Iridescent

Putri Dila Yustianti
Chapter #2

Vespa Merah

Ibu kota memang selalu seperti ini, apalagi jam bubar sekolah seperti sekarang. Malas rasanya keluar jika tidak mendesak, tetapi berhubung Nayara masih berstatus pelajar ia harus rela menurunkan sedikit kemalasannya. Gadis penghayal itu kali ini sedang berada di atas motor vespa merah berdua dengan Ghaisan, sang sahabat yang kini sedang merangkap menjadi tukang ojeg setianya. Sesekali tangannya mengibas, mengalih fungsikan sementara menjadi kipas yang sama sekali sia-sia karena panasnya matahari siang ini berhasil membuat keringatnya mengalir tanpa bosan.

Berbeda dengan Naya, motor yang merayap membuat Ghaisan melancarkan hobi observasinya. Ghaisan kini seolah sedang mengamati dunia dalam sebuah mikroskop. Menelaah berbagai macam pemandangan yang ada di depannya.

"Jakarta jadi gak asik ya Nay?" Ghaisan mulai membuka pembicaraan. matanya masih saja mengobservasi sekeliling, Nayara mengiyakan dengan mengikuti arah pandang Ghaisan. udara yang pengap, suara bising kendaraan yang sangat mengganggu, jalanan berlubang, pengemis dengan pakaian lusuh di pinggir jalan, dan juga suara klakson yang bersahutan seolah memberi signal para pengemudi ingin segera sampai tujuan termasuk juga Ghaisan.

Belum berapa meter vespa Ghaisan melaju, kini di depannya ada lampu merah yang menghadang mengharuskan Ghaisan memberhentkan vespanya kembali. sesekali ia menyeka keringat di dahinya. 

"Liat itu deh Gha!" Ghaisan mengikuti arah telunjuk Nayara. Terlihat bocah laki-laki berusia sekitar dua belas tahun, penampilannya berantakan, bajunya lusuh, rambutnya kecoklatan saking seringnya berada dibawah panas matahari. bocah itu membawa daganganmya menuju kuda-kuda besi yang di yakini Naya dan Ghaisan di dalamnya terdapat para manusia berduit, terlihat dari mobil mewah yang di taksir harganya mencapai ratusan juta atau bahkan mungkin saja milyaran. 

Nayara memandang langit biru yang kini teriknya benar-benar menyilaukan. "Panas-panas gini dia harus jualan." pandangannya beralih memandang bocah itu dengan iba. "Kasian ya Gha!" Ghaisan tersenyum memandang Nayara dari kaca spion vespanya. "Itu si ucup!" ucap Ghaisan.

"Lo kenal?" pertanyaan Nayara tidak digubris oleh Ghaisan.

"Donat, donat!" 

Ghaisan melambaikan tangannya pada bocah lelaki itu, langsung mengerti bocah itupun menghampiri Ghaisan.

"Dijual berapaan donatnya?"

"Dua ribu lima ratus aja kak"

"Kakak beli sepuluh." ujar Ghaisan membuat bocah itu tersenyum kegirangan.

Bocah lelaki itu membungkus donat-donatnya. Naya mengamati bocah di depannya dengan tatapan iba. Kulit bocah itu nampak kemerahan akibat terik matahari. Bulir keringat mengalir di dahinya. Belum lagi wajahnya nampak sedikit pucat. semua itu menjelaskan betapa lelahnya ia. 

"Pacarnya ya kak?" Tanya bocah lelaki itu yang sontak membuat Ghaisan tertawa.Nayara yang sedari tadi menatap bocah di depannya tiba-tiba membelalak kaget.

 

"Pacar dia? Mana mau saya dek, orang jelek gitu, lemot lagi. bukan tipe saya." ujar Ghaisan yang sontak di hadiahi toyoran oleh Naya. 

"Awas aja lo kalo sampe suka sama gue!" 

Bocah itu sedikit tertawa sembari menyerahkan donat kepada Ghaisan.

Ghaisan mengeluarkan uang tiga puluh ribu dari dompetnya "Ambil aja kembaliannya!" ia tersenyum mengusap puncuk kepala bocah lelaki itu sekilas, kemudian melajukan vespanya karena lampu sudah hijau.

“ Terimakasih banyak kak.”

"Semangat jualannya ya ucup!" Nayara tersenyum, melambaikan tangannya pada bocah itu. Ghaisan tertawa mendengarnya.

Bocah lelaki itu menautkan kedua alisnya "Nama aye bukan ucup kak!" teriak bocah itu yang masih terdengar jelas oleh Naya dan Ghaisan, membuat tawa Ghaisan semakin kencang.

"Siapa ucup nay?"

"Lo tadi bilang nama anak itu ucup!"

""Yaela percaya lagi."

"Jadi lo gatau namanya?"

"Ya enggalah, makanya gue namain aja ucup!"

"Dasar nyebelin lo!"

"Semangat jualannya Ucup. " Ghaisaan meniru suara Naya yang sukses di hadiahi pukulan untuk kesekian kalinya.

"ihhh GHAISAAAAAAANN!!!"

°°°

Lihat selengkapnya