Kali ini aku diajak jalan-jalan Solomon Glazer ke Yerusalem. Ternyata Solomon bukanlah pemuda Yahudi biasa. Aku heran saat satu-dua tentara IDF, sepertinya agak segan dengan Solomon. Mereka memang mengumbar senyum, tapi senyuman yang mereka bagikan adalah sebuah senyuman yang kaku dan terlihat ada tekanan.
Aku geli saja melihat pemandangan tadi.
Solomon tahu dan ikut terkekeh.
Aku dan Solomon lalu berjalan-jalan di beberapa ruas jalan kota Yerusalem. Saat berada di pasar, Solomon iseng bertanya begini. Lebih tepatnya, menyatakan sesuatu hal.
"Kau tahu, Iman," kata Solomon sambil menyerahkan uang ke pedagang buah. "Ah, pasti kau sudah tahu, konon di Indonesia, sedang marak aksi boikot produk-produk Israel."
Aku terkekeh. "Sebelum aku berpindah-pindah begini, isunya sudah kudengar. Omong-omong, Sally, apakah berefek ke Israel jika orang-orang beragama Islam di negaraku, melakukan boikot produk-produk Israel?"
Solomon tertawa, membagikan sebentar kue yang ia beli ke aku, dan menjawab, "Sebetulnya tidak juga. Sejujurnya, Iman, produk-produk yang mereka mau boikot, tidak terlalu berhubungan dengan Israel. Malah Israel sedikit diuntungkan dengan aksi boikot itu."
"Kenapa bisa begitu?" tanyaku mengernyitkan dahi. "Kenapa Israel yang justru diuntungkan?"
Solomon berdeham. Bukan berdeham ke arah aku, melainkan ke seorang bapak Arab bersorban yang menurut Solomon, coba menguping. Setelah dirasa, Solomon melanjutkan kata-katanya, kali ini, dengan berbisik, "Agak panjang jawabannya. Tapi, singkat cerita saja, Israel yang mendapatkan nama dari beberapa aksi boikot. Semacam publikasi gratis. Ah, ke depannya kau juga akan paham sendiri. Agak rumit membahas tentang konflik Israel dan Palestina. Seperti coba mengurai benang kusut. Seperti pula coba mencari jarum di tumpukan jerami."
Aku hanya mengangguk-anggukkan kepala. Baru kali ini, aku sadar persoalan konflik ini, yang dulu sempat aku perbincangkan dengan teman-teman kuliahku dulu di beberapa tahun silam, ternyata sekompleks itu.
"Lagi pula, jika ingin menolong Palestina, ingin melawan Israel juga," Solomon menyampaikannya dengan lebih berhati-hati dan dengan cara berbisik makin pelan pula di telingaku.
Yang aku tangkap, salah satu caranya adalah dengan menghindari penggunaan beberapa aplikasi di gawai, menghindari beberapa situs media sosial, juga jangan menggunakan surat elektronik dan antivirus. Menurut Solomon, mereka itu benar-benar dibuat di Israel. Jika benar-benar dipraktikkan, kemungkinan besar perekonomian Israel bisa jatuh.
Sekonyong-konyong aku terenyak. "M-menurut begitu, Sally?"
Solomon mengangguk. "Iya, kurang begitu, dari obrolan Daddy dan teman-temannya yang suka datang di hari-hari besar orang Yahudi. Tapi, kita lanjutkan saja di dalam."