Isekai Everywhere

Nuel Lubis
Chapter #34

Tatiana dan Angin Isekai

Untungnya Kenichi membiarkan aku untuk berjalan-jalan di Tokyo sendiri saja. Ia bahkan membekali aku uang agar aku benar-benar bisa menikmati kenyamanan kota Tokyo, yang menurut aku, sudah bisa disebut sebagai kota megapolitan. Penduduk kota Tokyo sangat banyak. Kata Kenichi, tiap tahun nyaris terjadi arus urbanisasi dari daerah-daerah lain di Jepang, menuju Tokyo.

Sekarang ini aku sedang berada di Distrik Akihabara. Distrik yang konon merupakan sorganya kaum otaku dan, maaf, orang-orang seperti aku, wibu, yang cukup mengagungkan bahasa dan kebudayaan Jepang.

Di dekat aku, ada seorang pengamen. Berbeda dengan pengamen-pengamen di Indonesia, pengamen-pengamen di Tokyo sungguh berkelas. Mereka benar-benar menunjukkan kualitas musikalitas mereka. Seperti pengamen dengan pakaian ala Detective Conan versi dewasa ini. Ia sedang menyanyikan lagu "Kokoro no Tomo".

Kokoro no tomo, yah...

Kalau tak salah, dan semoga aku tidak salah, itu berarti sahabat sejati. Namun kita bisa mengartikannya sebagai pasangan jiwa atau soulmate. Kokoro yang berarti hati, sementara tomo dari tomodachi yang berarti teman.

Di Jepang sendiri, teman bisa diartikan ke dalam tiga hal. Tomodachi untuk menyebut teman, entah itu akrab atau tidak. Nakama untuk menyebut rekan kerja. Lalu, shin'yuu, yang bisa diartikan sebagai best friend forever (BFF). Saking BFF-nya, sudah saling mengerti satu sama lain hingga relung alam bawah sadar. Alhasil, antara shin'yuu, tidak akan saling menyakiti.

Sekonyong-konyong aku kaget. Seorang perempuan berwajah Kaukasoid melintasiku. Jantung aku berdebar-debar. Menurut pengamen ini, perempuan yang juga berambut pirang itu sempat agak lama memperhatikan aku. Firasat aku, itu mungkin Tatiana.

Bagaikan seperti sedang membaca pikiran aku, pengamen itu berkata, "Ano, jika kau penasaran, kejar saja. Mungkin bisa terkejar, Gaijin-san. Barangkali perempuan Eropa itu jodohmu, hehe..."

Aku hanya terkekeh,tersipu malu, dan segera tergesa-gesa menuju arah yang ditunjuk pengamen berpakaian Conan tersebut.

Sebelum benar-benar menjauh, aku sayup-sayup mendengar pengamen itu berseru, "Hashire, hashire... kejarlah cinta sejatimu."

Astaga, sok tahu sekali si pengamen. Aku saja belum yakin. Apalagi di antara perempuan-perempuan yang sudah aku temui, aku masih bingung ke hati yang mana aku harus melabuhkan diri. Ke Eliza? Ke Sakura? Ke Tatiana? Atau, ke Grace, cinta pertama aku di Indonesia?

Ah, andai benar itu Tatiana, masa? Lagi pula, perempuan itu, seingatku, ia menggendong bayi. Astaga, begitu tersadar, hati ini mau patah rasanya. Walaupun demikian, aku terus berusaha mengejar dan mencari keberadaan perempuan tadi.

Langkahku berlari kecil di sepanjang trotoar Akihabara. Lampu-lampu neon menari di langit yang mulai beranjak senja, menciptakan suasana antara magis dan absurd. Suara lalu lintas yang ramai berpadu dengan gemerincing sepeda, deru kereta bawah tanah di kejauhan, dan teriakan para penjaga toko yang mempromosikan gacha atau merchandise anime terbaru.

Namun semua itu tak lagi kuperhatikan. Fokusku hanya satu: perempuan berambut pirang yang baru saja lewat di depanku. Dari punggungnya, dari cara ia berjalan cepat tapi ragu, dari warna mantelnya yang krem pucat, aku tahu. Aku tahu itu dia. Pasti Tatiana.

Aku tak tahu apakah aku sedang mengejar cinta, atau hanya bayangan dari masa lalu yang tak ingin kulepaskan. Namun aku terus berlari.

Sumimasen!” seruku beberapa kali, berharap orang-orang di sekitarku menyingkir.

Namun di Tokyo, semua orang sibuk dengan dunia masing-masing. Tak ada yang memperhatikan seorang laki-laki asing yang berlari mengejar sesuatu yang mungkin tak nyata.

Akhirnya, aku melihatnya berhenti di depan sebuah toko bayi. Ia membungkuk, menyesuaikan posisi bayi di gendongannya. Bayi itu menguap kecil, lalu tersenyum samar. Saat ia menoleh, dunia serasa berhenti.

Tatiana. Eajahnya masih sama. Matanya biru kehijauan seperti langit Baltik di musim semi, senyumnya lembut tapi menyimpan seribu cerita. Bedanya, kini ada garis halus di sekitar matanya, dan aura keibuan yang menenangkan.

Lihat selengkapnya