Ruang Keluarga Pribadi, Istana Negara
Pukul 21.00 WIB
Malam itu, suasana di ruang keluarga pribadi terasa sedikit berbeda dari kehangatan dan kelegaan yang biasanya menyelimuti setelah Nisa dan Reza berhasil mencuri waktu berdua di akhir hari yang panjang. Nisa duduk bersandar di sofa empuk favoritnya, mencoba membaca ringkasan laporan harian dari para menteri, tetapi konsentrasinya mudah buyar.
Bayangan grafik sentimen media sosial yang didominasi warna merah dan kuning tadi pagi, serta laporan Alex tentang rencana demonstrasi, terus melintas di benaknya. Kelelahan dari rentetan rapat dan analisis strategi seharian mulai terasa menggigit hingga ke tulang.
Reza masuk ke ruangan setelah menerima panggilan telepon yang terdengar cukup lama dan serius di ruang kerjanya yang terhubung. Wajahnya tampak sedikit keruh, berbeda dari biasanya yang selalu bisa melepaskan beban pekerjaan saat sudah memasuki area privat mereka. “Dari siapa tadi, Mas? Kelihatannya serius sekali," tanya Nisa sambil meletakkan tablet laporannya di meja kopi.
"Salah satu kawan lama di organisasi keagamaan Z," jawab Reza sambil duduk di samping Nisa, mengambil jarak sedikit lebih jauh dari biasanya. Ia menghela napas berat. "Dia baru saja mengirimiku tautan video rekaman ceramah terbaru dari pimpinan pusat mereka tadi sore. Isinya ... cukup keras, Yang."