...hanya lelaki yang berjiwa kekanak-kanakan itulah yang tulus dan tetap berjiwa kreatif
-Sujiwo Tejo-
Asma menaiki bus kembali ke Kota Granada bersama Ridwan yang duduk di sebelahnya. Keduanya lebih banyak terdiam, kecuali saat Ridwan bertanya dimana Asma tinggal. Asma bilang apartemen Karina, berada di sekitar San Rafael Hospital, daerah yang lebih dekat ke Granada University. Namun, Hotel Ridwan, La Casa, berada di Plaza Nueva. Itu berarti di perhentian terakhir bus, dan ketika turun di pusat Plaza Nueva mereka harus berpisah.
Ridwan membetulkan letak ranselnya sambil memandang La Casa yang sudah berada di seberang jalan. Sementara, Asma bilang dia bisa melanjutkan naik kereta dari Grand Vía 5- Catedral untuk kembali ke apartemen, dia menolak untuk diantarkan Ridwan.
“Senang bisa ketemu kamu, Asma,” ucap Ridwan sebelum Asma berpamitan meninggalkannya sendirian di pinggir jalan.
***
Malam di Granada, terutama di sekitar Plaza Nueva ramai dan penuh. Lautan udara serasa pecah oleh suara gesekan biola, petikan gitar, dan juga sorak-sorakan riuh para penari flamenco yang menampilkan pertunjukkan jalanan, disaksikan oleh penonton yang mengelilingnya. Ridwan menyaksikan semua itu dari salah satu kafe yang menyediakan meja dan kursi teras luar kafe. Faisal, rekan dosennya, sekaligus sahabatnya sejak kuliah duduk di kursi di depan Ridwan, menikmati masing-masing segelas mocktail dan sepiring camilan khas Granada, Tapaz.
“Bukan seleraku sih,” Faisal bergumam setelah mencicipi Tapaz-nya. Tapaz di Granada yang dicicipi Faisal, terbuat dari berbagai olahan udang, kentang, atau zaitun, bisa dibilang mirip canape, tetapi Faisal merasa lidahnya tetap tidak cocok. Jadi, dia lebih memilih menyesap Mojito-nya daripada mengambil sepotong Tapaz lagi.
“Cuma kurang sambal aja,” balas Ridwan sambil menyengir.
“Ya, sama krupuk,” Faisal menambahkan.
Keduanya kemudian terkekeh bersama. Kemudian, Ridwan merasakan ponselnya bergetar. Dia segera merogoh saku lalu melihat sebuah notifikasi chat.