Aku yakin Zeus tak akan suka dengan hasil pertemuan pertamaku dengan Ki Ageng Selo. Biar saja. Biar dia tahu jika di dunia ini ada yang namanya kecewa. Benar saja, wajah Zeus menjadi keemasan bak apel Dewi Aphrodite. Ohh ya, mungkin perlu kujelaskan dulu, bahwa para Dewa Dewi Olimpia, berbeda dengan manusia yang jika marah atau malu wajahnya memerah. Kami, Dewa-Dewi Olimpia, wajah kami memancarkan cahaya keemasan di saat marah, karena di tubuh kami mengalir emas cair serupa darah di tubuh manusia. Kecuali Ares, dia kalau kesal atau marah gemar sekali mengeluarkan api. Mungkin yang mengalir di tubuh Ares bukan emas, tapi LPG. Apa? Kau bertanya bagaimana jika kami malu? Apakah akan merona keemasan juga? Tentu saja tidak. Kami para Dewa Dewi Olimpia bahkan tak mengenal apa itu malu.
"Berani-beraninya manusia bernama Cello itu menyuruhku menemuinya. Hermes, apa tak cukup diwakilkan kamu saja? Kenapa manusia satu itu begitu bertingkah? Memangnya dia punya kekuatan apa bertawar denganku?" Geram Zeus pada Ki Ageng yang sekarang diberi nama baru olehnya, Cello. Biarlah, aku tak mau pusing-pusing mengoreksi Zeus soal nama. Suka-suka dia saja mau menyebut apa. Anggap saja ini balasan karena awalnya Ki Ageng mengira namaku Herpes. Masih banyak hal memusingkan lain yang lebih penting untuk dipikir.
"Saya ingatkan Yang Mulia, Ki Ageng sama sekali bukanlah manusia biasa. Dia titisan pengendali api. Dia bisa menguasai api dengan sempurna," jelasku
"Tak di sana tak di sini, para penguasa api selalu membuatku repot. Si Cello itu pasti sama menjengkelkannya dengan Ares," gerutu Zeus.
"Sayangnya, saat ini posisi tawar Ki Ageng Selo tinggi, dia menguasai tongkat petir Yang Mulia. Sepertinya anda tidak punya pilihan," terangku.
"Baiklah......baik. Aku mau mengalah kali ini. Asal tongkatku kembali," akhirnya Zeus menyerah juga. "Kamu atur pertemuanku dengan dia. Ehhh, tapi Hermes, bagaimana aku bisa berunding dengannya? Aku nanti tak tahu dia omong apa? Apa dia bisa berbahasa Yunani?" Tumben Zeus bisa berpikir sedikit panjang.
"Saya akan menjadi penerjemah Anda, Yang Mulia. Itu tak perlu dikhawatirkan," jawabku. Zeus tampak senang. Tentu saja, akan ada yang bisa dia repotkan di sampingnya. Ahh, seandainya saja Dewa bisa mengajukan resign.....
###
Zeus tampak ragu-ragu menatap rumah Ki Ageng Selo.
"Kau yakin ini rumahnya Si Cello, Hermes? Kau tidak salah alamat, kan?"
"Tak diragukan lagi, Yang Mulia."
Zeus tampak terheran-heran. Pastinya dia tadi berpikir Ki Ageng Selo tinggal di istana yang megah, atau setidaknya di puri yang indah. Aku mengajaknya memasuki pagar bambu yang menjadi pembatas halaman pondok kayu Ki Ageng yang berdinding anyaman bambu dan berlantai tanah. Geli juga melihat Zeus berusaha melindungi jubah putih panjangnya yang terbuat sutra halus terbaik, agar tak ternoda oleh tanah merah yang kami injak.