Is It A Fake Love?

SunJe
Chapter #7

Japan

Priscilla’s POV

Asisten Jason kembali menjemput kami hari ini. Jason mengajakku ke Tokyo Disneyland hari ini. Dulu, kami pernah mengunjunginya tapi Jason pasti tidak mengingatnya. 

“Dulu kita pernah ke sini juga. Tapi, waktu itu lagi musim semi, sakura lagi mekar.”

Tanpa sadar, aku menggandeng tangannya. Jason juga tidak menolak gandengan itu, Mungkin perlahan-lahan perasaannya padaku mulai kembali lagi. Tak jadi masalah kalau dia tetap tidak bisa mengingat yang dulu-dulu, kami bisa membangun lagi istanah yang baru dari reruntuhan. Aku membeli beberapa pernak-pernik dan cemilan khas dari Disneyland untuk Tias dan Irene juga mama dan papa. Di saat membeli oleh-oleh aku melihat ada bando Mickey dan Minnie mouse. Aku memasangnya di kepalaku dan kepala Jason.

“Apaan nih?” tanya Jason sambil meraba-raba kepalanya.

“Bando couple. Lucu banget ih dipakek kamu.”

Aku mengambil fotonya yang sedang memakai bando itu. 

“Aku lepas yah, aneh banget ini.”

“Sabar dulu, foto berdua dulu.”

Akupun meminta Ningsih untuk mengambil foto kami berdua. Setelah itu aku menunjukkan foto itu pada Jason.

“Lucu kan? Kita beli aja yuk!”

Akupun memasukkan bando itu ke keranjang belanjaan. Setelah itu membayar semua yang aku dan Ningsih beli.

“Kamu belinya sedikit banget. Ngak beli buat Aiden?” tanyaku pada Jason saat melihat belanjaannya sedikit.

“Oh iya! Ada Aiden, aku kelupaan.”

Dia kelihatan mengambil beberapa camilan yang bisa dibawa menjadi oleh-oleh. Setelah belanja oleh-oleh, kami menikmati wahana-wahana yang ada. Aku memilih roller coaster sebagai wahana pertama untuk dinaiki. Biasanya Jason ketakutan banget naik roller coaster tapi kali ini dia keliatannya santai banget.

“Tumben ngak ketakutan?” tanyaku padanya.

Setelah kulihat-lihat lagi, wajahnya terlihat pucat dan tangannya agak gemetar. Ternyata dia masih takut, senyum jahatku semakin mengembang lebar. Aku tahu dia takut, tapi aku tetap menaikinya untuk melihat wajah ketakutannya. Kalian harus lihat wajahnya saat ketakutan, sangat lucu. Tau kenapa bisa lucu? Karena dia takut tapi tetep berusaha ngak nunjukin ketakutannya itu.

Disaat semua orang di roller coaster berteriak, Jason terdiam di tempatnya. Mungkin dalam hatinya ia berharap roller coaster ini cepat selesai.

Jerermy’s POV

S**l! Aku paling benci menaiki roller coaster. Saat kecil, aku dan kembaranku pernah mengalami hal traumatis di roller coaster. Saat sedan berada di puncak rel, tiba-tiba roller coaster yang aku dan kembaranku naiki berhenti. Sejak saat itu, kami akan sangat takut menaiki roller coaster. Semoga jiwa dan ragaku masih utuh setelah ini.

Walau hanya menaikinya beberapa menit, aku serasa menaikinya berjam-jam. Aku tidak akan pernah menaikinya lagi.

“Pffftttt.” Lala menertawakanku.

“Kenapa? Kok ngetawain aku?” tanyaku bingung.

“Mukamu nahan takut, lucu banget. Kamu ngak usah sungkan ekspresiin wajah kamu kalo depan aku.” Kata Lala.

Padahal udah coba ditahan tapi tetep keliatan. Setelah menaiki wahana itu kami mulai menjelajah lagi. Kalau kalian bertanya apa saja yang kami lakukan di sini maka aku akan menjawab 20% waktu dihabiskan untuk menaiki wahana, 10% untuk membeli oleh-oleh dan 80% untuk membeli kuliner. Yah, mungkin itu karena ia sudah pernah menaiki wahana-wahana di sini. Jadi, incarannya sekarang adalah makanan-makanan yang dijual di sini.

“Jason! Sini cobain es krim mochinya, enak banget. Nyesel kalo ngak makan.”

Ia sedang menyantap tiga es krim mochi hijau berbentuk alien.

“Aku heran, kamu makan banyak tapi ngak gendut.”

Ups! Habislah aku, aku menyebutkan salah satu kata terlarang bagi cewek. 

“Apa kamu bilang? Aku ngak denger jelas tadi.” 

Dia menoleh padaku perlahan dengan tatapan yang menyeramkan.

“Aku bilang tadi, makanannya kayanknya enak bentuknya bulet-bulet gitu.”

Dia kembali fokus pada es krimnya. Aku selamat kali ini, aku harus jeli agar tidak mengatakan kata-kata terlarang lagi. Kali ini aku bisa selamat, tapi berikutnya belum tentu. Setelah puas berkeliling dan kuliner akhirnya kami kembali ke apartemen. 

“Jas, aku mau makan ramen dulu.”

Aku benar-benar heran, ke mana perginya makanan yang ia makan. Akhirnya, kami pergi ke kedai ramen terdekat. Ia memesan porsi jumbo, aku pikir dia tidak akan menghabiskannya seperti di Thailand. Kali ini ia benar-benar menghabiskannya. Setelah dia kenyang, kami benar-benar kembali ke apartemen. Aku menyalakan penghangat ruangan lalu bersantai di sofa. Saat sedang santai, tiba-tiba Steve menelfonku.

Steve : “Hello lagi bro!”

Jeremy : “Duh! Lu nelfon kagak pas bener dah timingnya. Gw lagi nyantai juga. Kenapa lagi?”

Steve : “Gw ngeliat ada yang aneh dari paman lu.”

Jeremy : “Kenapa?”

Steve : “Lu bilang dia punya tambang batu bara di Kalimantan kan?”

Jeremy : “Iya, memangnya kenapa?”

Steve : “Tambang batu baranya udah tutup dari 8 tahun lalu. Ada kendala izin sama pemerintah, keliatannya tambangnya udah diambil alih jadi punya pemerintah.”

Jeremy : “Tutup? Tapi dia keliatannya masih kaya banget. Kalo bukan dari tambang, terus penghasilan dia darimana?”

Steve : “Itu yang masih gw cari tahu. Oh yah bro, asset-asset warisan yang ilang udah gw dapetin. Semuanya itu udah berpindah tangan ke orang lain. Waktu gw tanya siapa yang jual mereka bilang, yang ngejual itu orang berjas hitam. Cuman itu yang mereka tahu, mereka ngak tahu nama pemilik sebelumnya.”

Jeremy : “S**l! Bisa-bisanya dijual.”

Steve : “Oh yah, satu lagi. Hp Jason udah gw retas dan udah bisa diliat isinya. Nanti pas lu balik ke Indo gw balikin ke lu.”

Jeremy : “Sep.”

Telfonpun diputuskan oleh Steve. Aku masih bingung darimana sumber pendapatan pamanku. Apa ini ada hubungannya dengan kematian Jason? Jika iya maka aku harus menyelidiki lebih dalam soal ini. Baru saja aku akan beranjak ke kamarku untuk tidur, tiba-tiba saja smartphoneku berdering lagi. Kali ini telfonnya dari nomor yang tidak aku kenal.

Lihat selengkapnya