Aku melangkahkan kaki buru-buru, sadar bahwa kini sudah pukul 5 sore. Ternyata hari ini aku menghabiskan waktu lebih lama di perpustakaan sekolah, satu hal yang selama diperjalanan kupikirkan adalah Ibu. Apakah beliau lagi-lagi menungguku di depan pintu? Apakah ia mengkhawatirkan ku?
Aku menghembuskan napas pelan, mempercepat langkah ketika aku mulai memasuki gang kecil yang selalu sepi. Sejujurnya aku tidak mau harus lewat gang tersebut, hanya saja gang ini adalah salah satu jalan pintas menuju pekarangan rumah. Namun di tengah perjalanan langkahku terhenti, kedua bola mataku menangkap sosok yang tak yakin aku kenali berada dua meter di hadapanku.
Setelah di lihat-lihat, ia Reksa. Siswa paling bandel di SMA Megantriksa, dan Reksa mantannya Gayatri. Karena siang tadi pertengkaran hebat terjadi, satu sekolah dibuat heboh dengan Reksa dan Gayatri.
Reksa dengan hoddie hitamnya hanya diam dihadapanku, mendadak suasana berubah canggung. Padahal Reksa dan aku cukup dekat, karena aku berperan sebagai perantara diantara hubungan keduanya. Tapi aku memlih tidak berkomentar apa-apa, kembali melanjutkan langkah.
Tepat ketika aku melangkah melewati Reksa. Cowok itu mencegahku dengan memegang pergelangan tangan kananku. Mataku bertanya-tanya, tapi Reksa hanya diam. Sebelah tangannya dimasukan ke saku celana, ia juga melepas cengkramannya.
"Kenapa?" Aku memulai pembicaraan.
"Lo ya!" Reksa mebalikan badannya, menyejajarkan tatapan.
"Apa?"
"Lin, gue kira lo support gue." Nada bicaranya memelan.
Aku mengangkat sebelah alis, "Gue support lo, sama Gayatri juga."
Suasana berubah menyeramkan, begitu langit di atas sana semakin gelap gulita. Mungkin hujan akan kembali turun deras seperti di pagi hari tadi. Aku putuskan meninggalkan Reksa yang masih terdiam, terlalu lama menunggu cowok itu berbicara.
"An*jing!" Tubuhku luar biasa kaget, apakah Reksa mengucapkan kata makian itu untukku?
"Semua gara-gara lo, Lin!" Reksa memegang kedua pundakku kemudian mencengkramnya dengan kasar. Aku merintih, tapi cowok itu tidak berkutik. Napasnya tersengal-sengal, wajahnya lebam-lebam. Apalagi bagian pipi dan ujung bibir kanannya yang sudah bonyok. Entah apa yang Reksa perbuat hingga begitu.
"K-kenapa, Sa?" Aku mulai takut melihat kedua bola matanya seolah berapi-api kepadaku.
Reksa mendekatkan wajahnya kepadaku, tubuhku bergetar. Aku memejakan mata rapat-rapat, takut dengan Reksa. Namun ketika aku membuka mata, aku sadar. Bahwa aku tidak boleh begini. Kalian tahu, aku mantan taekwondo yang pernah menjuarai tingkat kota.
Ketika jarak wajahnya denganku semakin dekat. Aku mendorongnya, menampar wajah lebamnya dengan keras. Reksa terhuyung ke samping, ia tertawa sarkastis.
"Lo kuat juga. Oh, mantan taekwondo. Tapi gue bukan mantan taekwondo, Lin. Gue tetap anak taekwondo." Iya. Aku tidak pernah lupa bahwa Reksa atlet taekwondo terbaik di SMA Megantriksa.
"L-lo! Jangan macem-macem!" Aku memperingatinya. Tapi Reksa malah tertawa.
Langit kini menurunkan rintik-rintik hujan yang semakin deras. Petir bergerumuh, udara dingin berhembus.
"Lo sendiri yang buat semua kacau."
"Gue nggak ngerti!"
"TAHU NGGAK KENAPA HUBUNGAN GUE SAMA GAYATRI RUSAK? KARENA LO, B*G*! LO YANG BILANG GAYATRI KALAU GUE PACARAN SAMA IRIS!" aku tersentak, nada bicaranya keras.
Reksa mendorong tubuhku dengan seluruh tenaganya.