Istana Negara, Jakarta
Pukul 16.30 WIB
Cahaya matahari sore yang keemasan menembus jendela-jendela tinggi di sisi barat Ruang Kerja Presiden, menciptakan bayangan panjang dari tumpukan dokumen yang tertata rapi, beberapa plakat penghargaan, dan sejumlah ornamen seni kontemporer Indonesia pilihan Nisa yang menghiasi rak buku dan sudut ruangan. Berbeda dengan Ruang Kredensial yang megah dan formal tadi pagi, ruangan ini terasa lebih personal, mencerminkan kepribadian Nisa: efisien, modern, fokus pada fungsi, tetapi tetap memiliki sentuhan hangat dan bersahaja. Aroma kopi Gayo yang baru diseduh dari mesin kopi kecil di sudut ruangan menguar samar, bercampur dengan aroma khas kertas dan udara dingin dari pendingin ruangan.
Beberapa foto keluarga dalam bingkai perak sederhana—termasuk foto pernikahan mereka sembilan belas tahun yang lalu yang menampilkan senyum canggung namun bahagia, dan foto liburan terakhir mereka bertiga bersama putra semata wayang mereka, Alex, Alexander Damar Satria, yang kini mulai beranjak remaja—menghiasi sudut meja kerja mahoni Nisa yang bersih dan terorganisir.
Nisa baru saja menyelesaikan rapat terakhirnya hari itu, sebuah diskusi alot via konferensi video dengan Menteri Pekerjaan Umum dan timnya tentang rencana percepatan pembangunan infrastruktur konektivitas di wilayah timur Indonesia. Para menteri virtual dan staf ahlinya sudah log out beberapa menit lalu. Kini, hanya ia sendiri di dalam ruangan luas itu, ditemani keheningan yang terasa melegakan setelah seharian penuh berinteraksi, tetapi sekaligus memberatkan dengan kesendiriannya.
Ia melepas kacamata bacanya yang berbingkai tipis, memijat pelan pangkal hidungnya yang terasa penat. Rasa lelah yang familiar mulai menjalar dari ujung kepala hingga ke bahunya yang terasa kaku akibat terlalu lama duduk. Ia meraih tablet pribadinya yang tergeletak di samping tumpukan dokumen, iseng, membuka salah satu portal berita daring terkemuka.
Judul-judul berita teratas masih didominasi oleh gema wawancara ulang tahun pernikahan mereka pagi tadi. "19 Tahun Nisa-Reza: Blak-blakan Ungkap Rahasia Harmonis di Tengah Kesibukan Negara", "Gaya Ceplas-ceplos Reza Sanjaya Kembali Curi Perhatian Publik", "Presiden Nisa Beri Tips Pernikahan Awet: Jangan Pernah Merasa Paling Tahu Pasangan". Di bawahnya, kolom komentar dipenuhi pujian dan kekaguman warganet, mayoritas bernada positif, menyebut mereka sebagai panutan dan #CoupleGoals idaman. Senyum kecil yang lelah, tetapi tulus tersungging sekilas di bibir Nisa. Sedikit banyak, perhatian publik pada kehidupan pribadinya, termasuk pernikahannya, adalah konsekuensi tak terhindarkan dari jabatannya. Selama ini ia berusaha menjalaninya dengan sewajarnya, menjaga batas antara peran publik dan ruang privat sebisa mungkin.
Namun, saat jarinya menggulir layar ke bawah, mencari berita lain yang lebih substantif, senyum itu seketika memudar. Matanya terpaku pada sebuah judul berita lain, dari portal yang sama, tetapi nadanya begitu kontras, begitu menusuk: "Tragis, Wanita Muda di Desa Sukamaju Akhiri Hidup Diduga Akibat Pernikahan Paksa dengan Pria Pilihan Orang Tua".