ISTANA HANTU

Dudun Parwanto
Chapter #2

RUMAH TUA DI SIMPANG TIGA

Esok harinya, sesuai janji, aku diajak Sithok untuk melihat kantor tempat proyek kami nanti. Jaraknya sekitar 10 km dari kosku. Ada sebuah papan nama di depan rumah bertuliskan yayasan Gema Nusa. Tempatnya di sebuah bangunan tua yang cukup besar terletak di simpang tiga jalan Kelud Raya Semarang. Rumah itu bertembok dinding tinggi dengan pintu berteralis besi. Di sekelilingnya masih sepi, disamping kiri terbentang hutan kota yang lebat, lalu sungai kecil di belakang rumah. Tidak jauh dari tempat itu terdapat sebuah kedai kopi.

Sithok mengajakku masuk. Di dalam rumah itu beberapa orang sudah menunggu. Sithok sebagai koordinator tim untuk proyek itu kemudian memperkenalkan satu persatu timnya kepadaku. Ada Pak Santoso bagian keuangan. Mbak Anik bagian administrasi sedangkan untuk tenaga lapangannya aku, Misbachul dan Danang. Lalu kami pun dibagi dalam tiga wilayah, aku bertugas di Grobogan, wilayah paling jauh jaraknya, sedangkan Danang wilayah Demak dan Misbacul di Purwodadi. Kami bertugas mengawasi dan membuat laporan mengenai penggunaan tenaga padat karya di wilayah tersebut.

Selesai rapat, Sithok mengajakku keliling rumah. Rumah bercat coklat ini sangat luas dengan enam kamar tidur, semuanya masih kosong. Meski rumah lama, tapi ruangannya masih terawat.  

“Kalau kamu mau, kita tinggal di sini saja supaya waktu kita lebih efektif. Masalah biaya kos, nanti aku bicarakan dengan pak Taufik,” katanya.

Pak Taufik adalah suami bu Sinta, pemilik yayasan Gema Nusa yang menyewa rumah itu. Rumah itu fasilitasnya cukup lengkap, namun rumah sebesar itu kelihatan sepi bila hanya ditempati dua orang. Sithok sudah menjumpai pak Taufik dan tidak masalah bila nanti ada orang lain yang mau kos di rumah itu

***

Setelah mempertimbangkan tawaran Sithok, maka aku pun berniat untuk tinggal di kantor LSM itu. Suatu pagi, di kamar kos aku berkemas-kemas mengosongkan lemari. Langit sedikit mendung ketika aku merapikan bajuku. Tanpa kusadari tiba-tiba Sandra berdiri di depan pintu kos dan menatapku tatkala aku sedang mengemasi barangku. Dengan t’shirt warna pink dan celana pendek dia menghampiriku. Aku agak terkejut.  

“Mau kemana Son?”

Aku bimbang menjawabnya.

“Mau pindah kos ya…” kali ini nadanya lebih pelan.

Aku mengangguk. Dia masuk ke dalam lalu duduk di kursi tanpa permisi.

“Kenapa? “tanyanya.

“Tidak apa-apa, hanya ingin cari suasana baru aja,”

“Apa suasana di sini nggak enak… lagian kamu belum lama kan?”

Akhirnya kujelaskan maksud kepindahanku.

“Apa sih enaknya tinggal di kantor sekaligus rumah, hemm menurutku sih tidak nyaman,”

Aku diam, berhenti sejenak memasukkan baju ke koper .

Lihat selengkapnya