Islam itu Rahmatan Lil Alamin Bukan untuk Kamu Sendiri

Noura Publishing
Chapter #3

Hidup Kita Hanya Adegan

… saya berpesan pada Anda:

Belajarlah membaca ayat-ayat

yang tidak difirmankan.

"Indonesia” bukanlah nama yang diberikan oleh orang Indonesia sendiri, tapi oleh seorang sosiolog dari Swedia. Dan kita ini sebenarnya bukan “Indonesia”. “Indo” itu, kan, artinya campuran. Sedangkan, kita bukan “indo”, kita ini asli: yang Jawa asli Jawa, yang Sunda asli Sunda, dan lain sebagainya. Jadi, kita ini bukan “indo”.

Banyak hal yang bisa dikupas tentang Indonesia. Teks Proklamasi saja, misalnya, sebenarnya bermasalah. Alinea keduanya membatalkan alinea pertama. Di alinea pertama ada kalimat yang menyatakan kemerdekaan. Sementara di alinea kedua ada kalimat, “hal-hal yang menyangkut pemindahan kekuasaan …”. Maksudnya pemindahan kekuasaan itu apa, untuk apa, dipindahkan dari siapa ke siapa? Dan kapan dilaksanakan? Sampai hari ini belum dilaksanakan. Jadi, sebenarnya Indonesia ini belum merdeka.

Indonesia itu ibaratnya seorang istri yang sudah dinikahi sangat lama, anaknya sudah sepuluh, tiba-tiba ada yang membuka bahwa suaminya dulu selingkuh. Suaminya dulu nakal. Apakah kalau sudah begitu pernikahan itu akan dibubarkan? Ya, tidak bisa. Anaknya sudah sepuluh. Kita harus membantunya untuk memaafkan apa yang harusnya dimaafkan, dan merekapitulasi apa yang harus direkap untuk diperbaiki. Maka dari itu saya pribadi tidak pernah memberontak, kendati sebenarnya jiwa saya ingin memberontak melihat keadaan ini.

Saya punya sangat banyak alasan untuk tidak setuju dengan presiden pertama hingga sekarang. Tapi, saya tidak melakukan pemberontakan. Bahkan, Kenduri Cinta yang saya ampu itu bukan untuk mengkritik pemerintah Indonesia. Kenduri Cinta itu ibarat orang yang menanam pohon jati. Menanam pohon jati itu tidak sama dengan menanam padi yang dua-tiga bulan sudah panen, atau menanam sawo yang bisa dipanen dua atau tiga tahun setelah ditanam. Orang yang menanam jati adalah orang yang ikhlas, dan mungkin tahu bahwa dia tidak akan pernah menikmati hasil pohon yang ditanamnya. Yang akan menikmati adalah anak-anak dan cucu-cucunya. Dan itulah yang dilakukan Kenduri Cinta.

Anda yang masih muda-muda ini, bisa jadi dua atau tiga periode yang akan datang akan menjadi pemimpin Indonesia. Di Kenduri Cinta ini Anda belajar tentang kehidupan. Di sini kita belajar semua hal secara komprehensif, karena manusia bukanlah makhluk fakultatif. Semua manusia itu universal.

Dalam pemahaman kebanyakan orang, universitas adalah sebuah gedung besar yang memiliki banyak kamar bernama fakultas-fakultas. Ada ekonomi, hukum, farmasi, sosial-politik (sospol), dan lain sebagainya. Di Maiyah tidak seperti itu. Bangunan Maiyah tidak ada kamarnya, tapi pintunya banyak. Ada yang masuk dari pintu farmasi, dari pintu ekonomi, dan lain sebagainya. Di dalam rumah itu semua akan bercampur. Tidak ada pembedaan mana yang masuk dari pintu farmasi, pintu ekonomi, atau pintu hukum. Di Maiyah—pintu-pintu itu, fakultas-fakultas itu, atau jalan masuk ke dalam sebuah ruang besar—harus mengajarkan bagaimana caranya untuk menjadi universitas.

Sekarang ini di Indonesia belum ada universitas, yang ada adalah kumpulan fakultas-fakultas. Tidak ada sarjana universitas, yang ada sarjana fakultas. Jadi, sejak awal, ada kesalahan berpikir sehingga menghasilkan pendidikan model begini. Akibatnya, kita tidak meneruskan apa yang sudah diajarkan oleh nenek moyang kita. Sebagian dari kita terlalu kagum dengan Barat. Dan sebagian lainnya kagum dengan Arab.

Di Maiyah, kita belajar menghormati kebesaran masa silam kita, agar ke depannya pandangan kita jadi lebih jauh dan lebih tepat. Di sini kita kembali menghimpun sesuatu yang terpecah-pecah. Di kampus, orang ekonomi menggunakan pendekatan ekonomi, orang sospol memakai pendekatan sospol. Tapi, begitu keluar kelas, keluar kampus, menjadi manusia utuh, di mana seluruh pendekatan terhadap dunia ini harus dipahami—bukan hanya terbatas pada pendekatan-pendekatan fakultatif.

Maka, kita sebagai rakyat jangan tertekan dengan keadaan Indonesia ini. Yang penting kita menjalankan tugas sesuai dengan bidang kita, dan bertanggung jawab kepada keluarga. Tuhan hanya akan menagih itu dari kita. Malaikat tidak bakal menanyakan urusan Indonesia kepada kita yang hanya rakyat biasa. Yang ditanya adalah bagaimana diri, keluarga, ibadah, serta akhlak kita. Jadi, tidak harus semua hal kita masukkan ke dalam hati dan pikiran.

Lihat selengkapnya