Irida

Sylicate Grazie
Chapter #20

Inada: Der Plan

Angin berembus pelan, memilin-milin surai keemasan Inada di halaman belakang kediaman Marshy. Teh yang tersaji di cangkirnya masih penuh, tidak lagi mengepulkan uap. Gadis itu terlalu sibuk dengan isi kepalanya sendiri kala netranya menelisik sulur-sulur tanaman rambat yang mendominasi atap gazebo itu. Gadis kecil berparas datar di hadapannya menyeruput teh dengan perlahan, membiarkan mentornya perlahan memicingkan mata dan mengatur napas.

"Kakak memikirkan sesuatu?" Owena meletakkan cangkirnya di meja. Pertanyaan itu mengundang erangan pelan dari Inada, diikuti helaan napas berat.

"Owena," panggilnya pelan, "apa kau tahu proyek apa yang sedang dikerjakan Kak Sev?"

Yang ditanya berdeham pelan, menjawab, "Seharusnya karena Kak Sev asisten ayah, yang Kak Sev kerjakan sama dengan yang ayah kerjakan, 'kan?"

"Entahlah, anggap saja begitu." Inada membenarkan posisi duduknya. Di ujung matanya ia dapat melihat seorang wanita berseragam hitam putih berdiri tegap di tangga gazebo seraya memeluk nampan bundar di depan dadanya. Entah kenapa tiap kali ia hendak keluar dari gedung kediaman Marshy bersama Owena, selalu ada yang harus mengawasinya.

Owena mengedikkan bahu. "Sebenarnya aku juga belum tanya-tanya ayah lagi, sih." Perempuan kecil itu mendadak berdiri, menyibak rambut hitamnya dan merapikan ikatan pita di kepalanya seraya tersenyum tipis. "Tapi karena Kakak menanyakan itu, aku jadi penasaran. Ayo kita tanya ayah!"

Inada mengernyitkan dahi. "Kau serius? Sepertinya ayah sedang sibuk bekerja saat ini."

Gadis kecil itu menarik lengannya. "Ayo!" serunya, tidak, perintahnya. Inada mengerucutkan bibirnya sebal, dibalas Owena dengan ucapan. "Katanya Kakak tadi mau tahu!"

"Astaga, anak ini." Inada beranjak, meninggalkan teh yang belum ia sesap sedikitpun kemudian menunduk sedikit pada pelayan yang mengawasi mereka sedari tadi untuk pamit.

Benar saja, Owena tidak melepaskan genggamannya dan menuntun—koreksi, menyandera—gadis malang itu hingga pintu ruangan Tuan Marshy. Ia bahkan tidak berpikir untuk mengetuk pintunya. Kala lengan Owena menggebrak pintu berdaun dua tersebut, terlihat seorang pria tua dengan manik mata persis dengan Inada tersentak di kursinya.

"Owena, anakku!" Pria itu mengelus-elus dadanya. Pandangannya terpaku pada gadis mungilnya yang kini berlari-lari menuju meja. "Ada apa?" tanyanya. "Kenapa terburu-buru begitu?"

"Ada yang ingin kutanyakan." Owena mengitari meja kerja Tuan Marshy, menghampiri kursinya dan berakhir dengan pria itu mengangkat tubuhnya dan memangkunya. "Boleh?" tanya anak itu.

"Tentu saja, Sayang." Pria itu tersenyum, menyebabkan kulit di kedua sudut bibirnya berkerut. Ia menatap Inada yang masih berdiri di ambang pintu. "Tolong tutup pintunya, dan kemarilah."

"Ayah," gadis kecil itu merasa tidak dianngap, "ada yang mau kutanyakan!"

Inada menutup pintu perlahan. Ia mengedarkan pandangannya ke seisi ruangan. Nuansa ruang belajar Tuan Marshy pada sore hari sangat berbeda dibanding malam itu. Cahaya sore yang tidak dingin maupun hangat menembus jendela besar di belakang meja Tuan Marshy, memberikannya penerangan alami kala debu-debu halus yang menari dan tertarik gravitasi terpampang jelas di udara. Di sisi-sisi ruangan terdapat rak-rak berisi buku tebal ataupun map yang tertata rapi, gadis itu baru menyadari keberadaannya sore ini. Ruangan ini terasa ... biasa saja.

Yang berarti penyebab ruangan ini terasa sangatlah mengintimidasi disebabkan kehadiran sosok itu.

"Aku penasaran," Owena menarik kemeja Tuan Marshy, "sekarang apa yang sedang ayah kerjakan?"

Pria itu meraih dagunya dengan telunjuk dan ibu jarinya, mengusap-usapnya pelan. "Masih sama seperti yang ayah ceritakan sebelumnya, tentang CRISPR."

Mulut Owena membentuk huruf O, kemudian menganggukkan kepala antusias. "Aku ... lupa apa itu."

Tuan Marshy mengembuskan napas berat. "Inada," Tuan Marshy memanggil Inada dengan isyarat telunjuk yang digerakkan berulang, "ayah ingin menunjukkanmu sesuatu ... kemarilah."

Gadis itu meringis kala pria itu menekankan kata ayah, seakan-akan pria itu nyaris tersedak dan mengucapkan kata lain padanya. Ia pun mendekat, kemudian menempelkan kedua telapak tangannya ke meja.

Pria itu menarik laci di bawah mejanya, mengambil sebuah bingkai foto kecil tak berdebu. Di sana terlihat potret menguning seorang wanita berkacamata dengan noktah-noktah gelap nyaris di seluruh bagian wajahnya, bahkan lehernya.

"Siapa itu?" Owena merebut bingkai itu, menatapnya lekat-lekat, sesudahnya mengacungkan bingkai itu seraya memalingkan wajah. "Jelek!"

"Dia adalah wanita tercantik yang pernah ayah lihat," Tuan Marshy mengambil kembali bingkai itu, menatapnya dengan tatapan hangat kala cahaya sore terpantul di kaca bingkai, "dan ayah menikahinya hingga sekarang."

"Itu ibu?!" Lagi-lagi anak itu merebut bingkainya. "Aku tidak—wanita ini tidak mirip sama sekali dengan ibu. Ayah bohong!"

"Ayah belum selesai, Sayang." Pria itu membelai rambut Owena, melepaskan tawa kecil yang jarang terdengar di ruang makan. "Dulu, saat ayah hendak menikahi ibumu itu, ibu mengharuskan ayah memenuhi satu syarat."

"Syarat apa?" tanya Inada. Gadis itu sudah menyimak cerita sang ayah sedari tadi. Fakta bahwa cerita ini berkaitan dengan penelitian Tuan Marshy membuat rasa penasarannya memuncak.

Pria itu melemparkan tatapannya pada Inada, sebelah alisnya terangkat. "Sepertinya kau sangat tertarik ya dengan cerita ini?" Pertanyaan itu dibalas dengan tawa canggung Inada. Ia pun melanjutkan, "Syaratnya ... 'Jika kau benar-benar melihatku secantik itu, bisakah kau menunjukkan pada dunia bahwa aku memang cantik?' Ayah masih ingat sekali ... ibumu itu benar-benar membenci bintik-bintik itu di tubuhnya, padahal ayah menganggapnya gadis termanis yang pernah ayah lihat. Dengan atau tanpa kondisi kulitnya itu.

"Karena itu ... ayah ingin menghapus apa yang selama ini ia benci."

Hening sejenak. Terlihat Owena mengerutkan keningnya, berupaya mencerna perkataan ayahnya tadi. "Lalu ... hubungannya dengan CRISPR tadi?"

Tuan Marshy tersenyum tipis pada anaknya. "Owena, tentunya kau tahu apa itu DNA, bukan?" Gadis kecil itu mengangguk. "Nah, dengan metode itu, kita dapat memotong sebagian rangkaian DNA itu untuk mengubah sang pemilik DNA tersebut. Sebenarnya metode yang kita gunakan bukan CRISPR lagi, tetapi ... jauh lebih kompleks dari itu.

Lihat selengkapnya