Istana FYP

Shabrina Farha Nisa
Chapter #6

Gema Oportunis, Bisikan Keraguan

Jakarta dan Berbagai Lokasi Lain – Beberapa Waktu Setelah Skandal Andi Terungkap (Sekitar Pertengahan 2046)

Dua skandal yang meledak dalam waktu berdekatan—kontroversi lirik Bima yang dianggap menghina dan kasus plagiarisme Andi Saputra yang memalukan—menjadi amunisi emas yang seolah dikirim langsung dari langit bagi lawan-lawan politik Presiden Nisa Farha. Gema oportunisme politik mulai terdengar nyaring, memantul dari ruang rapat Gedung Parlemen hingga ke studio-studio televisi paling populer.

Pak Hardiman, politisi senior dari fraksi oposisi utama yang tak pernah melewatkan kesempatan untuk menyerang Nisa, tampil penuh percaya diri di acara gelar wicara politik jam tayang utama dengan senyum sinis penuh kemenangan tergambar jelas di wajahnya. "Sudah kami katakan sejak awal! Sejak gagasan ini pertama kali dilontarkan Ibu Presiden!" ujarnya lantang, gestur tangannya berapi-api di depan kamera. "Program 'Percikan Berani' ini adalah proyek mercusuar yang tidak jelas arah dan tujuannya! Menghambur-hamburkan uang rakyat miliaran rupiah hanya untuk membiayai provokator jalanan tidak sopan seperti si B itu," ia merujuk pada Bima, "dan sekarang terbukti juga telah mempromosikan dan mengelu-elukan seorang plagiat dan penyebar hoaks seperti si A!" ia menunjuk pada kasus Andi. Ia menatap tajam ke arah kamera, seolah berbicara langsung pada Nisa. "Ini adalah bukti kegagalan total Presiden Nisa Farha dalam mengelola anggaran negara dan dalam memahami prioritas kebutuhan bangsa yang sesungguhnya!"

Hardiman tidak berhenti di situ. Ia tahu persis bagaimana memanfaatkan momentum. "Kami di Komisi VIII DPR RI," lanjutnya, merujuk pada komisi yang relevan dengan pembahasan anggaran program tersebut di parlemen, "tidak akan tinggal diam! Kami akan menuntut diadakannya evaluasi menyeluruh dan mendesak pemotongan anggaran yang signifikan, kalau perlu penghentian total, untuk program gagal yang hanya menghasilkan kontroversi dan kreator tak bermoral ini dalam rapat dengar pendapat berikutnya! Uang rakyat yang berharga itu jauh lebih baik digunakan untuk subsidi pupuk petani yang sedang menjerit, atau untuk bantuan langsung tunai bagi mereka yang kesulitan makan, bukan untuk membiayai eksperimen sosial seniman-seniman yang merusak tatanan moral bangsa!"

Narasi serupa—program gagal, pemborosan anggaran, ancaman moral, ketidakmampuan Presiden—segera digaungkan oleh politisi-politisi oposisi lainnya di berbagai platform media. Mereka secara sistematis membingkai "Percikan Berani, Jaga Nilai" sebagai program yang naif, salah kelola, dan bahkan berbahaya bagi stabilitas sosial. Beberapa bahkan mulai mengusulkan pembentukan sebuah dewan pengawas independen yang baru—yang tentu saja mereka harapkan bisa diisi oleh orang-orang mereka—untuk menyeleksi dan mengawasi secara ketat semua konten yang didanai atau difasilitasi oleh program tersebut. Sebuah usulan yang secara halus namun jelas mengarah pada mekanisme sensor gaya baru.

Tekanan tidak hanya datang dari luar Istana. Di dalam lingkaran Istana sendiri dan di antara partai-partai koalisi pendukung Nisa, bisikan keraguan mulai terdengar semakin jelas. Beberapa menteri yang sejak awal memang skeptis terhadap program yang dianggap terlalu 'idealistis' ini kini merasa kekhawatiran mereka terbukti benar. Pejabat-pejabat teknis di kementerian terkait, seperti Kemenparekraf atau Kemendikbudristek, menjadi ekstra hati-hati dalam menjalankan program. Mereka cenderung memperlambat proses pencairan Dana Percikan atau persetujuan kegiatan Akselerator Kreatif di daerah, takut ikut terseret jika muncul masalah atau kontroversi baru yang bisa membahayakan karir mereka.

Para pemimpin partai koalisi, yang sudah mulai menghitung dampak elektoral dari kontroversi ini menjelang pemilihan kepala daerah serentak yang akan digelar beberapa waktu mendatang, secara informal mulai 'menasihati' Nisa. Dalam pertemuan-pertemuan tertutup yang semakin sering terjadi, mereka menyarankan Nisa untuk 'tiarap' sejenak terkait program ini, mungkin 'merevisi' nama program menjadi sesuatu yang terdengar lebih 'aman' dan mengurangi eksposur publiknya secara drastis.

"Situasi politiknya sedang kurang menguntungkan untuk program seperti ini, Bu Presiden," ujar Pak Suryo, ketua umum salah satu partai koalisi besar, dalam pertemuan empat mata dengan Nisa suatu sore. "Isu 'Percikan Berani' ini, jujur saja, sangat mudah dipelintir oleh lawan politik menjadi isu SARA atau serangan terhadap nilai-nilai konservatif yang masih kuat di masyarakat kita," lanjutnya hati-hati. "Mungkin... mungkin sebaiknya untuk sementara waktu ini kita lebih fokus mengomunikasikan program-program ekonomi yang lebih 'konkret' dan lebih mudah terukur dampaknya bagi pemilih? Agar tidak terus menerus memberi amunisi gratis bagi oposisi."

Nisa merasakan dinding politik seolah bergerak semakin mendekat, mencoba menghimpit ruang geraknya dari segala arah. Dan yang membuatnya semakin merasa tertekan adalah laporan-laporan dari lapangan yang menunjukkan dampak negatif dari badai politik ini mulai dirasakan secara langsung oleh para kreator yang seharusnya menjadi target utama programnya.

Di Surabaya, perjuangan Ibu Santi mencapai titik yang semakin kritis. Bukan lagi sekadar komentar jahat anonim di media sosial yang ia hadapi. Kini, ia menjadi sasaran kampanye hitam yang jauh lebih terstruktur dan kejam. Muncul artikel-artikel di beberapa portal berita daring abal-abal (yang ia duga didanai oleh pesaing bisnisnya yang iri atau mungkin pihak yang tidak suka keterkaitannya dengan program Istana) yang menuduh usaha kue lapis legit pelanginya menggunakan bahan pengawet berbahaya atau bahkan meragukan sertifikasi halalnya. Foto-foto produknya yang indah diedit secara negatif menjadi tampak kusam dan tidak menarik. Ada pula upaya sistematis untuk memberikan rating bintang satu secara massal pada laman bisnisnya di Google Maps dan platform pemesanan makanan daring, disertai ulasan-ulasan palsu yang menjatuhkan.

Akibatnya bisa ditebak: omzet penjualannya kembali anjlok drastis. Ia mencoba melawan sekuat tenaga dengan membuat klarifikasi, menunjukkan bukti-bukti sertifikasi halal dan uji laboratorium bahan baku, dibantu oleh putrinya Anisa, komunitas pelanggan setianya, serta tim pendampingan manajemen krisis dari Akselerator Kreatif. Namun, pertarungan melawan fitnah terstruktur itu terasa begitu melelahkan, menguras energi, emosi, dan juga tabungannya hingga ke titik terendah.

Lihat selengkapnya