Keesokan harinya, ada sebuah pertemuan di rumah Igor. Kurasa, ini pertemuan rahasia dan sebisa mungkin orang-orang yang datang adalah yang sudah Igor dan Iriana undang saja. Dugaan aku, demi menghindar dari kecurigaan pemerintah Uni Soviet. Juga, untuk memperjelas statusku: sebagai tunangannya Tatiana.
Ternyata Alexei benar-benar seorang pemuka agama di gereja lokal. Menurut cerita Igor semalam, Alexei memiliki akses ke beberapa jalur di balik layar. Salah satunya adalah yang bisa mengurus statusku sebagai tunangannya Tatiana agar terlihat lebih meyakinkan lagi.
Alexei datang ke pertemuan rahasia di rumah Igor. Selain Alexei, ada sekitar lima orang berpakaian ala pemuka agama Ortodoks. Salah seorang dari mereka bahkan sedang menyerahkan selembar dokumen untuk aku, Tatiana, dan Igor tandatangani.
Di ruang tamu rumah Igor yang sederhana, meja kayu panjang dipenuhi dengan lilin-lilin kecil yang menyala. Tirai jendela ditutup rapat, seakan dunia luar tidak boleh tahu sedikit pun apa yang sedang berlangsung di dalam. Suasana hening, hanya sesekali terdengar suara gesekan kursi ketika seseorang mengubah posisi duduk.
Alexei duduk di ujung meja, jubah hitamnya menyapu lantai. Di sebelahnya, seorang pria jangkung dengan janggut cokelat panjang membentangkan sebuah map lusuh berisi dokumen. Igor mempersilakan aku dan Tatiana duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan dokumen tersebut.
“Iman,” suara Alexei berat, tegas, “apa yang akan terjadi malam ini akan menentukan jalan hidupmu di kota ini. Kalau kau menolak, konsekuensinya jelas, kau tidak akan punya perlindungan. Tentara bisa menangkapmu kapan saja. Tapi kalau kau setuju…”
ia melirik Tatiana sejenak, “kau akan resmi tercatat sebagai bagian dari keluarga Igor. Tunangan Tatiana. Itu berarti kau harus menjalani semua konsekuensinya, baik sandiwara maupun kenyataan.”
Aku menelan ludah. Jantungku berdentum keras. Di satu sisi, ini hanya peran. Namun di sisi lain, bukankah selama ini aku selalu haus akan pengakuan, akan kasih sayang, akan status bahwa aku berharga bagi seseorang?
Pria jangkung tadi menyodorkan dokumen ke arahku. “Ini surat pengakuan gereja. Dengan tanda tangan ini, statusmu akan dicatat. Bukan hanya di gereja, tapi juga dalam jaringan bawah tanah yang bekerja sama dengan kami. Jadi bila aparat bertanya, mereka akan mendapatkan jawaban yang konsisten.”
Tatiana meraih tanganku di bawah meja. Jemarinya hangat, gemetar halus. Aku menoleh, ia menatapku dengan mata yang berkilau lembut, namun penuh harap.
“Iman,” bisiknya lirih, “kau tidak sendirian. Aku akan selalu bersamamu.”
Aku menarik napas panjang. Dengan tangan bergetar, kuambil pena bulu yang tersedia di atas meja, lalu membubuhkan tanda tangan di atas dokumen itu.
Ruangan seketika sunyi, hanya terdengar bunyi pena menggores kertas. Setelah aku selesai, Igor dan Tatiana ikut menandatangani. Sejurus kemudian, Alexei memimpin doa singkat, memohon agar apa yang dilakukan malam ini terlindung dari kecurigaan pihak berkuasa.
Setelah pertemuan usai, para pemuka agama itu pamit satu per satu. Tinggal aku, Tatiana, Igor, dan Irina di ruang tamu. Igor menyalakan rokok, wajahnya lega, tapi tetap saja ia tegang.