatnya terlihat dewasa. Dia adalah anak sulung. Posisi itulah yang membuatnya dituntut untuk bersikap selayaknya anak tertua.

Daila tak peduli dengan sekumpulan anak kecil yang tengah menyorakinya dengan suara lantang. Atau beberapa tetangga yang tengah mengintip dari jendela rumah mereka. Atau juga beberapa orang yang tengah melintas. Dia tak peduli. Baginya saat itu hanya ada dirinya dan sang kekasih.

Daila pun melangkahkan kakinya mendekat ke rumah sembari menatap langit senja yang indah. Sore ini adalah sore terindah untuk Daila. Dedaunan pohon rambutan di samping rumahnya terkena sinar mentari senja. Menambahkan keindahan tersendiri baginya. Dia menyunggingkan senyum senang. Daila pun mempercepat langkah kakinya.

Daila membuka pintu bagian belakang rumah. Dia sedikit berjingkat karena mendapati adik semata wayangnya tengah duduk di depan meja belajar miliknya. Sepertinya dia tengah mengerjakan tugas sekolahnya. Adik semata wayangnya itu tampak tak menyadari bahwa Daila datang. Entah karena dia terlalu fokus mengerjakan tugasnya atau sedang mendengar musik dengan earphone putih miliknya.

Daila mengucap salam dengan keras. Mengecek pendengaran sang adik. Oh, ternyata sang adik mendengar salamnya dan menjawab sambil menoleh ke belakang. Dari kejauhan terdengar suara sang mama yang juga menjawab salam Daila. Tak lama kemudian adiknya kembali mengarahkan tatapannya ke depan, tepatnya menatap buku di atas meja belajarnya.

Daila mengangkat kedua bahu acuh. Dia berjalan menuju meja belajar miliknya yang berseberangan dengan meja belajar milik adiknya. Hanya berbatasan dengan sebuah ranjang jarang dipakai yang di atasnya terdapat beberapa perkakas. Mulai mengganti seragamnya dengan pakaian santai. Kemudian duduk di kursi meja belajarnya dan mulai memainkan gawai putih miliknya.

Lihat selengkapnya