“Aksi serangan teror dari kelompok-kelompok radikal terus bermunculan. Para pemimpin dunia mulai mengambil langkah- langkah untuk bertarung melawan ancaman yang telah berubah dan semakin kompleks dari para kelompok ....”
Bip!
Ruang tengah rumah ini langsung senyap begitu aku mematikan televisi yang sedari tadi menyiarkan berita tak enak. Sebagian ruangan pun diselimuti gelap. Hanya lampu di meja kecil samping sofa yang memberikan sedikit cahayanya, membuat mataku yang sudah berat kian ingin diajak lelap. Di tengah keremangan itu, di sofa depan TV, Maktuo berbaring.
Sepertinya beliau kelelahan setelah sempat membantuku membereskan barang yang akan kubawa untuk liputan. Tubuhnya tampak meringkuk karena dingin. Hujan yang sejak sore turun memang membuat Jakarta yang panas menjadi terlalu sejuk.
Kutatap raut wajah Maktuo yang tenang. Guratan halus di wajahnya terasa begitu jelas, seolah dia sedang mimpi indah hingga tersungging senyum. Rambutnya yang telah memutih dimakan usia masih terikat rapi. Pakaian khas perempuan Minang tempo dulu masih melekat. Baju kurung dan sarung yang dipakainya sungguh memancarkan aura kecantikannya, membuatku teringat Mama.